Kutumpahkan kepedihanku pada mba Maria. Air mataku mengalir tanpa bisa terbendung lagi. Â Batu yang seakan menghimpit dadaku sedikit terlepas. Perlahan kuhabus air mataku, Akupun mulai bercerita.
" Aku  terikat  janji, mba Maria , " ucapku lirih.
" Ibu mertuaku  meninggal dipangkuanku mba, itupun setelah aku mengganguk mengabulkan permintaan terakhirnya ...," kuhela nafas.
" Aku tidak akan bercerai , itulah janjiku padanya, " lanjutku.
" Apa Budi juga dengar janjimu itu ??, " Tanya mba Maria lagi.
" Semua keluarga besar mas Budi ada disitu, Ayahnya, kakak adiknya, mas Budi juga ada disitu, semua mendengar janjiku  ".
***
Keluarga besarku, juga teman-temanku tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka menghargai pilihan hidupku. Mereka bahkan lebih dulu tau kalau Budi dan Rosida sudah menikah dibawah tangan.
" Mintalah mutasi, dan pindah jauh dari kota ini. Hiduplah dengan tetap menjadi istri Budi, walau hanya di selembar kertas saja. Jagalah kesehatanmu, jika kau sakit kasian anak-anak siapa yang akan menjaga mereka, teruslah hidup untuk mereka berdua...," Mba Maria memelukku sangat erat.
Aku berbicara dari hati ke hati dengan mas Budi. Aku terikat janji dengan Almarhumah Ibunya. Aku sudah siap melepaskan dirinya tetapi Aku tidak mau diceraikan, Aku akan pulang ke Jogjakarta kota tempat kelahiran kami dan Aku akan membawa anak-anakku.
Aku mulai menata hidupku. Tempat kerja yang baru, lingkungan baru, kota masa kecilku yang damai membuatku melupakan penderitaanku. Sudah kupilih jalan takdirku sendiri dan aku harus siap menjalaninya.