Mohon tunggu...
Siti Rubaidah
Siti Rubaidah Mohon Tunggu... -

bunga indah nan elok bertangkaikan duri

Selanjutnya

Tutup

Politik

Berharap Pada Sosok Presiden Baru

28 Oktober 2013   15:40 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:55 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini bangsa Indonesia memperingati peringatan sumpah pemuda 28 Oktober 2013. Sumpah pemuda adalah tonggak sejarah dimana peran pemuda dalam sejarah nasional ditorehkan. Kesadaran bahwa pergerakan kemerdekaan nasional tak akan berhasil tanpa adanya persatuan dan kesatuan mendorong para pemuda dari seluruh penjuru nusantara melakukan pertemuan nasional dan membuat kesepakatan yang kemudian di sebut dengan Sumpah pemuda. Adapun ikrar sumpah pemuda sebagaimana kita kenal bersama adalah ; bertanah air satu tanah air Indonesia, berbangsa satu bangsa Indonesia dan berbahasa satu bahasa Indonesia.

Kiprah dan peran pemuda bagi sebuah perubahan dan kebangkitan nasional senantiasa penting dalam sejarah pergerakan Indonesia. Oleh sebab itu Bung Karno perlu menegaskannya dalam Bukunya yang berjudul Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, "Seribu orang tua hanya dapat bermimpi, satu orang pemuda akan dapat mengguncang dunia."

Akhir-akhir ini banyak lembaga survey yang melansir sosok presiden 2015 mendatang.  Memang banyak kritik terhadap lembaga survey yang saat ini sedang marak. Sebagai contoh banyak lembaga survey yang bekerja dan menjadi konsultan politik beberapa partai politik tertentu, sehingga otomatis hasil surveynyapun bisa jadi merupakan pesanan partai politik tersebut. Audit dan transparansi dari lembaga survey yang tidak jelas, serta akurasi beberapa lembaga survey yang bertentangan dengan fakta politik di lapangan. Terlepas dari persoalan itu semua kiranya publik mulai bisa melirik sosok-sosok calon presiden mendatang  yang disuguhkan oleh beberapa lembaga survey tersebut.

Suatu hal yang menggembirakan bahwa diantara sosok calon presiden 2015 mendatang muncul wajah-wajah yang masih bisa dikategorikan pemuda. Beberapa nama yang muncul sebagai presiden mendatang dan merupakan tokoh baru yang mewakili sosok pemuda dalam bursa kepresidenan. Sebut saja nama seperti Joko Widodo, Dahlan Iskan, Mahfudz MD adalah wajah-wajah baru dan masih segar dalam bursa kepresidenan Sedangkan beberapa nama lama yang masih menguat dalam bursa kepresidenan ada Megawati Soekarnoputri, Yusuf Kalla, Prabowo Subianto, Wiranto, serta Abu Rizal Bakri.

Dari nama-nama yang muncul, tercermin bahwa publik sudah mulai bosan dan jengah dengan model kepemimpinan SBY yang dua periode ini menjabat sebagai presiden. Walaupun pada awal kemunculannya masyarakat demikian mendambakan sosok dan figur SBY. Jika kita menengok kilas balik kepemimpinan SBY, kita melihat bagaimana di  awal karier politiknya SBY mampu mendongkrak dan memperoleh simpati publik lewat pencitraan yang luar biasa. Partai Demokrat sebagai partai baru dalam kancah pemilihan umum tahun 2004 mampu mengemas citra dan popularitas SBY sebagai pendulang perolehan suara. Walhasil dalam Pemilihan Umum tahun 2004 perolehan Partai Demokrat sebanyak 7,45% (8.455.225) dari total suara dan mendapatkan kursi sebanyak 57 diDPR. Sementara pada pemilihan umum tahun 2009, dimana SBY terpilih sebagai presiden untuk kedua kalinya dari Partai Demokrat yang menjadi tunggangan politiknya berhasil memperoleh 150 kursi (26,4%) di DPR RI.

Dengan dukungan yang minim di parlemen tersebut, SBY mencoba mengamankan posisinya dengan cara merangkul partai lain untuk berkoalisi. Pada tahun 2004 Partai Demokrat berkoalisi dengan PBB, PKPI, PKS. PPP dan Partai Golkar. Sedangkan pada pemilu 2009 Partai Demokrat merangkul dan berkoalisi dengan PKS, PAN, PKB, Partai Golkar dan PPP. Selain melakukan koalisi dengan partai-partai di parlemen untuk mengawal kebijakannya, SBY mencoba mengakomodir kepentingan partai-partai tersebut dalam kabinetnya. Sehingga dalam kabinet Indonesia Bersatu jilid I dan jilid II kita bisa melihat beberapa petinggi partai lain yang menjadi pembantu presiden. Alih-alih mendapat dukungan dan menjaga kebijakan politik SBY, para menteri yang berasal dari latar belakang partai politik sering menjadi masalah. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa selama ini kader partai politik yang duduk di tempat-tempat strategis masih menjadi pembuka sumber-sumber keuangan negara bagi pembiayaan dan operasional partai politik. Semakin banyaknya kader patai Demokrat yang tersandung kasus korupsi seperti Nazaruddin, Angelina Sondakh dan Anas Urbaningrum citra bersih dan anti korupsi yang menjadi ikon Partai Demokrat semakin pudar. Belum lagi masalah pribadi SBY yang sering kontraproduktif dalam memberikan statement, banyak curhat yang tidak perlu semakin memperpuruk citranya. Hal-hal inilah yang membuat publik mulai bosan atau boleh dikatakan mencari sosok figur lain untuk menggantikan SBY.

Sukardi Rinakit salah satu pendiri Soerjadi Sugeng Syndicate pernah menyampaikan dalam sebuah diskusi di Sespimti, bahwa preferensi masyarakat Indonesia dari waktu ke waktu berubah. Pada era Orde Lama preferensi masyarakat kita adalah berdasarkan pada daya tarik dan ikatan ideologi. Studi Feith and Castle (1970) secara gamblang menunjukkan pembelahan ideologi seperti nasionalis radikal, tradisionalis jawa, Sosialis, Komunis, Islam, serta irisan-irisan aliran lainnya. Sementara pada  era Orde Baru preferensi masyarakat kita berubah pada institusi politik sebagaimana Clifford Geertz (1965) membagi dalam tiga kategori (trikotomi) yakni santri yang terwadahi dalam PPP, abangan yang terwadahi dalam PDI dan priyayi yang terwadahi dalam Golkar. Seiring waktu berjalan, preferensi masyarakat kita berubah lagi dan semakin dangkal karena mengarah pada figur. Sehingga dari waktu ke waktu kita bisa mengamati bagaimana masyarakat kita mengidolakan tokoh atau figurnya, bermula dari figur Gus Dur, kemudian beralih ke Megawati Soekarnoputri, dan terakhir adalah sosok SBY.

Jika menilik perkembangan yang terjadi bagaimana trend Jokowi menjadi Gubernur dan sekarang menguat sebagai kandidat presiden kita bisa meraba bagaimana masyarakat kita sedang rindu dengan sosok baru sebagai ganti figur SBY yang mudah mengeluh, kurang tegas. Sosok lain seperti Dahlan Iskan , Mahfudz MD dan Prabowo Sugianto yang menguat juga menjadi jawaban atas harapan masyarakat atas munculnya sosok yang tegas dan berintegritas serta visioner dan merakyat.

Ketika preferensi masyarakat berdasarkan figur ini berkembang maka masyarakat cenderung pragmatis. Hal ini bisa di amati dari kecenderungan masyarakat kita yang mudah lupa, mudah bosan dan mudah kasihan/simpati. Sementara di pihak lain partai politik yang sangat memegang peranan dalam pusaran politik seringkali juga bersikap pragmatis dalam melakukan rekruitmen terhadap sosok-sosok pemimpin nasional baik itu legislatif maupun kandidat presiden. Melihat bahwa kecenderungan masyarakat mengarah ke figur, menyebabkan partai politik seringkali juga pragmatis, melakukan rekruitmen kader hanya dari kalangan pengusaha, TNI/Polri, dan yang banyak dari kalangan artis. Bisa dipahami bagaimana partai politik berharap banyak pada pengusaha untuk meraih bahkan membeli suara, sosok dari latar belakang TNI/Polri dianggap mampu menjaga stabilitas dan keutuhan NKRI dan terakhir figur artis dianggap mempunyai daya tarik untuk menyedot simpati masyarakat terhadap partai politik yang besangkutan.

Masih sangat langka kalau tidak boleh dikatakan tak ada upaya untuk melakukan rekruitmen kader dan sosok pemimpin yang punya integritas di luar tiga jalur tersebut. Hal ini menyulitkan bagi masyarakat untuk mencari sosok figur yang mempunyai integritas. Padahal semestinya peran partai politik salah satunya adalah menciptakan dan melakukan rekruitmen kader dan pemimpin yang memiliki komitmen, loyalitas, berdedikasi dan mempunyai integritas.  Terlepas dari sikap pragmatisme yang ditunjukkan oleh masyarakat dan partai politik, kita berharap bahwa proses demokrasi ke depan yakni pemilihan umum legislatif tahun 2014 dan  pemilihan umum presiden tahun 2015 mampu memilih dan menciptakan kepemimpinan nasional sebagaimana diharapkan.

Seperti apa sosok dan figur yang patut memimpin bangsa Indonesia ini ke depan, kiranya kita bisa mendengar pendapat beberapa pakar. Menurut Saldi Isra, kepemimpinan ke depan adalah cerminan kemampuan membangun dan menjaga integritas dalam balutan karakter sebagai berikut, yakni:

Pertama, strong and persuade leadhership; ke depan dibutuhkan pemimpin yang kuat yang selalu bergerak dalam koridor pemerintahan demokratis.

Kedua, mau dan mampu menerima konsekwensi dari praktik sistem kepartaian majemuk (multiparty sistem). Itu artinya pemimpin ke depan harus mampu menahan diri untuk tidak membangun koalisi yang kedodoran (over size coalition) sebagaimana kabinet yang berjalan sekarang. Di mana menteri yang berasal dari partai politik bekerja tidak sepenuh hati di kabinet dan bekerja di bawah dua kendali yakni antara partai politik dan presiden.

Ketiga, pemimpin yang  negarawan. Salah satu penyakit akut dalam politik kita adalah banyaknya jabatan rangkap dalam partai politik sekaligus di pemerintahan. Nah, ke depan dibutuhkan pemimpin yang legowo untuk meletakkan jabatannya dalam kepartaian ketika dia sudah terpilih dan diberi amanah dalam tugas kenegaraan. Pandangan bahwa kesetiaan kepada partai harus berakhir ketika pengabdian pada negara dimulai (my loyalty to my partyends, where my loyalty to mu country begins) harus menjadi landasan etika untuk mencegah conflict of interest yang terjadi.

Sedangkan menurut  Mahfudz MD, Ketua MK yang berkomitmen dan siap menjadi presiden di tahun 2014 nanti, sosok pemimpin dan presiden ke depan harus mempunyai dua hal, yakni;

Pertama, merah yang berarti berani. Seorang pemimpin harus seorang yang berani mengambil resiko, berani mengambil sikap dan berani berkomitmen untuk melakukan perubahan.

Kedua, putih yang bermakna bersih diri, tidak tercederai atau tersandera oleh kasus yang merusak nama baik dan citra dirinya, terutama yang bersifat moral, etik maupun hukum. Misalnya, tidak tersandung kasus korupsi, narkoba, pelecehan seksual dan tidak tersangkut persoalan hukum.

Merah dan putih keduanya harus dimiliki, karena pemimpin yang hanya berwatak merah tanpa memiliki sifat putih akan berbahaya. Sedangkan pemimpin yang putih bersih tanpa punya watak merah dia akan cenderung peragu dan semakin memerosokkan bangsa ini ke arah ketertinggalan.

Pesta demokrasi yang akan digelar pada tahun 2014 dan 2015 mendatang adalah sebuah harapan. Harapan kita, masyarakat dan bangsa ini ke depan menentukan arah dan dinamika demokrasi politik selanjutnya. Mampukan dinamika politik ke depan menjawab keadilan dan kesejahteraan masyarakat, ataukah ia hanya menjadi putaran waktu yang silih berganti tanpa banyak memberi arti. Siapa sosok presiden yang terpilih dan dipilih ke depan adalah bergantung dari partisipasi dan kesadaran politik rakyat. Dan munculnya presiden yang menjadi representasi dan semangat muda menebarkan semangat baru. Semangat merajut kembali keIndonesiaan kita yang yang sedang terpuruk  dan semangat membangun Indonesia Baru.

Jakarta, 28 Oktober 2013

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun