Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Kolektor

Pernah kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsrat Manado

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Demonstran, Penjara, dan Citra Buruk Pemerintah

16 Oktober 2020   16:15 Diperbarui: 17 Oktober 2020   14:10 427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Joko Widodo (Foto Kompas.com)

Penjara adalah tempat bagi para kriminal

bukan bagi orang yang berbeda pandangan politik (BJ Habibie)

Sejumlah aktivis dan petinggi KAMI (Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia) telah ditangkap, karena dugaan menunggangi aksi buruh dan aktivis mahasiswa menolak Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja. Situasi Indonesia pun, seperti mulai melahirkan ketegangan. Kenyamanan belum menjadi garansi, meski kita berada di negara penganut ideologi demokrasi. Karena masih ada elit kita yang bersikap seperti anti demokrasi.

Teriakan menolak dan membatalkan UU Omnibus Law mestinya tidak dipandang secara sinis. Tak perlu pemerintah antipati, atau emosional menyikapinya. Karena rakyat akan murka. Pendekatan dialog, masih bisa dilakukan harus ditempuh. Jangan marah-marah pada rakyatnya sendiri. Yang dilakukan elemen rakyat melalui demonstrasi belum lama ini hanyalah reaksi atas sikap Wakil Rakyat (DPR RI) yang mengesahkan RUU Omnibus Law.

Anggota parlemen di Senayang sepertinya terlalu terburu-buru mengesahkan RUU Omnibus Law. Rakyat yang memberi masukan dengan demontrasi seolah diabaikan. Semenjak menjadi RUU, UU Omnibus Law sudah menuai protes. Sayangnya, wakil rakyat terkesan menampilkan sikap congkaknya. Mengabaikan aspirasi dan masukan rakyat, terlebih para buruh. Wajar bila rakyat marah dan melakukan demo massal.

Tak wajar juga para demonstran yang adalah rakyat Indonesia itu disalahkan. Mereka dan bahkan saya secara pribadi, protes karena merindukan keadilan benar-benar ditegakkan pemerintah. Protes didasarkan atas pertimbangan rasional, bukan karena berbeda pandangan dan haluan politik. Belum lagi kita manusia yang majemuk, berbeda budaya, latar belakang ekonomi, pendidikan, psiko-sosial

 Tak ada satupun demonstran yang saya temui berniat membuat rusuh. Mereka yang doyan keonaran hanyalah ''penumpang gelap''. Bukan murni anak kandung demokrasi, itu sebabnya jika demonstrasi berakhir anarkis, jangan langsung membabi-buta menyalahkan seluruh pendemo. Tapi, aparat bertugas mengecek secara detail apa sebab-akibat yang dimunculkan. Supaya menghindari dari sikap tangkap-menangkap orang yang salah.

Karena sikap aparat jika salah menangkap, juga berdampak melahirkan terror ketakutan bagi publik. Terpantau kebanyakan tuduhan kepada para aktor intelektual yang mendalangi aksi, terkesan tendensius. Mereka tokoh yang vokal mengkritik pemerintah selalu menjadi sasaran, diintai, dianggap mengatur skenario aksi dan membuat gaduh.

Akhir-akhir ini wajah pemerintahan kita kian sangar. Seolah Indonesia kembali di era Orde Baru yang penuh intimidasi dan kecurigaan terhadap rakyat sipil. Terbaca pemerintah masih sensi jika dikritik. Walau kritik itu sebetulnya menyehatkan roda pembangunan. Budaya kritik harusnya dirawat, dipelihara agar tidak pudar. Janganlah kritik dianggap bagian dari sentiment negatif. Mereka yang mengkritik bisa juga kawan, bukan semuanya diposisikan sebagai musuh pemerintah.

Ketika pemerintah terlalu reaksioner, maka obat dan racun bisa saja tak dapat dibedakan. Masih ada waktu Presiden Jokowi membenahi hal tersebut. Menerima demonstran dengan mengajak dialog, membuat forum percakapan publik seluas-luasnya. Karena dengan begitu, pemerintah akan mendapatkan amunisi, serta inspirasi untuk menyempurnakan kebijakan. Terutama dalam konteks ''UU Sapu Jagad''.

Masukan rakyat yang berfikir independen dan idealis perlu diterima. Pemerintah kurang elok bila membuat tembok dan pagar untuk berjarak dengan rakyat. Sesungguhnya, pemerintah adalah bagian dari rakyat itu sendiri. Jangan dibolak-balik. Atau dikucilkan posisi rakyat yang begitu terhormat. Dari rakyatlah pemerintah itu ada.

Hubungan harmonis diciptakan. Jangan pemerintah mondominasi segala bentuk pembicaraan atau lalu lintas percakapan publik secara sepihak. Rakyat juga butuh didengar, dan wajib didengar sebetulnya oleh pemerintah. Dalam konteks ini, Tuan (majikan) pemerintah adalah rakyat. Ketika garis tegas antara pemerintah dan rakyat dijaga pemerintah, tanpa saling mencederai, maka Negara kita akan makin maju.

Masih ada kesempatan pemerintah merubah cara pandangnya terhadap para pendemo. Merek berdemo menyampaikan pikiran-pikirannya untuk menyempurnakan kebijakan pemerintah. Jangan dimusuhi. Berhubung pemerintahan Jokowi-Ma'ruf cukup banyak mengakomodir eksponen aktivis pergerakan mahasiswa dalam jajaran pemerintahan. Maka modal ini perlu dikapitalisasi secara baik.

 Kedekatan para eksponen aktivis dengan aktivis yang masih istiqomah dijalanan saat ini perlu dikelola untuk memajukan Indonesia yang lebih berbudaya dan bermartabat. Rakyat sipil jangan dikucilkan. Itu akan membawa bencana bagi persatuan Indonesia. Citra buruk pemerintah yang terkesan jahat dan bengis terhadap rakyatnya harus diperbaiki. Jangan abaikan kekecewaan rakyat yang terus tertumpah karena represifnya pemerintah.

Berhentilah memenjarakan para demonstran. Komunikasi yang baik malah mendatangkan kekuatan bagi pemerintah. Jika kurang cakap pemerintah membangun komunikasi dengan rakyat, hal itu berdampak pemerintah mendapat banyak musuh. Siklus aktivis, demonstran dan penjara bagai koin mata uang. Bagi aktivis dipenjara itu biasa untuk memperjuangkan kepentingan rakyar. Bukan sesuatu yang asing. Meski begitu, rakyat jangan dimusuhi pemerintah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun