Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Kolektor

Pernah kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsrat Manado

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

COVID-19, Politik, Utang Negara dan Isu Terorisme

1 Agustus 2021   16:36 Diperbarui: 1 Agustus 2021   16:49 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

TIDAK dapat dinafikkan bahwa situasi sosial kita di Indonesia akhir-akhir terbalik 87%. Bagaimana tidak, sebelum pandemi COVID-19, masyarakat yang terbiasa melakukan pertemuan dengan jumlah banyak, berkerumun, bahkan pesta pora, di era ini tidak ada lagi. Jikalaupun ada, mungkin mereka yang 'gila'. Atau bisa juga orang-orang kebal hukum.

Perhatian pemerintah untuk memutus mata rantai COVID-19, massif dilakukan. Mulai dari PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) dilakukan pemerintah. Setelah ini, apalagi?. Kemungkinan, cerita penularan COVID-19 ini berlanjut. Ceritanya berepisode, dari sesi satu, sampai sesi selanjutnya.

Tidak main-main, anggaran yang tersedot untuk penanggulangan COVID-19 juga tidak sedikit. Totalnya Rp 695,2 Trilian, biaya penanggulangan COVID-19 yang inklud dengan program PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional). Luar biasa, efeknya pembangunan infrastruktur dipending. Ada pula program refocusing dan alokasi anggaran.

Beberapa pakar dan pengamat ekonomi juga menyebut, nyaris ambruk keuangan negara kita. Hanya saja pemerintah tidak terbuka. konstruksi pendapatan ekonomi Indonesia seperti lebih besar pasak daripada tiang. Artinya, kalau diakumulasikan total hutang Indonesia, sangat menumpuk. Buanyak utang kita sampai-sampai akan diwariskan kepada generasi mendatang.

Sedih, utang kok diwariskan. Tapi begitulah realitasnya. Utang pemerintah, tetap saja menjadi beban rakyat. Kita rakyat kecil beranggapan harusnya yang diwariskan pemerintah adalah prestasi dan karya gemilang. COVID-19 disatu sisi dapat dibilang menolong pemerintah yang lagi kambuh sakitnya seperti Indonesia.

Kekuatan COVID-19 dahsyat, terbukti dapat memukul ragam dimensi kehidupan rakyat. Walau begitu, COVID-19 masih dikalahkan power politik. Terbukti dengan pelaksanaan Pilkada Serentak 2020. Padahal, di massa itu pembatasan dilakukan di rumah-rumah ibadah. Hampir semua rumah ibadah di daerah-daerah di tutup. Ironisnya, Pilkada dilaksanakan.

Apakah karena utang negara meningkat, sehingga perjalanan pemerintah mengalami 'stumbling' atau terseok-seok. Lalu dalam momentum bersamaan COVID-19 datang sebagai penyakit global-transnasional. Rakyat akhirnya disibukkan dengan perintah stay at home, menghindari kerumunan dan work from home.

Dilain pihak, isu terorisme juga meredup. Isu ini dalam kecurigaan saya ternyata dapat dikalahkan COVID-19. Berarti, bisa menjadi benar sinyalemen beberapa aktivis bahwa isu-isu semacam terorisme ini merupakan skeanrio pemerintah. Para teroris juga takut terhadap COVID-19.

Dinamika sosial secara universal juga mengisyaratkan bahwa COVID-19 dalam operasinya punya kecenderungan ganda. Terbukti dengan penerapan PPKM Darurat hanya dilakukan di malam hari. Gimana ceritanya mau selesai penularan COVID-19, jika penertiban atau penerapan disiplin hanya dilakukan di malam hari. Kemudian, siang harinya aktivitas masyarakat tetap mencair berkerumun.

Jangan sampai upaya memutus mata rantai COVID-19 seperti membuang garam di laut. Begitu pula dengan case, mulai angkat kakinya sejumlah TKA China dari Indonesia. Tidak ada pengaruhnya menurut saja sebagai rakyat awam, kalau mau tegas sejak awal COVID-19 menghadang TKA tidak diizinkan datang ke Indonesia.

Kenapa diawal pemerintah melonggarkan, namun setelah sekarang barulah mereka balik ke Negara masing-masing?. Ada yang janggal. Kondisi inilah yang membuat Rocky Gerung berceloteh, bahwa jangan-jangan TKA sudah meninggalkan atau menyebarkan Intelijennya di Indonesia untuk memata-matai gerak rakyat.

Sebuah argumen yang patut menjadi perhatian. Peta jalan yang dibuat pemerintah dalam penanganan penularan COVID-19 masih abstrak, bahkan kontradiktif. Fakta tersebut dapat dibaca dari perbedaan pandangan sejumlah Menteri (Menko) terkait penerapan PPKM.  

Mulai dari usul PPKM Darurat versi Luhut dan Airlangga juga berbeda. PPKM Darurat dari level 1 hingga level 4, dan mungkin saja sampai level 2024 tidak banyak memberi kontribusi terhadap usaha memutus mata rantai COVID-19. Malah sekarang rakyat dicekoki dengan 'pemaksaan' vaksinasi COVID-19.

Jika tidak vaksin, maka ancaman menunggu. Ancaman paling minimalis adalah bagi rakyat yang bepergian dari satu daerah ke daerah lainnya. Terlebih bagi yang memanfaatkan jasa penerbangan jalur udara (pesawat) harus mengantongi Sertifikat Vaksinasi dan PCR. Belum lagi mengurus administrasi lainnya yang begitu ribet. Seolah-olah semua urusan ini dibisniskan. 

Begitupun untuk berurusan di kantor Lurah, Kantor Camat atau kantor pemerintahan lainnya harus membawaserta Sertifikat Vaksinasi. Tradisi sosial rakyat menjadi berbalik arah. Jauh dari kebiasaan-kebiasaan sebelum COVID-19 melanda Indonesia. Sampai kapan situasi krisis dan disparitas ini berakhir?, seharusnya pemerintah memberikan kepastian.

Jangan menggantung atau membawa rakyat pada situasi ketidakpastian. Sebab, jika begini-begini saja cara penanganan wabah COVID-19, maka percayalah rakyat akan melawan. Bagaimanapun itu, rakyat akan bosan dengan situasi serba tertekan seperti ini.

Indonesia dalam hantaman darurat kesehatan COVID-19, mesti mampu dihadapi pemerintah. Jangan sampai pemerintah mengabaikan situasi ekonomi rakyat yang makin pelik tiap saat. Harus lebih cepat, tepat dan serius menangani COVID-19 yang memukuh basis ekonomi rakyat secara telak.

Lupakanlah dulu urusan politik. Kepentingan politik 2024 jangan sampai disisipkan dalam upaya menangani COVID-19. Karena saat ini bau busuk praktek culas, mendopleng program pemerintah untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya. Sambil berusaha pelan-pelan mencicil utang negara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun