Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Kolektor

Pernah kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsrat Manado

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Parpol Menjelma Menjadi Mesin Kekuasaan

16 Februari 2021   13:13 Diperbarui: 16 Februari 2021   21:32 665
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dinamika diciptakan, itu juga perlukan. Walau seperti itu, tidak boleh berlebihan. Jangan sampai dinamika tersebut melumpuhkan pergerakan parpol menuju kejayaan. Elemen kader perlu dihimpun, dikuatkan. Bukan dibuat berkonflik terus-menerus. Sampai akhirnya mereka lupa ideologi parpol. Lupa apa yang harus dilakukan.

Parpol perlu melahirkan paradigma baru. Tujuannya untuk mengelola dinamika. Mengatur ulang tradisi atau kebiasaan-kebiasaan pendekatan konflik yang dipakai selama ini. Masih sangat kental sentralistiknya. Sekalipun kader parpol itu mengakar dan punya basis di level rakyat. Jika lemah jejaringnya di DPP akan tumbang.

Miris kalau begitu. Alhasil, gejolak internal terus terpelihara. Friksi internal tumbuh pesat. Lahirlah 'parpol di dalam parpol'. Tentu ini tidaklah menguntungkan. Kita memerlukan parpol yang dikelola elit professional. Semoga GELORA Indonesia dan juga PRIMA mampu memberi warna.

Juga menjadi contoh dalam pengelolaan organisasi parpol secara demokratis. Praktek demokrasi pun kini mulai dibatasi. Semua bentuk Musyawarah, di bawah Kongres sekarant menjadi terpusat dibuat. Dalam kacamata demokrasi, sikap monopoli elit parpol seperti ini merusak demokrasi. Ruang gerak demokrasi dipangkas.

Seharusnya parpol meberi contoh bagi publik. Semua rakyat menantikan keteladanan itu. Dimana semua golongan rakyat diajarkan tata cara berdemokrasi yang baik oleh parpol. Polarisasi di internal parpol, segeralah diminimalisir. Jangan dipelihara. Walaupun dalam referensi lain, konflik diperlukan.

Dari konflik parpol atau politisi bisa melompat berbenah, lebih maju. Hal itulah yang mengantar sebagian aktivis, begitu menyukai konflik. Mereka malah mahir, menjadi begitu piawai ketika dalam situasi sulit. Tapi sebetulnya tidak semua konflik juga menguntungkan. Sebab, setelah konflik kita butuh modal untuk konsolidasi kekuatan secara ekstra.

Keberpihakan parpol membela kepentingan kekuasaan, sulit dipungkiri. Fakta hari ini mengkonfirmasinya. Parpol yang diharapkan menjadi agen pencipta kader negawaran, pemimpin masa depan. Seperti menjelma menjadi mesin pembela kekuasaan. Parpol nyaris menutup mata terhadap kesulitan yang dihadapi rakyat.

Lebih senang elit parpolnya bercengkrama dengan pemerintah. Mereka membuat jarak dengan rakyat. Semua acara-acara di pusatkan di hotel mewah. Yang jauh dari akses rakyat kelas bawah. Pengambil kebijakan parpol seperti para 'raja'. Menempatkan posisi dihormati kader-kadernya, sampai kadang terasa berlebihan.

Yang sebetulnya konsep penyatuan (integrasi) dibangun. Suasana keakraban, kekeluargaan dibuat-hidupkan. Berusaha melahirkan sebanyak-banyaknya kader yang memiliki wawasan luas. Parpol tak lain adalah sekolah bagi politisi. Sehingga kurikulumnya harus diperhatikan betul. Perang kepentingan kelompok di internal perlu dihilangkan.

Karena hal itu, mau ataupun tidak, akan terwariskan. Dari pusat sampai daerah akan terbentuk blok seperti demikian. Iklim kebersamaan perlu dibangun kembali agar parpol tersebut makin kuat. Dari memelihara gerbong besar itulah yang menjadi suber daya parpol. Jangan menyembah struktur.

Menuhankannya, lalu merendahkan dan tidak menghargai kader. Spirit membesarkan institusi parpol, menjaga kader dan memposisikan diri di tengah interaksi dengan pemerintah perlu diperhatikan. Semakin mesranya parpol dengan pemerintah juga melumpuhkan kekritisan dan mengaburkan objektifitas parpol.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun