Sirkularitas, atau sirkulasi produk dan material yang terus menerus dalam perekonomian, adalah tujuan yang mulia, meski begitu—saya setuju dengan salah satu artikel yang ditulis di FastCompany—para brand (merek) sejatinya tidak boleh hanya memilih aspek spesifik tertentu dan mengabaikan yang lain lalu kemudian menyatakan diri mereka sebagai pelaku ekonomi sirkular.
Fast Company mencatat: "Masalahnya banyak merek yang memilih hanya satu aspek kecil dari seluruh sistem sirkular — misalnya, menggunakan beberapa bahan daur ulang atau menyewa pakaian agar tetap berada di pasar lebih lama — dan kemudian memasarkan perusahaan mereka sebagai perusahaan yang "berkelanjutan" (sustainable)."
Memang tanpa pemikiran yang lebih kritis atau menyeluruh, kita akan mudah percaya kalau rental pakaian, misalnya merupakan alternatif “belanja” yang lebih ramah lingkungan dan ketika memakai jasanya, kita menjadi konsumen yang bertanggungjawab.
Penelitian ini merupakan pengingat penting bahwa tidak semua hal yang diiklankan sebagai produk atau layanan "hijau" benar-benar begitu adanya. Sama seperti ketika kita ingin mempelajari produk umum sebelum membelinya, rasa skeptis dalam dosis yang sama perlu diterapkan sebelum kita membeli produk/layanan yang mengklaim dirinya "berkelanjutan".
Cara paling efektif untuk mengurangi jejak karbon kita adalah membeli lebih sedikit barang dan memakainya lebih lama. Jadi soal pakaian misalnya, mulailah untuk memakai yang paling sustainable, yaitu pakaian yang sudah ada di lemari pakaianmu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H