Mohon tunggu...
Drh. Chaidir, MM
Drh. Chaidir, MM Mohon Tunggu... profesional -

JABATAN TERAKHIR, Ketua DPRD Provinsi Riau Periode 1999-2004 dan Periode 2004-2008, Pembina Yayasan Taman Nasional Tesso Nillo 2007 s/d Sekarang, Pembina Politeknik Chevron Riau 2010 s/d sekarang, Ketua Dewan Pakar DPD Partai Demokrat,Riau 2009 s/d 2010, Wakil Ketua II DPD Partai Demokrat Riau 2010 s/d 2015, Anggota DPRD Tk I Riau 1992 s/d 1997, Wakil Sekretaris Fraksi Karya Pembangunan DPRD Tk I Riau 1993 s/d 1998, Ketua Komisi D DPRD Tk. I Riau 1995 s/d 1999, Ketua DPRD Provinsi Riau 1999 s/d 2004, Ketua DPRD Provinsi Riau 2004 s/d 2008, Wakil Ketua Asosiasi Pimpinan DPRD Provinsi se-Indonesia 2001 s/d 2004, Koordinator Badan Kerjasama DPRD Provinsi se-Indonesia Wilayah Sumatera 2004 s/d 2008, Pemimpin Umum Tabloid Serantau 1999 s/d 2000, Pemimpin Umum Tabloid Mentari 2001 s/d 2007, Anggota Badan Perwakilan Anggota (BPA Pusat)AJB Bumiputera 1912 2006 s/d 2011, Ketua Harian BPA AJB Bumiputera 1912 (Pusat)2010 s/d 2011, Dosen Luar Biasa FISIPOL Jurusan Ilmu Pemerintahan UIR Pekanbaru 2009 s/d sekarang, Dosen Luar Biasa FISIPOL Jur Ilmu Komunikasi Univ Riau Pekanbaru 2009 s/d sekarang, Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi DWIPA Wacana 2011

Selanjutnya

Tutup

Politik

Trust Building - Refleksi Akhir Tahun

1 Januari 2012   13:24 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:29 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

drh. Chaidir, MM

TANPA terasa, fajar 2012 telah menyingsing. Tanpa kokok ayam jantan sekali pun, fajar itu tetap akan terbit dan akan terus begitu sampai sehari menjelang dunia kiamat kelak. Sang waktu tak pernah mau menunggu. Tapi biarlah, memang begitulah adat waktu.  Manusia penghuni planet ini beruntung karena setiap kali memiliki momentum untuk introspeksi dan memperbaiki langkah ke depan. Padahal sebetulnya, untuk sebuah perbaikan tak perlulah mencari-cari instrumen, langsung saja lakukan kapan saja dimana saja. Bila kita menyadari sudah tersesat misalnya, tak perlu menunggu pergantian tahun untuk kembali ke pangkal jalan.

Tapi begitu pulalah resam manusia, selalu mencari-cari alasan, selalu berdalih-dalih. Kalau tersesat itu membawa nikmat, biarlah nanti-nati saja kembali ke pangkal jalannya. Kalau yang memabukkan itu terasa enak, biarlah dicoba sedikit-sedikit. Kan sedikitnyo (kan cuma sedikit), sekali-sekalinyo (hanya sekali-kali).

Dalam perspektif kehidupan bernegara dan bermasyarakat, tahun-tahun lalu, bolehlah disebut tahun krisis kepercayaan sosial (social trust).  Dalam suatu kesempatan seminar di sebuah perguruan tinggi negeri di Pekanbaru menjelang akhir tahun, saya selaku pembicara mencoba interaktif dengan audiens. Saya menanyakan "apakah audiens saat ini percaya kepada pemerintah kita, pemerintah daerah, DPR, DPRD, kepolisian, kejaksaaan, pengadilan?" Jawabannya sama: "tidak percaya". "Kalau begitu kalian pindah saja ke negeri antah berantah", jawab saya. Mereka semua tertawa.

Mungkin mereka tidak benar semua, tapi jelas tidak salah semua. Di sepanjang tahun-tahun lalu, kita menyaksikan pemberitaan melalui media cetak dan elektronik betapa kacau balaunya kepercayaan sosial dalam masyarakat. Agaknya benar seperti tesisnya Francis Fukuyama, masyarakat kita berada dalam tingkat kepercayaan sosial yang rendah (low trust society). Semua orang tahu tentang mafia kasus dan peradilan dalam tubuh pilar-pilar institusi penegak hukum kita. Buktinya, para petinggi institusi itu menyebut, membangun kepercayaan masyarakat adalah prioritas. Semua juga tahu korupsi yang merajalela di bawah, di atas dan di samping meja para penguasa. Rakyat juga kecewa terhadap politisi-politisi di DPR dan di DPRD yang lebih mementingkan diri sendiri, kerabat, kelompok dan partainya ketimbang memikirkan kepentingan rakyat.

Kejadian demi kejadian, satu persatu, semuanya telah meruntuhkan kepercayaan publik, termasuk dalam penyelenggaraan pemilukada. Demokrasi kita demokrasi semu, demokrasi seremonial dan simbol-simbol, belum substansial.

Oblivione sempiterna delendam, kata filsuf Cicero (44 SM). Biarlah kepedihan peristiwa masa lalu itu tenggelam dalam tidurnya yang abadi. Cicero agaknya benar. Biarlah yang buruk-buruk itu berlalu. Kita pandang ke depan.

Tak mudah memang membangun kepercayaan (trust building). Berteriak pun kita sampai ke langit mengatakan bahwa kita jujur dan kita dapat dipercaya, berbuih-buih melakukan pembelaan diri, masyarakat tak akan percaya kalau mereka sudah punya catatan. Pepatah kita benar, "Sekali lancung keujian seumur hidup orang tak percaya." Tapi pintu belum tertutup sama sekali. Gerbang tahun 2012 telah terbuka, saatnya membangun kepercayaan melalui kerendahan hati dan keteladanan.

SELAMAT TAHUN BARU

Tentang Penulis : http://drh.chaidir.net

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun