Mohon tunggu...
Ananda Maulina
Ananda Maulina Mohon Tunggu... Lainnya - Saya hanya seorang ibu rumah tangga yang kebetulan gemar membaca dan menulis

Saya tipikal orang yang periang, humoris. Menyukai jalan-jalan ke tempat-tempat yang tidak begitu ramai.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bersama Arwahmu

7 Desember 2024   10:59 Diperbarui: 7 Desember 2024   11:57 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lalu kami berdua berjalan berdampingan. Dan segudang cerita pun keluar dari mulut kami. 

Leticia adalah temanku waktu kami sama-sama aktif di komunitas senam aerobic. Kami sering berangkat janjian, dan pulang keluyuran dulu sesuka hati kami. Teman-teman kami yang lain kerap menjuluki kami sebagai kembaran, karena kekompakan kami dalam segala hal. Padahal aku baru mengenalnya di sanggar senam tersebut.

Hingga pada suatu hari, dia mengalami kecelakaan dan terluka parah, dan kemudian dirujuk ke rumah sakit besar di ibu kota. Hingga akhirnya di antara kami pun putus komunikasi, ditambah lagi ponsel aku hilang, jadi mesti ganti nomor baru. 

Dan kini, sekitar 6 bulan berlalu, tiba-tiba ia muncul lagi di depanku dengan penampilan yang fresh. Tak terlihat ada tanda-tanda bekas kecelakaan. Ia masih terlihat seperti Leticia yang dulu, cantik dan ceria. Aku pikir, mungkin ia melakukan perawatan diri yang super ketat, atau mungkin juga menjalani operasi plastik. Wajar, karena dia anak orang kaya.

"Kita istirahat dulu yuk, lumayan capek nih," ajak Leticia. Tampaknya ia mulai kelelahan.

"Ayok, tuh di sana aja, sambil sarapan bubur." Aku menuntunnya ke arah tukang jualan bubur yang berada di sekitaran tempat kami berolah raga.

"Bang, bubur ayamnya 2, makan di sini," aku memesan 2 porsi bubur ayam.

Si abang tukang bubur ayam memandangku dengan tatapan kebingungan, namun ia tetap melayani kami. 

Setelah bubur ayam hangat terhidang, aku dan Leti segera menyantapnya, sambil sesekali berbincang. Si abang tukang bubur ayaam masih mencuri-curi pandang ke arah kami dengan sorot mata yang aneh.

Ah, aku tak peduli. Mungkin dia kagum kali sama kecantikan Leti.

Setelah selesai, dan merasa istirahatnya cukup, kami memutuskan untuk pulang saja, karena hari sudah beranjak siang. Ketika aku meminta untuk saling tukar nomor ponsel, dia tidak memberi dengan alasan tidak hapal nomor dan ponselnya lupa tidak dibawa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun