Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Kolektor

Pernah kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsrat Manado

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi dan Pembiaran Konflik Demokrat

6 Maret 2021   13:21 Diperbarui: 6 Maret 2021   15:52 503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jokowi dan SBY (Dok Kompas.com)

BENARKAH karena Presiden Jokowi dituding terlibat mengintervensi Partai Demokrat atau Partai politik (Parpol) yang menyebabkan Kongres Luar Biasa (KLB) berjalan mulus?. Mula-mula santer dilayar kaca Televisi, beberapa petinggi Partai Demokrat getol bicara soal keangkuhan Negara yang dinilai melakukan intervensi terhadap urusan internal Parpol.

Negara disini tentu direpresentasikan Jokowi, selaku Presiden. Mengikuti alur perdebatan, publik menangkap posisi Jokowi setelah ada tundingan tersebut, ia marah besar. Diambillah langkah pasif. Memilih menghindari konflik, tak mau disebut ikut campur. Hasilnya malah merugikan AHY. Padahal dalam konstitusi ada batasan dan kaitan Jokowi mesti ikut campur. Ketika dilepas, jadilah kekacauan politik kian ruwet.

Dari marahnya Jokowi. Ia menampilkan sikap apatis untuk konflik Partai Demokrat. Alhasil, KLB Demokrat jalan dan Jokowi tidak mau menghentikannya. Jika Jokowi mau, gampang saja. Tentu alasannya, Jokowi takut dituduh melakukan intervensi lagi. Secara politik Jokowi menang. Saya kira, Jokowi mau membuka mata SBY cs bahwa peran pemerintah begitu penting. Bila pemerintah diam, kekacauan akan melanda rakyatnya.

Apalagi kepentingan untuk Pemilu 2024 sudah tercium aromanya. Pemetaan, peran posisi dalam koalisi-koalisi Parpolpun mulai digaungkan. Pecahnya Partai Demokrat, 'original vs imitasi'. Kongres versi KLB, menandakan Partai Demokrat menghadapi badai yang serius. Menariknya, Moeldoko yang menang dalam KLB ditetapkan tanpa menunda-nunda waktu yang lama. Tidak seperti KLB biasanya.

Disisi lain, SBY bahkan menyebutkan bahwa Moeldoko dengan darah dingin melakukan kudeta. Konflik di tubuh Demokrat makin menarik dan sexi untuk diikuti. Tidak mudah bagi SBY menghadapi realitas ini. Berbeda saat dirinya menjabat Presiden. Dalam kondisi inilah, SBY ditekan agar lemah. Lalu diajukanlah alternatif kompromi. Kita lihat saja, setelah dualisme ini, SBY melalui AHY akan merapat mendukung figur yang dicalonkan PDI Perjuangan dan Jokowi di Pilpres mendatang?.

KLB yang berlangsung di Deli Sedang Provinsi Sumatra Utara itu menitipkan pesan ke publik, bahwasanya suatu-waktu orang lingkar Istana bisa berbuat apa saja ke Parpol yang tidak kooperatif dengan kepentingan mereka. Moeldoko, yang kapasitasnya KSP sudah mencotohkan itu. Konflik PPP, pernah terjadi juga di Partai Golkar, semuanya begitu 'jinak' ke Istana sekarang.

Sampai terjadi bentrok fisik. Bentrok yang melibatkan kubu pro KLB dan kontra KLB menjadi pelajaran. Katanya Polri tidak mengeluarkan izin, tapi kenapa tidak dibubarkan Polri?. Sungguh aneh, seperti ada teka-teki dibalik semua ini. Apalagi KLB melibatkan orang yang menyebabkan kerumunan. Karena melibatkan ribuan orang.

Publik juga dapat mengukur kekuatan figur sekelas SBY yang pernah menjadi Presiden Indonesia 2 periode saja dibuat kocar-kacir kekuatannya. Bagaimana dengan yang lain?. Wajah politik kita begitu keras. Tidak lagi santun dan tidak lagi meghormati orang-orang yang pernah berjasa terhadap Negara. Kita diajarkan untuk cepat-cepat melupakan sejarah. Miris rasanya, pemimpin kita begitu hemat bahkan miskin memberikan keteladanan.

KLB Partai Demokrat secara terbuka menjadi bukti penyalahgunaan kekuasaan dari pihak Istana. Moeldoko simbolisasinya. Jika Jokowi tidak mau dituduh, silahkan Moeldoko dipecat sekarang. Kegaduhan politik bukan diteduhkan pihak Istana. Malah sebaliknya, Istana terlibat didepan membuat gadung kehidupan politik kita.

Jokowi melakukan pembiaran atas polarisasi politik, terlebih di tubuh Partai Demokrat. Itu 99 persen benar adanya. Kalau mengerti eksistensinya sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, berapa lama kegiatan 'ilegal' itu (KLB) dibubarkan. Tidak perlu Jokowi yang turun langsung membubarkan. Cukup Polda dan Polres setempat yang membubarkan, juga pasti sudah clear persoalannya.

Kudeta ini merupakan reaksi dari luka lama, katanya. Dari praktek kudeta sebelumnya yang menurut segelintir politisi Partai Demokrat pernah terjadi. Hanya saja didiamkan, atau dirahisakan. Sekarang saat tercerai-beraikannya kepentingan, barulah dibuka ke publik. Satu persatu aib itu dicicil. Mereka-mereka yang terlibat dalam cekcok politik ini telah menjungkalkan (overturn) etika berpolitik.

Konsekuensinya pasti meluas. Jokowi menuju 3 periode pemerintahan, mulai menjadi pembicaraan publik. Minimal, gerbong politik Jokowi akan melanjutkan agenda-agenda politik Jokowi di tahun-tahun mendatang. Moeldoko salah satunya, yang dianggap publik sebagai orang dekatnya Jokowi. Tidaklah mungkin KLB yang digelar itu spontanitas. Jauh sebelumnya telah direncanakan matang.

Belum lagi orang-orang yang terlibat dalam forum itu terdapat sejumlah pentolan dan dedengkot Partai Demokrat. Insiator kegiatan tersebut bukanlah orang-orang bodoh. Mereka 'politisi tua' yang sudah kenyang dengan pengalaman politik. Konflik ini akan bermuara ke Menkumham. Kita menunggu sejauh mana kebijaksanaan Presiden Jokowi melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kenkumham).

Keberpihakan Istana akan tergambarkan melalui Surat Keputusan (SK) Kenkumham. Saya curiga konflik ini akan berakhir pada 'mediasi politik'. akan ada yang menjembatani pertikaian politik ini. Dalam politik konflik itu dapat dibuat. Dan akhir dari konflik tersebut adalah win-win solution. Kompromi kepentingan dan saling menguntungkan. SBY berpotensi 'disandra' dan ditawari merapat ke Istana.

Karena sejatinya tidak ada yang abadi dalam politik. Yang ada hanyalah kepentingan-kepentingan. Jadinya AHY tidak garang lagi terhadap kepentingan politik Jokowi. Dia berpotensi menjadi anak manis dari pihak Istana. Publik berharap AHY dan ayahnya SBY tetap mengambil posisi oposisi dengan Istana. Biar publik terus teredukasi tentang praktek demokrasi yang konstruktif.

Jika AYH sudah berkoalisi dengan Istana, itu berarti operasi Moeldoko tercapai. Mengamati dualisme yang mengacaukan Partai Demokrat, sebagai orang luar Parpol kita menangkap bahwa AHY begitu diperhitungkan pihak Istana. Atas kekuatan AHY yang boleh jadi dikhawatirkan dapat mereduksi kekuatan politik Istana kedepan, maka gerakan pemangkasan mulai dilakukan. 

Pengamputasian Parpol yang berjarak dengan Istana mulai kencang dilakukan. Seperti dalam permainan catur, Jokowi menerapkan strategi melepas pion-pionnya untuk mengganggu pertahanan lawan. Pembiaran dilakukan, bukan semata-mata karena takut dicap melakukan intervensi kepada 'urusan dapur' Parpol lain. Tapi lebih pada kepentingan politik melemahkan kekuatan lawan.

Politik pecah-belah dilakukan. Agar rival politik Istana kocar-kacir, meski begitu SBY bukan anak baru dalam kancah politik. Publik berharap ada pelajaran yang disisipkan dalam 'keributan' di Partai Demokrat ini. Bukan sebatas kepentingan politik, melainkan lebih dari itu untuk pembelajaran politik yang mencerahkan untuk publik.

Ada yang menyebut KLB tersebut merupakan karma dan dendam politik. Tak dapat disangkal, Jokowi agak kewalahan mengimbangi permainan politik SBY. Selain senior SBY merupakan ahli strategi. Ketika dinamika yang melanda Partai Demokrat dapat diatasi dengan baik, maka AHY makin kokoh dan berpotensi besar menjadi Presiden Indonesia. 

Ruang mediasi dan rekonsiliasi politik berada di tangan SBY dan Jokowi. Bukan pada Moeldoko ataupun AHY. SBY dan Jokowi adalah kuncinya.  Padahal sedari awal KLB masih bisa dihentikan. Hanya saja diantara SBY dan Jokowi ada sumbatan komunikasi. Entah terhalang kekuatan apa?. Kini setelah KLB terjadi, kita berharap Jokowi selaku negarawan bertindak bijak. Semoga Jokowi tidak mengucapkan selamat kepada Moeldoko, yang terpilih sebagai Ketua Umum Partai Demorkat versi KLB secara terbuka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun