Mohon tunggu...
Bunga Zahra Gustin
Bunga Zahra Gustin Mohon Tunggu... Penulis - mahasiswa

seorang penulis dan memiliki ketertarikan dalam menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mahasiswa Unpam: Pertunjukan Drama "1974" Diselenggarakan Sukses Menampilkan Pementasan Spektakuler

30 Juni 2023   16:37 Diperbarui: 30 Juni 2023   16:48 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

terlalu tidak mungkin untuk membantah sebuah argumen bahwasannya seni adalah salah satu dari dokumentasi sosial. terlebih lagi, seni dalam sastra, ia selalu dapat merepsentasikan sebuah realitas sosial dan segala kejadian di dalamnya dengan sangat mudah. Ya, sastra merupakan seperangkat dari pikiran yang diubah menjadi bahasa  sehingga dapat berperan sebagai bahan perubahan.

Secara garis besar, pertunjukan drawata "1974" yang di buat oleh penulis naskah, bernama Ahmad Fahmi Saputra yang di sutradarai oleh Muhammad Ibnu Shina, didalamnya berisikan pergulatan antara kaum borjuis dan kaum proletar yang dimana hubungan antara sosialis dan kapitalis. Prolog yang dibacakan oleh seorang narator di awal penceritaan sudah membentuk sebuah imajinasi kepada para penonton perihal akan seperti apa cerita didalamnya yang akan dipentaskan. Pada teater 1974 menceritakan sebuah pemerintahan yang dikuasai oleh oligarki kapitalis, dan resistansi dari kaum kecil yang sudah muak dengan semua janji-janji manis.

Selain itu, Pada babak pertama dalam sebuah pertunjukan, cerita mulai dibuka dengan segerombolan bapak-bapak yang sedang membicarakan sesuatu sambil bermain catur di warung kopi. disini dapat terlihat bahwa kehidupan orang-orang di negara indonesia, sangat terkenal dengan menggosip. tapi, pada babak ini terdapat adegan selera humor yang tinggi. Pada adegan ini lebih banyak menampilkan adegan bercanda ketimbang adegan yang lebih serius. Yang dimana tokoh mamat itu sendiri dan juga juki dengan menggunakan bahasa betawi yang sangat kental sekiranya memang sengaja di jadikan sebagau jenakawan untuk menyajikan humor, agar penonton ikut terbawa suasana senang.

Dalam pementasan ini juga terlihat eskpresi dari setiap lakon sangat menjiwai setiap tokohnya. Namun, disini juga terdapat adegan berantem atau fighting antar lakon yang cukup realistis, suara pukulannya yang terdengar seperti nyata, dan dalam adegan membanting lawan, cukup menghibur para penonton. dan, kalau misalnya ditambahkan adegan hingga berdarah bercucuran pasti akan lebih baik dan sempurna lagi, bukan.

Dalam pementasan ini terdapat kesuksesan yang telah di perankan  oleh tokoh Pak Gatra, alias yang memainkannya adalah eros. karena, ia pemegang kendali dalam kesuksesan dalam pementasan ini. cukup bangga dengannya, hingga akhir babak dibuat merasa sedih, dengan babak akhir yang akhirnya pak gatra di hajar oleh ajudan bu laura yang dimainkan oleh Ines. Di akhir babak, terdapat sebuah monolog puisi, dengan menggunakan melodi musik gugur bunga, dan menampilkan sebuah gestur penderitaan yang dialami oleh rakyat kecil yang sukses menampilkan pertunjukan dengan permasalahan yang spektakuler. Itu dapat dibuktikan dari tepukan tangan para penonton yang sudah terbawa suasana di akhir babak, dari pergulatan emosi yang dilakoni oleh para tokoh. Jujur, saya sebagai penonton sekaligus panitia yang mendukung berjalannya pementasan drawata revolusi 4.0, saya speechlees hingga bangga, bahkan saya kagum dengan semua teman-teman saya berhasil membawakan pementasan ini dari awal hingga akhir pementasan.

Lalu, jika dilihat secara busana dan bahasa yang digunakan dalam pementasan ini menggunakan bahasa betawi dan pada waktu tahun 1990-an. yang dimana, tokoh budaya jawa hanya diperankan oleh faiq, selaku lakon penjual warung si jujun.

Dari segi akting, jujur masih terlihat kaku dalam menjalani perannya masing-masing. masih terlihat demam panggung, karena ini pertama kalinya kita pentas di depan banyak orang. selain itu, kesannya terlalu dibuat ketara. tapi hal itu bisa di wajarkan oleh oranglain. untuk orang yang baru saja terjun atau mendalami seni peran dan langsung tampil di depan ratusan hingga puluhan pasang mata, jelas bisa dikatakan hebat dan luar biasa. ditambah lagi, sebelum acara di mulai, hujan deras turun hingga acara ditunda, Namun itu semua, tidak menghilangkan rasa penasaran para penonton untuk tetap menonton pementasan teater petrikor. Hujan yang turun di simbolkan seperti nama dari teater kita yang bernama "petrikor" dan jangan lupa kita semua bersyukur dengan apa yang sudah terjadi.

Dan, paling terakhir saya menulis artikel ini semata-mata untuk pemenuhan nilai UAS semata. saya berharap semoga kedepannya semakin kompak dan lebih bagus lagi dari segi apapun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun