Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Kolektor

Pernah kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsrat Manado

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jokowi Perlu Belajar dari HRS

3 Februari 2021   11:01 Diperbarui: 3 Februari 2021   17:07 575
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Habib Rizieq Shihab (Foto Rmol.id)

PERISTIWA sejarah yang luar biasa terjadi di Indonesia. Dimana demonstrasi damai, pergerakan massa yang luar biasa banyak dimotori Habib Rizieq Shihab (HRS). Ketokohan sosok HRS, tak dapat dipungkiri menjadi magnet bagi umat Islam Indonesia. Ketegasan membuatnya melejit dicintai.

Sekilas kita memantau gerakan Aksi Bela Islam, 14 Oktober 2016. Kemudian 2 Desember 2016, dan berjilid-jilid aksi yang dilakukan. Membahagiakannya, aksi yang melibatkan massa tidak sedikit itu berlangsung damai. Setelah aksi taka da sampah berserakah di lokasi digelarnya aksi tersebut.

Terdapat aksi 1410 (14 Oktober 2014), aksi 411 (4 November 2014). Selanjutnya aksi 212 (2 Desember 2016), aksi 112 (11 Februari 2017), aksi 212 jilid II (21 Februari 2017), aksi 313 (31 Maret 2017), setelahnya ada aksi 55 (5 Mei 2017).

Giroh aksi itu bergelombang berdatangan massa karena pengaruh sosok HRS. aksi serupa, yang membela kebijakan pemerintahan Jokowi dikala itu, tidak mampu menandingi aksi massa yang diprakarsasi HRS, dkk. Dalam urusan ini, Jokowi rasanya layak dan patut belajar banyak terhadap HRS.

Tokoh agama yang vokal. Tegas, insiator dan juga figur penggorganisir ulung. Kekuasaan berusaha sejak awal melumpuhkannya. Tapi HRS tetap saja tegak berdiri. Hingga saat ini barulah HRS dipenjara karena dugaan HRS telah 5 kali jadi Tersangka.

Begitulah karakter pemerintah yang antikritik. Mereka cenderung bersahabat dengan orang-orang vokal dan berbicara membela kebenaran. Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) ini disangkakan Pasal 160 dan 216 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Terancam pidana maksimal 6 tahun.

Sebelum disidangkan, Polda Metro Jaya telah menahan HRS. Dengan alasan memudahkan penyidikan. Tokoh umat Islam ini diduga terlibat kasus kerumunan. Berpegang pada alasan objektif dan subjektif, Polda Metro Jaya melalui Kadiv Humas Polri, Irjen pol Argo Yuwono, Minggu 13 Desember 2020 setelah pemeriksaan langsung ditahan.

Hari itu juga HRS resmi memakai seragam orange bertuliskan Tahanan. Dalam situasi tekanan psikologis, HRS menurutku masih patut berbangga. Karena masih banyak pengikutnya, bahkan umat Islam Indonesia kebanyakan memberi simpati terhadapnya. HRS menjadi tokoh yang disegani para ulama di Indonesia.

Para pemuka agama begitu menghormatinya. Seperti itu pula rakyat yang masih menggunakan akal sehatnya. HRS menjadi simbol akal sehat, sekaligus simbol perlawanan. Bukan apa-apa, karena yang 'diusik' HRS ialah pemerintah. Sebetulnya pemerintah saja yang merasa terusik.

Pikiran-pikiran positif yang disodorkan dan dikampanyekan HRS sebetulnya sangat penting. Gagasan soal 'Revolusi Akhkal' ini diperlukan bangsa Indonesia di tengah tergerusnya moralitas anak bangsa. Terlebih elit pemerintah dan elit partai yang memelihara sikap kebinatangannya (koruptor).

Bersikap sewenang-wenang dan merampok uang rakyat. Itu mereka elit pemerintah yang otaknya rusak, rasanya revolusi akhlak ini diperlukan. Juga untuk rakyat umumnya. Agar terus-menerus dapat mewasdiri. Rakyat jangan terlena, terbius dengan janji-janji penguasa munafik. Karena kita tahu, yang berpotensi melakukan tidakan merampok yaitu orang-orang berada dalam kekuasaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun