politik kita diramaikan dengan pembicaraan 'kudeta' terhadap Agus Harimurti Yudhoyono atau yang akrab disapa AHY. Moeldoko yang dituding menjadi aktor utama untuk melengserkan AHY dari posisi Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat (DPP PD) mencuat. Ramailah saling serang dan saling ralat.Â
JAGATPercakapan politik tersebut mendominasi ruang-ruang diskusi kita. Dan menambah eskalasi isu di pentas politik nasional. AHY vs Moeldoko, rivalitas ataukah pentas keakraban politik yang mulai keropos. Dulu kawan, sekarang saling berlawanan. Ah, jangan sampai mereka sedang bersandiwara.
Hantaman ke Moeldoko memberi isyarat bahwa dalang dibalik 'manuver gila' Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) juga bagian dari skenario Presiden Joko Widodo (Jokowi). Terlacak ada 2 (dua) penanda, pertama surat AHY yang meminta klarifikasi Presiden Jokowi.
Kedua, tanggapan Moeldoko yang disampaikan ke publik dengan menggunakan pin KSP. Tampil menggunakan fasilitas dan simbol Negara. Ditambah lagi agresifnya serangan Sekretaris Majelis Tinggi DPP Partai Demokrat, Andi Mallarangeng, yang terang juga tegas menuding terterlibatan pihak Istana. Ini tidak main-main.
Apakah Jokowi diseret?. Menurut Bang Andi pemerintah tak boleh mengintervensi urusan internal partai politik. Andi Mallarangeng, menyindir Moeldoko bahwa 'Jenderal mau kudeta Mayor, kok gagal pula'. Terjadi pergeseran percakapan politik, dari yang sebelumnya heboh membahas RUU Pemilu dan Gerakan Nasional Wakaf Uang. Menjadi bicara AHY.
Dari analisis yang berbeda. Rotasi isu politik tersebut disebut Rocky Gerung, pengamat politik berkaitan erat dengan momentum Pilpres 2024. Bagiku, simulasi dan prakondisi mulai dilakukan elit politik. Kecurigaan terhadap kubu Jokowi yang dinilai tengah pasang kuda-kuda agar bisa langgeng 3 (tiga) periode pun terdengar.
Demokrasi disebut-sebut ambyar, terjun bebas. Serangan balik untuk AHY juga terjadi. Sebagian elit politik mengatakan AHY lebay. Moeldoko tak tinggal diam, ia mengirimkan pesan politik kepada AHY. 'Jangan dikit-dikit Istana, dan jangan ganggu Presiden', kata Moeldoko yang dilansir media massa.
Peta lama yang mungkin dipakai Moeldoko, sehingga dirinya mengalami kegagal operasi. Operasi 'kudeta' menggulingkan AHY dari posisinya, ternyata menjadi olok-olokan belaka. Seperti ada dagangan politik dan dagelan. Tema-tema elementer tentang kepemimpinan nasional tergeser, publik disibukkan dengan bicara Partai Demokrat (AHY) akhir-akhir ini.
Dan ragam tudingan lainnya yang bersifat mempolarisasi. Keuntungan dan kerugian tentu akan dirasakan kedua belah pihak. Karena publik belum lupa dengan gaya politik khas Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), ayah AHY. Yang dikenal begitu lihai memainkan politik simpati.
SBY dinilai piawai, memainkan emosi publik. Dengan merancang momentum, lalu melahirkan situasi bahwa seolah-olah dirinya yang terzolimi. Kemudian, posisi Moeldoko sedang terpojok. Skema bentur-benturan terkait 'kudeta' melahirkan citra buruk demokrasi. Terjadi saling meremehkan (underestimate). Â Â
Hadir pula Darmizal, salah satu mantan Pengawas DPP Partai Demokrat yang mencoba 'menyelamatkan' wajah Moeldoko. Menurutnya pertemuan Moeldoko dan beberapa Pengurus DPD Partai Demokrat itu difasilitasinya. Tegas ia mengatakan pembicaraan 'kudeta' tidak didengarnya dalam pertemuan tersebut.