"Teknologi kini semakin banyak digunakan dalam dunia kesehatan, tapi apakah kita sudah siap menghadapi risiko yang datang bersamanya?"
Transformasi digital dalam bidang kesehatan telah berkembang pesat, terutama sejak pandemi COVID-19. Percepatan adopsi teknologi digital dan kecerdasan buatan (AI) memberikan potensi besar untuk meningkatkan efisiensi, akurasi diagnosis, serta aksesibilitas layanan kesehatan. Namun, di balik kemajuan ini, terdapat tantangan-tantangan etis yang perlu perhatian serius, karena teknologi yang semakin canggih tidak serta-merta menjamin keadilan dan keamanan bagi setiap individu.
Salah satu tantangan utama yang muncul adalah isu privasi dan keamanan data pasien. Seiring dengan pesatnya digitalisasi, data kesehatan kini lebih mudah diakses dan lebih rentan untuk bocor. Penelitian menunjukkan bahwa hampir 68% institusi kesehatan mengalami kebocoran data, dan sebagian besar yang terungkap melibatkan informasi kesehatan yang sangat sensitif. Keamanan data pribadi yang terhubung dengan teknologi digital, seperti rekam medis elektronik, harus menjadi prioritas utama. Setiap kebocoran data bisa berisiko merusak hubungan kepercayaan antara pasien dan penyedia layanan kesehatan, serta dapat membuka pintu bagi penyalahgunaan informasi pribadi.
Selain masalah privasi, bias dalam algoritma AI juga menimbulkan kekhawatiran serius terkait keadilan dalam pelayanan kesehatan. AI yang digunakan untuk diagnosis atau penanganan medis bisa menghasilkan keputusan yang tidak adil bagi kelompok-kelompok tertentu, terutama yang kurang terwakili dalam data yang digunakan untuk melatih sistem tersebut. Misalnya, algoritma AI yang lebih sering dilatih menggunakan data dari kelompok populasi tertentu dapat cenderung memberikan diagnosis yang kurang akurat atau bahkan merugikan kelompok lain, seperti minoritas rasial atau etnis tertentu. Inilah mengapa keadilan harus menjadi prinsip utama dalam pengembangan dan penerapan teknologi AI di bidang kesehatan.
Tidak kalah pentingnya, adalah kurangnya transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan teknologi digital dalam pengambilan keputusan medis. Saat algoritma AI mulai mempengaruhi keputusan klinis, sering kali tenaga medis menghadapi kesulitan untuk menjelaskan atau mempertanggungjawabkan keputusan tersebut kepada pasien. Ini dapat menciptakan ketidakpastian dan menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap sistem kesehatan berbasis digital. Kepercayaan publik adalah fondasi yang sangat penting dalam setiap sistem layanan kesehatan, dan ketidakjelasan dalam penggunaan teknologi dapat merusaknya.
Apa itu Etika dalam Kesehatan Digital?
Di tengah perdebatan tentang keuntungan dan risiko transformasi digital ini, muncul kebutuhan mendesak untuk kerangka etika dalam kesehatan digital. Etika kesehatan digital menggabungkan prinsip-prinsip etika medis dengan pertimbangan teknologi informasi yang relevan. Dalam era digital ini, pelayanan kesehatan yang menggunakan teknologi seperti telemedicine dan aplikasi kesehatan memerlukan standar etika yang ketat untuk memastikan bahwa teknologi digunakan secara adil, transparan, dan bertanggung jawab.
Salah satu prinsip utama dalam etika kesehatan digital adalah akuntabilitas, yang berarti bahwa setiap pihak yang terlibat dalam penggunaan teknologi medis harus bertanggung jawab atas dampak yang ditimbulkan, baik dalam hal keputusan medis yang diambil maupun dalam hal perlindungan data pasien. Selain itu, inklusi juga harus diperhatikan. Setiap individu, tanpa memandang latar belakang sosial, ekonomi, atau budaya, harus memiliki akses yang sama terhadap layanan kesehatan yang ditawarkan oleh teknologi ini. Terakhir, teknologi kesehatan harus selalu mengutamakan kesejahteraan pasien, memastikan bahwa teknologi yang diterapkan memberikan manfaat nyata tanpa menimbulkan risiko atau kerugian yang tidak diinginkan bagi pasien.
Perlindungan Data Pasien: Tanggung Jawab Bersama
Dalam praktiknya, menjaga kerahasiaan data pasien bukan hanya merupakan kewajiban hukum, tetapi juga fondasi dari hubungan kepercayaan antara pasien dan tenaga medis. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan mengatur secara tegas bahwa fasilitas pelayanan kesehatan wajib menjaga kerahasiaan dan keamanan data pasien. Pasal 4 ayat 1 undang-undang ini menyatakan bahwa setiap individu berhak atas kerahasiaan informasi kesehatan pribadinya. Oleh karena itu, penting bagi tenaga medis dan penyedia layanan kesehatan untuk menjaga data pasien dengan penuh tanggung jawab dan memastikan bahwa setiap keputusan medis didasarkan pada informasi yang akurat dan tidak disalahgunakan.
Namun, meskipun regulasi yang ada sudah cukup ketat, risiko kebocoran data masih menjadi ancaman nyata. Proses digitalisasi rekam medis memang membawa banyak manfaat, seperti efisiensi dan kemudahan akses, namun juga menimbulkan tantangan baru dalam hal privasi. Faktor seperti kurangnya prosedur keamanan yang memadai, ketidaktahuan staf mengenai pentingnya pengamanan data, serta penggunaan perangkat teknologi yang usang, semua dapat membuka celah bagi kebocoran data. Hal ini memerlukan upaya lebih dari semua pihak, baik penyedia layanan kesehatan, pemerintah, maupun masyarakat untuk menjaga keamanan data dengan baik.
Langkah untuk Mengatasi Tantangan Etika
Untuk menghadapi tantangan etika yang muncul, beberapa langkah perlu dilakukan. Pelatihan etika medis bagi tenaga kesehatan adalah salah satu langkah penting. Hal ini akan membantu tenaga medis memahami dan mengimplementasikan prinsip-prinsip etika dalam penggunaan teknologi kesehatan. Selain itu, pengembangan regulasi yang jelas terkait penggunaan teknologi digital dalam pelayanan kesehatan juga sangat diperlukan, agar semua pihak tahu batasan dan kewajibannya.
Peningkatan kesadaran publik tentang pentingnya perlindungan data pribadi juga harus dilakukan. Masyarakat perlu diberikan informasi yang jelas mengenai hak-hak mereka terkait data pribadi dan bagaimana mereka dapat melindunginya ketika menggunakan layanan kesehatan digital. Kepercayaan publik hanya bisa terbangun jika mereka merasa aman dan terlindungi dalam setiap aspek pelayanan kesehatan.
Sudah Amankah Data Kita?
Pada awal tahun 2022, Indonesia diguncang oleh salah satu kebocoran data terbesar yang melibatkan rekam medis pasien COVID-19. Sebanyak enam juta data pasien diduga telah dijual di situs web Raid Forums, dengan penjual yang dikenal sebagai Astarte mengklaim bahwa informasi tersebut berasal dari server pusat Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Insiden ini menjadi sorotan serius terkait lemahnya implementasi peraturan perlindungan data pribadi di Indonesia, meskipun sudah ada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang mengaturnya. PP No. 28 Tahun 2024, khususnya pada pasal 780, mengamanatkan fasilitas pelayanan kesehatan untuk memastikan keamanan data pribadi pasien dan menerapkan langkah-langkah pengamanan yang memadai. Namun, kebocoran data yang melibatkan jumlah besar ini menunjukkan bahwa kewajiban tersebut belum dijalankan dengan optimal. Kejadian ini bukan hanya melanggar hak privasi pasien, tetapi juga berpotensi menimbulkan diskriminasi, stigma sosial, dan merusak kepercayaan masyarakat terhadap sistem kesehatan.