Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Kolektor

Pernah kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsrat Manado

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Dekolonisasi dan Ambisi Negara

14 Februari 2021   22:18 Diperbarui: 14 Februari 2021   22:30 623
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Para politisi yang berwawasan luas. Negarawan dan punya pengalaman banyak yang tergeser, jatuh dari perebutan panggung politik karena tidak punya uang untuk dibagi-bagikan ke rakyat. Mereka politisi yang mendapat donatur dari pemodallah yang menguasai pertarungan politik kita.

Aktivis demokrasi, mereka yang terbiasa mengadvokasi rakyat dan alumni aktivis kampus tidak sedikit yang tumbang. Hanya karena apa?, karena tidak memiliki uang membayar rakyat. Pemodal yang rata-rata adalah Taipan itu, membiayai politisi yang bertarung dengan kompensasi tentunya.

Siapa saja yang tidak disukai para pemilik modal, akan dihambat aksesnya dalam pertarungan politik. Dengan menghalalkan segala cara. Menyuap rakyat agar jagoannya atau dirinya dipilih. Memberikan paket bantuan, dan bujuk rayu agar hak politik rakyat didapatkan. Rusaklah demokrasi dibuat mereka.

Dekolonisasi sekedar simbolisasi semata. Di lapangan, rakyat masih dibodoh-bodohi dan diperbudak. Para pemilik modal begitu bebas mewarnai kompetisi demokrasi kita. Selain menjadi pengatur, mereka kini pun turun ke gelanggang pertarungan. Menjadi politisi, berlatar belakang pengusaha.

Makin jauh akhirnya ambisi Negara untuk kita capai. Pemerintah kita disibukkan, bahkan ikut sibuk dengan bargaining asset juga politik. Terkesan lebih mengutamakan, kekayaan dan mendapatkan kemewahan diri sendiri. Ketimbang memperjuangkan nasib rakyat yang makin terjepit.

Kapan keadilan di tegakkan secara sempurna. Seperti itupun dengan kesejahteraan rakyat, kapan ditunaikan. Penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan pri kemanusiaan dan pri keadilan. Penggalan kalimat ini tercantum dalam Undang-Undang Dasar UUD 1945. Faktanya apa?.

Kita masih terjajah. Baik dalam kehidupan ekonomi, sosial dan juga politik. Begitu pun cita-cita memajukan kesejahteraan umum yang tertera dalam Pembukaan UUD 145. Baru sebatas impian. Kemudian, alinea keempat UUD 1945 tentang mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia, berdamaian abadi dan keadilan sosial.

Juga rasa-rasanya masih belum menggembirakan dalam penerapannya. Indonesia merdeka karena kita bersatu, malah sekarang politik mencerai-beraikan persatuan itu. Pokok pikiran berdirinya Indonesia, sampai gagasan besar yang hendak direalisasikan rupanya masih terhambat.

Makna dan pokok pikiran dalam UUD 1945 begitu universal memuat bagaimana ambisi Negara yang harus diwujudkan pemerintah. Lagi pula isi dari teks UUD 1945 itu tak bisa kita anulir. Hanya saja pemerintah kita jarang mengayatinya untuk kemudian dibumikan. Tidak boleh sekedar dibaca.

Koloni atau tanah jajahan yang dikuasai Negara lain masih terjadi di Indonesia. Kekuatan di kancah politik juga sebagian besar masih di kendalikan pemodal. Ruang jejaring mereka kuat. Mereka malah bertumbuh-kembang, sehingga kekuatannya semakin membesar. Politik akhirnya mulai didominasi mereka.

Periode dekolonisasi rupanya masih tersandera. Indonesia belum benar-benar merdeka 100 persen seperti yang diharapkan Tan Malaka. Sampai kapan lagi ambisi Negara berhasil diejawantahkan?. Kalau hari ini pemerintah menjelma menjadi penyelamat bagi masuknya investasi Asing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun