Selain itu, ia sering menonton film di bioskop, sering kali mencuri waktu belajarnya. Semua ini dilakukannya karena pelajaran di pesantren relatif mudah baginya sehingga tidak perlu belajar secara serius, atau mungkin ini adalah kelanjutan dari kenakalannya sejak kecil menuju petualangan masa remajanya.Di sini kita melihat bahwa dunia pertunjukan atau sandiwara yang disukai oleh Gus Dur sangat beragam, bahkan bisa dikatakan bertolak belakang antara seni modern dan seni tradisional. Oleh karena itu, ia selalu mempertahankan tradisi sambil mengikuti perkembangan zaman. Fase belajarnya dari Jogja hingga Magelang memperluas bacaannya dengan segala keragaman, mulai dari cerita silat karya Ko Phing Ho hingga novel-novel Barat. Ia juga mendalami karya-karya klasik pemikir Barat dan para aktivis perubahan dunia seperti Karl Marx dan Lenin. Untuk usianya saat itu, membaca buku-buku tersebut adalah hal yang luar biasa. Gus Dur mungkin dianggap aneh, langka, ajaib, atau kontroversial, terutama dalam konteks bahasa Inggris. Namun, begitulah Gus Dur. Selain dididik oleh guru-guru informal yang hebat, mungkin Tuhan juga memberikan karunia kepadanya sehingga ia cepat memahami dan memiliki ingatan luar biasa terhadap bacaan.Â
Hal inilah yang tampaknya menjadi dasar bagi seorang calon pemimpin masa depan. Setelah lulus dari SMP di Jogjakarta pada tahun 1957, Gus Dur pindah ke Magelang, tepatnya ke Pesantren Tegalrejo di bawah asuhan Kiai Khudori yang karismatik. Di sana, Gus Dur belajar sepenuhnya tentang dunia pesantren dan ilmu-ilmu terkait. Gus Dur menempuh pendidikan di pesantren ini selama dua tahun, hingga tahun 1959. Pada saat yang sama, ia juga belajar paruh waktu di Pesantren Denanyar Jombang di bawah bimbingan kakeknya dari pihak ibu, Kiai Bisri Syansuri. Setelah dua tahun belajar di Pesantren Tegalrejo, Gus Dur melanjutkan pendidikannya ke Pesantren Tambakberas di Jombang pada tahun 1959, di bawah asuhan Kiai Wahab Hasbullah. Di pesantren ini, Gus Dur menjalin hubungan yang intens dengan Kiai Wahab Hasbullah. Dari pesantren ini pula, ia mendapatkan dorongan untuk menjadi pengajar. Akhirnya, ia mengajar dan bahkan pernah menjadi kepala madrasah modern. Dari pesantren inilah, minat Gus Dur mulai berkembang tidak hanya pada studi keislaman tetapi juga pada berbagai bidang lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H