Mohon tunggu...
Arifuddin
Arifuddin Mohon Tunggu... mahasiswa -

Pemahat ide: baginya menulis adalah menyingkap makna.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Determinasi Perencanaan Keuangan

16 Mei 2016   22:29 Diperbarui: 16 Mei 2016   23:05 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: .finansialku.com

Volatilitas perekonomian nasional dan global menuntut kita untuk merumuskan strategi keuangan personal yang tepat. Dalam dunia yang semakin terbuka, penggunaan teknologi semakin menjangkau sudut terkecil rumah tangga, dan informasi yang tidak terbatas, perencanaan keuangan pribadi tentu sulit melepaskan diri dari gejala dan fenomena ekonomi makro yang ada. Karenanya, telaah atas situasi yang berkembang menjadi sesuatu yang teramat penting. Relasi kausal ini tidak saja terjelaskan secara teoritik, namun dalam kenyataannya hal tersebut benar-benar terjadi. Keputusan yang bijak adalah keputusan yang juga memperhatikan perkembangan eksternal.

Determinasi

Dalam upaya merencanakan keuangan yang baik, ada beberapa variabel yang perlu dipertimbangkan. Berbagai variabel ini saling berhubungan satu dengan lainnya sehingga kesemuanya adalah satu-kesatuan sistemik. Variabel pertama adalah suku bunga. Faktorial ini utamanya berhubungan dengan kecenderungan atau tingkat preferensi untuk menabung atau berinvestasi. Karena itu, tingkat suku bunga yang dikenakan oleh bank harus diperhatikan secara cermat sehingga memiliki daya ungkit yang besar dan dengan sendirinya nilai uang kita menjadi lebih tinggi di masa depan. Ketika suku bunga rendah, ada baiknya kita menginvestasikan uang kita, sebab biaya oportunitas untuk investasi uang ini jauh lebih besar ketimbang menabungnya di bank. Sebaliknya ketika tingkat bunga sedang tinggi, menabung adalah pilihan yang lebih baik. Dengan menabung, jumlah uang kita akan lebih mengungkit (terapresiasi) sebab kita mendapatkan imbalan dari bank berupa bunga dari sejumlah uang yang kita tabung.

Variabel kedua yang patut dipertimbangkan adalah inflasi. Pada kondisi terjadinya inflasi, harga barang akan bergerak naik sehingga berefek pada daya beli masyarakat. Semakin tinggi tingkat inflasi, maka daya beli masyarakat semakin menurun, begitu pun sebaliknya. Karena menurunnya daya beli, kecenderungan masyarakat untuk berkonsumsi juga menurun sehingga relatif barang dan jasa yang diperdagangkan tidak terserap secara optimal. Pada kondisi ini, produksi atau investasi jelas tidak menguntungkan. Begitu pun ketika kondisi deflasi atau penurunan harga, bahwa meskipun daya beli masyarakat sedang tinggi, namun masyarakat cenderung menunggu sampai harga mencapai titik terendahnya. Dalam kondisi inilah berinvestasi juga bukan pilihan yang terbaik. Oleh sebab itu, selain membaca arah perekonomian secara umum, kemampuan kita dalam menilai preferensi masyarakat atas harga juga menjadi sesuatu yang penting.

Variabel ketiga adalah tingkat pendapatan. Tingkat pendapatan berarti penghasilan tetap atau rutin kita selama periode tertentu. Katakanlah pendapatan kita bersifat bulanan dan besarnya Rp5 juta. Pada siklus pengeluaran normal, saldo keuangan kita pada hari pertama setiap bulannya adalah Rp5 juta dan menjadi Rp0 pada hari terakhir bulan bersangkutan. Secara sederhana, tabungan adalah pendapatan dikurangi konsumsi. Dengan demikian, uang yang dapat kita tabung adalah sisa pendapatan setelah dikurangi semua pengeluaran yang bersifat wajib dan rutin. Jika dalam sebulan itu penggunaan uang untuk konsumsi sejumlah Rp4 juta, berarti ada sisa Rp1 juta yang dapat ditabung.

Namun demikian, seringkali kebutuhan bulanan kita tidaklah sebatas pengeluaran untuk konsumsi, tetapi juga pengeluaran lain yang sifatnya prediksional atau untuk jaga-jaga. Pada kondisi seperti ini, selain konsumsi, kita juga perlu menyisihkan sebagian dari pendapatan kita pengeluaran lain-lain. Jenis pengeluaran ini bisa berupa pengeluaran rutin dan tidak berbatas (asuransi) maupun rutin dan berbatas waktu (utang dan dana jaga-jaga). Asuransi adalah bentuk pengeluaran yang bersifat rutin dan biasanya tidak memiliki batas waktu. Semakin banyak jenis asuransi yang kita ikuti, maka semakin banyak pula dana yang tersedot untuk membayar asuransi ini.

Untuk utang dan dana jaga-jaga, meskipun menyedot pendapatan, biasanya memiliki batas waktu tertentu, bergantung pada beban yang kita miliki. Beban untuk utang terletak pada jumlah pokok utang beserta bunganya, sementara untuk dana jaga-jaga bergantung pada jumlah tanggungan hidup. Sebagai pengutang, kita dituntut harus sangat jeli merencanakan pelunasannya sebab besaran jumlah dan durasi waktu utang akan sangat memberatkan neraca keuangan kita. Ketika kita merasa pendapatan kita cukup besar, sebaiknya kita lebih memilih jumlah pembayaran utang yang lebih besar ketimbang durasinya. Pilihan ini beralasan sebab biaya yang hilang atas lamanya pembayaran utang jauh lebih kecil dibandingkan dengan nominal utang yang kita bayar. Artinya, semakin cepat utang tersebut dilunasi, akan semakin baik bagi fleksibiltas penggunaan uang kita.

Mirip dengan utang, dana jaga-jaga juga memiliki batas waktu: apakah itu tiga bulan, enam bulan, atau bahkan setahun dari pendapatan bulanan. Kita sendirilah yang paling mengetahui berapa rasio dana jaga-jaga dari pendapatan bulanan. Apabila kita merasa bahwa selama sekian bulan kita telah menyisihkan sebagian pendapatan untuk dana jaga-jaga ini dan jumlahnya sudah cukup, maka kategori pengeluaran ini dalam perencanaan uang dapat dihilangkan. Ketegasan ini penting sebab jangan sampai dana jaga-jaga yang sejatinya bentuk lain dari tabungan ini sama sekali tidak memberikan efek pengungkit bagi nilai uang itu di masa depan. Jika tabungan didasari motif tingkat suku bunga, dana jaga-jaga relatif netral terhadap motif ini. Pembedaan di antara kedua jenis penggunaan uang ini bukan semata per definisi, namun terkait dengan ekspektasi atas nilai uang di masa depan. Semakin besar nilai tabungan, semakin besar pula nilainya ditambah bunga sehingga pemisahan antara tabungan dan dana jaga-jaga memang suatu keniscayaan. 

Pertanyaannya: kapan penggunaan uang itu ideal? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita harus kembali pada tujuan penggunaan uang itu sendiri, apakah kita orang yang cenderung ekspansif dan penikmat risiko, atau kita sudah merasa cukup nyaman dengan skema penggunaan uang sebagaimana disebutkan pada ilustrasi sebelumnya. Jika kita adalah tipe yang mudah merasa cukup, maka sisa pendapatan setelah dikurangi konsumsi, asuransi, pembayaran utang, dan jaga-jaga, akan kita tabung. Jadi dengan sisa uang Rp1 juta tadi, katakanlah kita mengalokasikan Rp100 ribu untuk asuransi bulanan, berarti masih ada sisa Rp900 ribu. Dari sisa Rp900 ribu ini, kita merencanakan untuk menyisihkan Rp100 ribu setiap bulan untuk pembayaran utang selama jangka waktu dua tahun. Maka sisa uang kita adalah Rp800 ribu. Demikian juga untuk dana jaga-jaga, kita menyisihkan setiap bulan selama enam bulan sebesar Rp100 ribu, maka sisa akhir uang kita di bulan tersebut adalah Rp700 ribu. Jadi ada Rp700 ribu yang kita tabung setiap bulannya.

Sebaliknya bagi kita yang cenderung menikmati risiko, dana Rp700 ribu itu akan kita putar sebagai modal usaha dengan harapan pengungkitan nilainya di masa depan akan sangat tinggi. Inilah yang sering disebut sebagai investasi atau penggunaan uang untuk sesuatu yang produktif. Namun demikian, meskipun secara teori berinvestasi lebih produktif ketimbang menabung, dalam kenyataannya tidak selalu begitu. Adakalanya investasi justru menurunkan nilai uang itu sendiri, misalnya ketika usaha yang kita lakukan merugi bahkan bangkrut. Intinya, kita perlu cermat dan berhati-hati ketika memutuskan menginvestasikan uang yang kita miliki.

Pertanyaan kemudian, kapan berinvestasi itu memberikan keuntungan? Tentu jawaban akan hal ini tidak mudah, namun ada beberapa rambu atau petunjuk teoritik untuk memandu pilihan ini. Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya, selain bergantung pada tingkat pendapatan dan beban pengeluaran, faktor eksternal terutama tingkat suku bunga dan inflasi sangat menentukan langkah penggunaan uang. Ada satu postulat klasik yang harus selalu kita perhatikan, yakni biaya peluang (opprtunity cost). Semakin besar biaya peluang dari penggunaan uang tersebut, maka pilihan itulah yang paling rasional, demikian sebaliknya. Artinya, pada saat suku bunga tinggi, ada baiknya uang itu kita tabung, tetapi ketika suku bunga rendah, akan lebih baik jika kita berinvestasi. Namun untuk situasi kenaikan harga barang (inflasi), kita memang harus lebih berhati-hati sebab ada faktor ekspektasi yang mempengaruhi pilihan ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun