Selain itu ada beberapa karakteristik khas produk slow fashion yang membedakannya dengan produk yang dilahirkan dengan konsep fast fashion, yaitu:
- Diproduksi dari bahan berkualitas yang tahan lama
- Tidak mengikuti tren, pakaian tidak diproduksi sesuai dengan musim yang berganti
- Dapat didaur ulang
- Jumlah produksi terbatas
- Model yang dikeluarkan terbatas
- Mengimplementasikan desain zero waste cutting
Inisiasi Slow Fashion hadir dari Kate Fletcher, seorang aktivis yang fokus di bidang fashion dan ia berhasil mempopulerkan Slow Fashion sebagai sebuah gerakan global. Dukungan masyarakat terhadap Slow Fashion mendorong tumbuhnya perusahaan fashion yang mengutamakan keberlanjutan lingkungan dan pada saat yang sama memberi tekanan bagi para pelaku fast fashion untuk menawarkan alternatif yang lebih baik.
Beberapa brand slow fashion yang dikenal adalah Patagonia, Pact, Kotn dan masih banyak lagi, dan sejumlah desainer papan atas yang mengadopsi gerakan ini adalah Stella McCartney, Vivienne Westwood, Bethany Williams, Dries Van Noten, Alice Early.
Nah, Bagaimana Cara Untuk Mendukung Gerakan Slow Fashion?
Utamakan Memakai Pakaian yang Dimiliki
Pakaian paling sustainable adalah pakaian yang sekarang ada di lemari Anda, meskipun katakanlah terselip baju merek fast fashion di sini dan sana. Gunakanlah sampai pakaian-pakaian itu benar-benar mencapai kondisi maksimalnya sebelum Anda membeli yang baru hanya karena Anda merasa “Enggak ada baju”. Untuk membuatnya seru, coba jadikan ini challenge yang bukan hanya membantu lingkungan tapi juga menghemat pengeluaran.
Tukar Baju
Awalnya marak di luar negeri, kini sistem tukar baju juga mulai bermunculan di Indonesia. Setidaknya sebelum pandemi datang. Salah satu organisasi yang begerak di bidang ini adalah Fashion Revolution Indonesia. Anda bisa datang membawa baju ke lokasi mereka di daerah Cikini, Jakarta, dan menukarkannya dengan baju-baju yang ada di sana.
Beli Barang Preloved
Kalau harus beli baju baru, dibandingkan langsung ke toko, coba mampir dulu ke toko-toko yang menjual barang-barang preloved atau secondhand. Barang bekas mungkin punya konotasi buruk, tapi lagi-lagi itu tergantung mindset, dan kondisi barangnya. Selama barangnya berfungsi dengan baik (dalam konteks fashion berarti bisa dipakai dengan baik) baru atau bekas semestinya tidak lagi mengganggu pikiran. Tidak jarang, lho orang punya baju atau tas favorit karena dia berburu di thrift shop, bukan di toko biasa.
Saat ini mudah untuk menemukan toko, baik offline ataupun online yang menjual pakaian secondhand. Meski begitu tidak semuanya menarik untuk ditelusuri. Adapun yang menurut saya cukup bagus dan sudah pernah saya gunakan adalah Carousel dan Tinkerlust.
Beli baju terdengar sebagai kegiatan biasa, tapi ternyata tidak. Sadarkah Anda keputusan membeli barang X dan bukan Y adalah voting untuk mendukung X dan menolak yang lain. Yuk, kita gunakan daya beli kita untuk mendukung produsen yang lebih peduli akan hidup keberkelanjutan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H