Mohon tunggu...
Drh. Chaidir, MM
Drh. Chaidir, MM Mohon Tunggu... profesional -

JABATAN TERAKHIR, Ketua DPRD Provinsi Riau Periode 1999-2004 dan Periode 2004-2008, Pembina Yayasan Taman Nasional Tesso Nillo 2007 s/d Sekarang, Pembina Politeknik Chevron Riau 2010 s/d sekarang, Ketua Dewan Pakar DPD Partai Demokrat,Riau 2009 s/d 2010, Wakil Ketua II DPD Partai Demokrat Riau 2010 s/d 2015, Anggota DPRD Tk I Riau 1992 s/d 1997, Wakil Sekretaris Fraksi Karya Pembangunan DPRD Tk I Riau 1993 s/d 1998, Ketua Komisi D DPRD Tk. I Riau 1995 s/d 1999, Ketua DPRD Provinsi Riau 1999 s/d 2004, Ketua DPRD Provinsi Riau 2004 s/d 2008, Wakil Ketua Asosiasi Pimpinan DPRD Provinsi se-Indonesia 2001 s/d 2004, Koordinator Badan Kerjasama DPRD Provinsi se-Indonesia Wilayah Sumatera 2004 s/d 2008, Pemimpin Umum Tabloid Serantau 1999 s/d 2000, Pemimpin Umum Tabloid Mentari 2001 s/d 2007, Anggota Badan Perwakilan Anggota (BPA Pusat)AJB Bumiputera 1912 2006 s/d 2011, Ketua Harian BPA AJB Bumiputera 1912 (Pusat)2010 s/d 2011, Dosen Luar Biasa FISIPOL Jurusan Ilmu Pemerintahan UIR Pekanbaru 2009 s/d sekarang, Dosen Luar Biasa FISIPOL Jur Ilmu Komunikasi Univ Riau Pekanbaru 2009 s/d sekarang, Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi DWIPA Wacana 2011

Selanjutnya

Tutup

Politik

Logika Basi

13 Februari 2012   08:31 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:43 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh drh Chaidir

BILA usul perubahan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang diajukan oleh Pemerintah disetujui oleh DPR, maka pemilihan gubernur akan kembali ke gaya lama: dipilih oleh DPRD Provinsi.

Sesungguhnya, sistem apapun yang dipakai, pemilihan langsung atau pemilihan melalui sistem perwakilan, tentu ada plus minusnya, tergantung dari cara pandang dan kepentingannya. Bagi parpol yang memiliki kursi mayoritas di DPRD Provinsi, revisi sistem pemilihan gubernur tersebut tentu pucuk dicinta ulam tiba. Tapi bagi yang memahami pemilihan langsung adalah hak politik rakyat yang berdaulat, maka mengembalikan pemilihan gubernur ke DPRD Provinsi sama saja sebuah langkah mundur dalam kehidupan demokrasi.

Pemilihan gubernur secara langsung (juga pemilihan bupati dan walikota), sebenarnya dilakukan dengan berbagai pertimbangan, antara lain untuk memilih seorang kepala daerah yang kredibel di mata masyarakat. Masyarakat di daerah harus tahu rekam jejak dari sang calon pemimpin, dipahami memiliki ilmu pengetahuan dan memiliki perangai yang baik. Di samping itu, pemilihan kepala daerah secara langsung diharapkan dapat membentuk persebatian antara pemimpin dengan rakyatnya. Pemilihan kepala daerah secara langsung bisa mengurangi tekanan atau rongrongan dari DPRD kepada kepala daerah. Mereka sama-sama dipilih oleh rakyat.

Sebaliknya, pemilihan melalui DPRD akan menyebabkan kepala daerah secara psikologis merasa berhutang budi kepada pemilihnya di DPRD, bukan kepada rakyat. Pengaruh partai politik akan menjadi lebih besar terhadap seorang kepala daerah. Bila tidak hati-hati kepala daerah bisa berada pada posisi tersandera. Akibat kinerja parpol umumnya bermasalah, maka kepercayaan publik terhadap DPRD masih tetap rendah, dan ini akan berpengaruh terhadap legitimasi seorang gubernur.

Masalah yang selalu dirisaukan dengan sistem pemilihan langsung adalah biaya penyelenggaraan yang terlalu besar, dan adanya praktik money politic. Politik uang yang berlebihan telah membentuk masyarakat menjadi materialistik. Sedangkan persaingan antar kandidat seringkali menimbulkan fragmentasi di tengah masyarakat bahkan adakalanya menyebabkan timbulnya konflik horizontal. Incumbent juga cenderung menggunakan kekuasaan dan politisasi birokrasi. Bila pemilihan gubernur melalui DPRD, hal-hal seperti itu diperkirakan bisa diminimalisir.

Tapi masalahnya tidak sesederhana itu. Perilaku sosial politik masyarakat kita sudah banyak berubah akibat dosis tinggi "racun" pemilukada langsung, dan perubahannya permanen. Dengan demikian cara masa lalu untuk menyelesaikan masalah masa kini, adalah sebuah logika basi, atau apa yang disebut oleh Peter Drucker sebagai yesterday logic. Yang diperlukan adalah aturan-aturan ekstra ketat terhadap pemilukada langsung agar azas LUBER dan JURDIL bisa dilaksanakan. Tak perlu merubuhkan lumbung hanya karena ulah segelintir tikus.

Tentang Penulis : http://drh.chaidir.net

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun