Mohon tunggu...
Drh. Chaidir, MM
Drh. Chaidir, MM Mohon Tunggu... profesional -

JABATAN TERAKHIR, Ketua DPRD Provinsi Riau Periode 1999-2004 dan Periode 2004-2008, Pembina Yayasan Taman Nasional Tesso Nillo 2007 s/d Sekarang, Pembina Politeknik Chevron Riau 2010 s/d sekarang, Ketua Dewan Pakar DPD Partai Demokrat,Riau 2009 s/d 2010, Wakil Ketua II DPD Partai Demokrat Riau 2010 s/d 2015, Anggota DPRD Tk I Riau 1992 s/d 1997, Wakil Sekretaris Fraksi Karya Pembangunan DPRD Tk I Riau 1993 s/d 1998, Ketua Komisi D DPRD Tk. I Riau 1995 s/d 1999, Ketua DPRD Provinsi Riau 1999 s/d 2004, Ketua DPRD Provinsi Riau 2004 s/d 2008, Wakil Ketua Asosiasi Pimpinan DPRD Provinsi se-Indonesia 2001 s/d 2004, Koordinator Badan Kerjasama DPRD Provinsi se-Indonesia Wilayah Sumatera 2004 s/d 2008, Pemimpin Umum Tabloid Serantau 1999 s/d 2000, Pemimpin Umum Tabloid Mentari 2001 s/d 2007, Anggota Badan Perwakilan Anggota (BPA Pusat)AJB Bumiputera 1912 2006 s/d 2011, Ketua Harian BPA AJB Bumiputera 1912 (Pusat)2010 s/d 2011, Dosen Luar Biasa FISIPOL Jurusan Ilmu Pemerintahan UIR Pekanbaru 2009 s/d sekarang, Dosen Luar Biasa FISIPOL Jur Ilmu Komunikasi Univ Riau Pekanbaru 2009 s/d sekarang, Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi DWIPA Wacana 2011

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

“Alhamdulillah yah… Sesuatu Banget”

2 Oktober 2011   17:59 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:24 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Judul Asli : Sesuatu Banget

Oleh drh Chaidir

SYAHRINI pasti tak menyangka bila ucapannya akan menjadi buah bibir. Frasa verbal spontan,  “Alhamdulillah yah… sesuatu banget”, hari-hari ini menjadi ungkapan elastis dan bisa digunakan dimana saja dalam berbagai situasi. Selintas terkesan kegenitan, kekanak-kanakan, tetapi berbagai kalangan tak segan meniru Syahrini dengan seulas senyum.

Sesungguhnya, kata berona (colorfull word) biasa digunakan dalam berbagai percakapan. Kata berona menurut Jalaluddin Rakhmat (2008), dalam buku “Retorika Modern”, dapat melukiskan sikap dan perasaan, atau keadaan. Kata berona bisa asosiatif sesuai pengalaman tertentu. Maksudnya, seseorang akan langsung berasosiasi mendengar sebuah ungkapan. Kata “menangis” misalnya, tak mempunyai warna, tetapi “tersedu-sedu”, “terisak-isak”,  “berurai air mata”,  memberi warna tertentu.

Kata-kata “sesuatu yang sangat spesial”, atau “sesuatu yang sangat khusus”, misalnya, hampir tak lagi memberi warna. Ungkapan itu mudah diucapkan oleh siapa saja. Warnanya terlalu umum sehingga terasa tak berwarna. Tetapi “sesuatu banget” memberi warna tertentu. Sesuatu yang lebih spesial dari yang sangat spesial.  Kata berona menghasilkan suatu lukisan keadaan yang lebih jelas.

Pada era 1990-an, masyarakat politik Amerika Serikat pernah dimabuk sebuah frasa. Ungkapan itu berbunyi,  "It's the economy, stupid". Maksudnya kira-kira, “ini ekonomi, tolol”. Ungkapan itu sebenarnya adalah isu kampanye pemilihan Presiden Amerika Serikat yang dilontarkan kubu Calon Presiden Bill Clinton dalam kampanye pilpres 1992 melawan George H.W. Bush. Dalam beberapa sesi debat kandidat Bush selalu mengangkat isu pengembangan kebijakan politik luar negeri untuk mempertahankan peran AS sebagai negeri adikuasa pasca perang dingin dan Perang Teluk. Bush tidak terlalu banyak menyentuh pembangunan ekonomi AS sebagai upaya mengatasi resesi ekonomi dunia. Clinton sebaliknya. Ahli strategi kampanyenya, James Carville, minta Clinton membawa masalah ekonomi AS sebagai tema besar kampanyenya. Maka, dimana-mana, di perkantoran, di pabrik-pabrik, di kampus, di kantin-kantin, ungkapan It’s the economy, stupid, selalu mewarnai perbincangan, atau dipakai sebagai bahan canda untuk mencairkan suasana. Harap dicatat, kata-kata itu bukan dilontarkan kepada Bush, tetapi dilontarkan kepada diri sendiri, sambil memukul-mukul dahi sendiri, pikirkan bukan masalah lain, tapi masalah ekonomi. Begitulah kira-kira. Dan hasil pilpresnya kita tahu, Clinton mengalahkan Bush.

Kata berona tentu beda dengan jargon seperti “lebih cepat lebih baik” atau “lanjutkan, bersama kita bisa”. Kata berona bukan itu. Kata berona membuat sesuatu yang umum terasa beda dan menyentuh. Agaknya, di tengah keletihan sosial masyarakat kita sekarang yang didera tanpa ampun oleh berbagai penyakit menahun stadium empat seperti korupsi, mafia anggaran, mafia proyek, mafia hukum, penyakit bohong, kita memerlukan pakar strategi social engineering yang mampu mengkreasi ungkapan menyentuh seperti yang dilakukan oleh James Carville itu. Atau sejenis ungkapan Syahrini, misalnya saja, “kejujuran itu sesuatu banget yah..” Wallahualam.

Tentang Penulis lihat di http://drh.chaidir.net

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun