Memulai suatu yang pernah kita tinggalkan itu bukan hal yang mudah.
Kata-kata yang ditulis Mitch Albom dalam salah satu novelnya sungguh sangat saya ingat. Saya mengakui kebenarannya, terutama dalam kegiatan menulis yang saya sukai.
Terakhir ini saya mendapat tawaran mengikuti acara kompasianer di ibukota provinsi yang dari tempat tinggal saya kira-kira harus ditempuh dalam waktu empat sampai lima jam dengan menggunakan kendaraan bermotor. Saya ingin ikut, namun ada yang membuat saya terasa berat untuk ikut. Bukan, bukan karena masalah jarak yang cukup jauh. Saya hanya malu.
Ya, setelah saya periksa lagi, akun kompasiana inilah yang membuat saya diajak untuk ikut berpartisipasi. Akun yang hanya sekali saya isi dengan kisah pribadi sekitar lima tahun yang lalu. Saya memiliki dua akun kompasiana sebenarnya. Tapi yang satunya pun sudah tak pernah saya isi tulisan lagi. Terakhir ada keinginan itu, tapi saya lupa passwordnya. Saya berusaha memulihkannya, namun tak berhasil.
Mungkin sudah memang digariskan, saya jadi ingat memiliki akun kompasiana ini setelah dikabari melalu email. Ya, saya baru ingat selain akun yang saya lupa kata kuncinya itu, saya memiliki akun ini. Akun yang ini pun saya lupa kata kuncinya. Namun, ketika saya coba masuk lewat akun facebook, ternyata bisa.
Jadi, begitulah. Saya mencoba menulis dan mengisi akun kompasiana ini kembali dan berharap dapat kembali menulis sebuah buku lagi.
Melihat teman-teman sesama penulis yang semakin bersinar karir kepenulisannya, terkadang saya iri. Ini mengingatkan saya pada kata pengantar yang ditulis Antonio Skarmeta dalam bukunya Il Postino (The Postman). Â Penulis Chili ini merasa rendah diri dan iri pada teman-teman penulis seangkatannya yang telah begitu produktif dan menghasilkan banyak karya, tebal-tebal pula, sedangkan dirinya selama bertahun-tahun mencoba menulis namun tanpa hasil. Tapi akhirnya setelah berjuang bertahun-tahun, terbitlah Il Postino yang berkisah tentang persahabatan Santiago sang tukang pos dengan penyair Pablo Neruda. Sebuah novel pendek, namun sangat berkesan bagi saya hingga saya membacanya berulang kali.
Jika tidak bisa begitu produktif, tak mampu menjadi penulis prolifik istilah kerennya, saya berharap mampu menghasilkan novel pendek, namun mampu bersuara dan menyentuh  seperti halnya Il Postino. Itu akan saya usahakan mulai sekarang, biarpun begitu mengharukannya kemalasan saya dalam menulis (meminjam kata-kata dari Antonio Skarmeta).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H