Mohon tunggu...
Bunga Rachmilia Putri Anwari
Bunga Rachmilia Putri Anwari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hai! Saya adalah seorang mahasiswa yang sedang mengeksplorasi dunia publikasi tulisan. Saya bersemangat untuk berbagi pemikiran dan cerita melalui tulisan-tulisan saya.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Manajemen Emosi Bukan Memendam, Tapi Mengelola

17 Mei 2024   02:42 Diperbarui: 17 Mei 2024   03:08 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Ada kalanya kita merasa begitu terjebak dalam perasaan sendiri, menyimpan semua emosi yang berkecamuk di dalam hati tanpa pernah benar-benar mengeluarkannya. 

Terkadang, kita berpikir bahwa dengan memendamnya, kita bisa menjaga ketenangan dan menghindari konflik. Namun, semakin lama saya sendiri menyadari bahwa cara tersebut tidak sehat.

Kita sering salah paham tentang apa itu manajemen emosi. Banyak yang mengira bahwa mengelola emosi berarti menyimpan semua perasaan negatif dan tetap terlihat tenang di luar. 

Padahal, sebenarnya bukan itu intinya. Manajemen emosi yang benar bukan tentang menekan dan menyembunyikan perasaan, melainkan tentang memahami dan menghadapinya. 

Menurut Mangoenprasodjo (2005), pengendalian emosi bukan berarti menekan atau menghilangkan emosi, melainkan menghadapi situasi dengan sikap rasional. 

Hal tersebut melibatkan pengenalan emosi,  menghindari penafsiran berlebihan terhadap situasi yang dapat memicu respons emosional, memberikan respons yang proporsional dan sesuai dengan situasi, dan dapat diterima oleh lingkungan sosial. 

Sementara itu, dalam buku "Emotional Intelligence" yang terbit pada tahun 1999, Daniel Goleman mengidentifikasi berbagai dimensi emosi, yang meliputi kesadaran diri, motivasi, pengendalian diri, dan empati. 

Kita perlu belajar untuk menerima situasi dan perasaan. Artinya, kita harus berani merasakan apa yang kita rasakan tanpa menyangkal atau mengabaikannya. Ketika kita marah, sedih, atau kecewa, sadari bahwa perasaan itu adalah bagian dari pengalaman manusia yang wajar. Yang terpenting adalah bagaimana kita mengelola perasaan tersebut dengan cara yang sehat.

Saya sendiri mulai belajar bahwa merasakan emosi itu bukan tanda kelemahan. Sebaliknya, hal tersebut adalah langkah awal menuju kesejahteraan emosional. Menghadapi perasaan tersebut membuat saya dapat memahami diri sendiri lebih baik dan menemukan cara yang tepat untuk mengatasinya. 

Saya belajar untuk berbicara tentang apa yang saya rasakan kepada orang-orang terdekat atau menyalurkannya melalui kegiatan yang positif seperti menulis. Proses ini memang tidak mudah dan butuh waktu. Namun, saya merasakan perbedaan besar. Saya merasa menjadi lebih tenang, dan lebih jujur pada diri sendiri. Secara tidak langsung, saya juga tengah membangun kesehatan mental yang lebih kuat.

Penting untuk kita semua belajar mengendalikan emosi dengan benar. Rasakan setiap emosi yang datang, hadapi tanpa penolakan, dan kontrol dengan cara yang sehat. Bukan dengan memendam, tapi dengan merangkul dan mengelola perasaan tersebut. Bak petualangan, setiap emosi yang kita rasakan dapat membawa kita lebih dekat pada pemahaman diri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun