Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Kolektor

Pernah kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsrat Manado

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jokowi Perlu Belajar dari HRS

3 Februari 2021   11:01 Diperbarui: 3 Februari 2021   17:07 575
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa yang tidak kenal Presiden Soekarno. Sebelum menjadi Presiden pertama, ia ditangkap Belanda dan dipenjara tahun 1929. Tan Malaka, tahun 1946 juga dipenjara. Sutan Syahrir pada tahun 1962-1965, pun sama dipenjara tanpa diadili. Ulama besar, Buya Hamka dipenjara tanpa diadili tahun 1964-1966.

Mereka berbeda sikap dengan pemerintah. Tidak pernah mau menjadi jongos penguasa. Mereka berdiri dengan prinsipnya membela kebenaran. Berpihak pada hak-hak rakyat, tanpa berkhianat. Sejumlah contoh lainnya juga bisa dilacak. Setidaknya, keberanian melawan karena membela kebenaran itu yang wajib diapresiasi.

Kata Tan Malaka, ingatlah bahwa dari dalam kubur suara saya lebih keras dari pada di atas bumi. Pria yang bernama lengkap Ibrahmi gelar Datuk Sutan Malaka, seorang pejuang kemerdekaan Indonesia ini menggambarkan pentingnya suara kritik. Sikap oposan terhadap sistem yang menindas rakyat adalah perjuangan mulia.

Begitulah kiranya Presiden Jokowi perlu menjaga muruah atau martabatnya. Ketika mengkerdilkan rakyat, kebijakannya menguntungkan para pemodal, lembut pada koruptor ini sama artinya merendahkan martabat sendiri. Presiden sebagai simbol Negara harus berdiri menjadi Imam Besar rakyat Indonesia.

Bukan berkompromi dengan orang-orang jahat. Kenapa HRS menjadi bernilai kehadirannya?, karena masih ada rakyat Indonesia yang menilai perjuangannya sangat berpihak pada mereka. Pemerintah semestinya membuka ruang dialog seluas-luasnya kepada siapa saja. Termasuk FPI yang dipimpin HRS.

Sudahi semua pursangka terhadap HRS. Terbaca di public bahwa apa yang dilakukannya sebagai bentuk keresahannya terhadap kondisi Indonesia yang belum mengalami kemajuan. Yang tampak di Indonesia, barulah jumlah koruptor yang membludak. Kebaikan-kebaikan pemerintah ke rakyat, belum maksimal.

Waktu tersisa ini kita harapkan diambil Presiden Jokowi. Ya, untuk mengabdi sebetul-betulnya untuk rakyat. Jangan sampai menyesal kalau sudah purnatugas. Dari kerja itulah rakyat Indonesia merindukanmu. Percayalah, blusukan dan penampilan merakyat itu tidak ada manfaatnya sama sekali bagi kesejahteraan rakyat.

Perkuat dan optimalkan kebijakan yang pro rakyat. Arahkan anggaran untuk pembangunan kepentingan kerakyatan. Tutup cela hadirnya koruptor. Tangkap para koruptor BLBI, e-KTP, Jiwasraya, Asabri, Bansos Covid-19. Dan kasus terkait Izin Usaha Pertambangan yang melibatkan Bupati Kotawaringin Timur, Supian Hadi.

Juga Kasus suap Meikarta. Adapun proyek-proyek yang tersandung dugaan korupsi, seperti Proyek Bandar Udara Kuala Namu. Proyek Banjir Kanal Timur Paket 22 Jakarta, Proyek Bendungan Jati Gede, Proyek Normalisasi Kali Bekas, dan kasus-kasus lainnya yang rupanya belum tuntas.

Kasus mega proyek itu tidak sedikit jumlahnya. Kelak jika Jokowi bersikap 'galak' seperti HRS terhadap orang-orang jahat, pencuri uang rakyat. Maka Indonesia akan mengalami kemajuan pesat. Berhentilah main menyindir untuk menegakkan keadilan. Harus lebih keras lagi menindak para koruptor.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun