Mengalirnya dinamika di tubuh lembaga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merupakan hal lumrah dalam demokrasi. Di Manado, situasi ini malah menyajikan gambaran yang menarik dielaborasi.Â
Perlu investigas mendalam, siapa yang mendrive pro kontra tersebut. Tidak menggembirakan prioritas kepentingan rakyat sebagai pemilik kedaulatan yang sesungguhnya. Bagaimana tidak, pembahasan Anggaran Pembahasan Daerah Perubahan (APBD-P) Tahun 2020 dibuat terkatung-katung.
Belum ada ujungnya. Ada muatan dan relasi kepentingan politik, karena masyarakat Manado sedang menatap momentum akbar Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020. Lihat saja, konstalasi politik di Manado begitu hangat. Bahkan, mulai memanas.Â
Pertarungan tidak sekedar bermain di wilayah basis pemilih, melainkan dinilai telah menyentuh pada politik anggaran. Pemerintah Kota Manado yang konsen melayani masyarakat terkena imbasnya.
Dimana APBD-P 2020 sampai saat ini belum juga disahkan pimpinan DPRD Manado. Mencuat beragam alasan, saling tuding, argumentasi politik menghiasi media massa. Tidak saling mendukung, merasa benar sendiri.
Kubu-kubuan terlihat sempurna, ada Anggota DPRD yang mendesak agar segera dilakukan pembahasan dan disahkan APBD-P 2020. Dilain pihak, ada anggota DPRD yang meminta 'ditelanjangi' seluruhnya anggaran tersebut. Sama-sama beralasan demi rakyat. Nyaris, masyarakat yang bingung.
Sebagian Anggota DPRD Manado berdalih, semua yang mereka lakukan untuk menghindari pelanggaran hukum dikemudian hari. Bersikap selektif, mempelototi segala program, perencanaan anggaran yang diajukan eksekutif. Walau yang dipolemikkan terlihat mengambang, retoris, dan tidak substansial.
Iklim di DPRD Manado seperti tiba-tiba berubah. Mula-mula legislator Manado terkesan cepat dalam pembahasan APBD, di tahun 2020 ini malah menjadi begitu lama. Tentu karena sekarang adalah Tahun Politik. Tak dapat disangkal itu.
Wakil rakyat yang getol bicara soal tubuh ABPD-P 2020 harus diperiksa tuntas semua anatominya, seperti tiba-tiba mendapat ilham dari Tuhan. Ada guyonan, bahwa mereka mendadak paham. Mendadak kritis, dan mulai cermat, ada kemajuan.Â
Tapi kenapa nanti saat Tahun Politik tiba? Sebelumnya tidak secerdas ini. Tarikan kepentingan politik di Pilkada memang begitu kuat. Kadang terkesan tendensius seakan mencari-cari aib eksekutif.
APBD dipolemikkan. Alhasil, informasi actual di internal DPRD Manado koalisi Pilkada (Pilwako) terbelah. Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Golkar dan juga Gerindra mulai satu persepsi dengan Partai NasDem yang Ketua Manado dipimpin GS Vicky Lumentut, Wali Kota Manado saat ini. Polarisasi terbatas, terjadi hanya dalam urusan loby-loby pembahasan dan pengesahan APBD-P Manado Tahun 2020.
Beredar kabar miring, Wali Kota Manado GS Vicky Lumentut dicurigai akan memanfaatkan APBD-P 2020 tersebut untuk memenangkan istrinya yang juga Calon Wali Kota Manado Nomor Urut 4, Julyeta Paulina Amelia Runtuwene.Â
Sepertinya itu kekhawatiran dan kecurigaan yang berlebihan. Tanpa dasar, serta menjadi bentuk dari kepesrahan. Kecurigaan itu, membawa kesimpulan seolah DPRD Manado tumpul dan lemah dalam tugas pengawasannya.
Aromanya begitu terasa, bahwa mulai ada politisasi. APBD seperti menjadi sasaran empuk para tim pemenang di Pilwako Manado, begitu ironis. Mindset yang kurang sehat dan saling curiga inilah yang melilit kemajuan Kota Manado. Sebetulnya, pembahasan APBD-P 2020 berjalan sesuai prosedur dan skedul.Â
Biarkan proses demokrasi berjalan lancar, kanal Pilkada jangan dicampur adukkan dengan kepentingan masyarakat yang terakomodir di APBD. Pengesahan APBD-P 2020 jangan dibuat berseri (berepisode), melainkan disegerakan ini sudah akhir Tahun 2020. Jangan sampai ada anggapan DPRD melakukan sabotase terhadap hak masyarakat.
Rivalitas di Pilkada Manado biarkan saja mengalir. Tapi wakil rakyat Manado harus lebih professional memisahkan dan memilah mana kepentingan mereka untuk masyarakat Manado yang harus diperjuangkan habis-habisan. Dengan mana yang menjadi tugas mereka sebagai petugas partai politik.Â
Tak boleh digabungkan. Sebab, hal itu membuat sulit posisi Anggota DPRD Manado itu sendiri. Resiko paling nyata yang akan dihadapi wakil rakyat kedepan saat Pemilu (Pileg) adalah mereka akan menemui distrust.
Bagaimana masyarakat percaya, kalau hak-hak buruh, karyawan kebersihan, THL, santunan untuk Tokoh Agama dan kegiatan sosial lainnya dihambat realisasinya oleh wakil rakyat Manado saat ini.Â
Itu artinya, wakil rakyat Manado perlu juga berfikir panjang. Jangan menjadi pemikir parsial. Jangan pula mau disandera atas kepentingan Pilkada, lalu kepentingan mereka sebagai wakil rakyat yang akan menjadi korban. Tentu elemen masyarakat Manado sekarang sangat menanti-nanti APBD-P 2020 itu disahkan segera.
Makin lama pengesahan dilakukan, kemarahan publik akan membuncah. Boleh jadi, para wakil rakyat Manado saat ini yang dicurigai menghambat APBD tidak dipilih lagi pada Pemilu akan dating.Â
Tidak main-main resiko yang akan diterima, dan bukan ancaman, tapi menjadi tantangan demokrasi tentunya. Hukumnya sudah begitu, jika wakil rakyat melawan majikan atau Tuhannya yakni rakyat, maka mereka berpotensi tidak akan dipilih lagi kedepannya.
Skema benturan dan selisih perang kepentingan Pilwako menjadi begitu kencang. Mudah diidentifikasi, siapa mendukung siapa dan siapa melawan siapa.Â
Terbaca dengan begitu mudahnya. Seharusnya wakil rakyat Manado dapat melokalisir tarikan kepentingan politik yang berkembang saat ini. Mereka segera tampil menjadi negawaran dan politisi pro rakyat. Jika memilih mengulur-ulur waktu pengesahan APBD-P 2020, hal itu menambah buruknya citra mereka di masyarakat.
Berapa banyak Tenaga Harian Lepas, buruh, karyawan kebersihan, Kepala Lingkungan, Tokoh Agama dan pembangunan sosial maupun infrastruktur yang mereka hambat jika APBD-P 2020 belum juga disahkan.Â
Akan menjadi preseden buruk yang mencoreng praktek demokrasi lokal di Kota Manado. Nama mereka akan dikenang, menjadi wakil rakyat yang tidak merakyat. Kalau benar mereka politisi populis, pengesahan APBD tidak dihambat, pengawasan dan tugas-tugas mereka yang lainnya diperkuat. Itu saja sudah lebih dari cukup.
Begitu juga dengan Pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang notabenenya adalah program Presiden Jokowi dalam situasi pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), malah dipolemikkan segelintir DPRD Manado dalam realisasinya.Â
Rencana pemerintah Kota Manado untuk melakukan peminjaman dana sebesar Rp. 300 Miliar demi membantu masyarakat, malah dipersoalkan. DPRD Manado kelihatannya terlalu berlebihan curiganya.
PEN menjadi kambing hitam. Padahal Wali Kota Manado, Dr. GS Vicky Lumentut telah transparan menguraikan maksud pinjaman tersebut. Prosesnya telah sesuai mekanisme, tapi sebagian Anggota DPRD Manado seperti mencari-cari cela, tidak berniat mempercepat pembahasan. Padahal konsekuensinya gaji Tenaga Harian Lepas (THL), buruh sampah, petugas kebersihan, Kepala Lingkungan, Pemuka Agama dan masyarakat lanjut usia (Lansia) terkatung-katung. Terancam tidak akan terbayarkan.
Sikap segelintir Anggota DPRD Manado itu menggambarkan betapa arogansinya itu mengorbankan masyarakat. Nasib masyarakat menjadi taruhannya. Mereka malah berlagak membela masyarakat, padahal hanya menjadi kamuflase semata. Janganlah kepentingan politik tertentu, kehidupan dan hak-hak masyarakat disembelih.
Begitu kencang tarikan kepentingan. Yang dilakukan pemerintah Kota Manado jelang Pilwako 9 Desember 2020 hampir semua dicurigai wakil rakyat. Hal positif yang dikerjakan pun, dianggap menunggangi kepentingan tertentu. Ironis jadinya, sehingga pembangunan yang universal dan untuk masyarakat dinilai untuk kepentingan Wali Kota Manado sendiri. Jauhkan kita semua dari prasangka, dan sikap picik. Insya Allah, Tuhan membimbing kita semua.
Bermunculan anasir kurang baik dari apa yang dilakukan Wali Kota Manado seyogyanya dihentikan. Karena merusak semangat kolektif antara pemerintah dan masyarakat dalam membangun Kota Manado. Kita saling mengingatkan, agar dapat memilah apa kepentingan utama pemerintah. Sehingga perlu disupport semua stakeholder, termasuk para wakil rakyat yang mulia.
Publik di Kota Manado akhirnya mencurigai spirit Anggota DPRD Manado yang terkesan mengulur-ulur waktu untuk ditetapkannya APBD-P 2020, bahwa benar mereka bekerja demi rakyat.Â
Kecenderungan menghambat berjalannya penetapan APBD-P 2020 datang dari Anggota DPRD Manado Fraksi PDI Perjuangan, Partai Demokrat yang merupakan Fraksi besar di DPRD Manado, itu yang terendus ke publik.Â
Ada pemikiran skeptis terhadap komitmen wakil rakyat untuk membela rakyat kali ini. Betapa tidak, mereka malah membuat polemik terhadap pengesahan APBD-P Kota Manado tersebut. Move politik di parlemen Manado ini tidak seperti tahun-tahun sebelumnya.
Selain itu, menambah cakrawala, gambaran dan pemahaman kita soal peta kekuatan di DPRD Manado serta arus dukungan partai politik (Parpol) di Pilwako Manado, 9 Desember 2020. Dari 4 (Empat) pasangan calon (Paslon) Wali Kota Manado, sesuai Nomor Urut berurutan dari Nomor Urut 1 Andrei Angouw-Richard Sualang diusung PDI Perjuangan dan Partai Gerindra. Kemudian, Sonya Kembuan-Syarifudin Saafa didukung PKS, Partai Golkar dan Partai Hanura.
Nomor Urut 3, Mor Bastiaan-Hanny Joost Pajouw mendapat dukungan dari Partai Demokrat, PAN dan PKB. Setelahnya, Nomor Urut 4 yaitu Prof. Julyeta Paulina Amelia Runtuwene-Harley Alfredo Benfica Mangindaan dengan dukungan dari Partai NasDem, Perindo dan PSI.Â
Dalam segmen selanjutnya, mengalir tudingan terhadap Anggota DPRD Manado yang diduga menunggangi APBD-P 2020. Posisi APBD menjadi objek yang dipolitisasi. Menghambat pengesahan APBD-P Manado 2020, menegaskan kalau kebutuhan masyarakat diabaikan wakil rakyat. Tentu publik mengutuk hal ini. Secara etis cara-cara seperti ini tidak selayaknya terjadi. Apapun ruwetnya rebutan kepentingan politisi, hak masyarakat jangan diganggu gugat.
Tidak mudah memang memperbaiki nama baik. Ketika DPRD Manado terbuai dalam scenario rebutan kepentingan tertentu, lalu membuat perdebatan panjang tentang APBD dan makin meruncing, lalu masyarakat jenuh, kemudian melakukan unjuk rasa menduduki rumah rakyat di Tikala, maka nuansa demokrasi kita makin ramai. Kita berharap para wakil rakyat lebih bijak. Tidak berlebihan membesar-besarkan hal yang sebetulnya masih abstrak, samar-samar dan tidak prinsipil mengorbankan kepentingan masyarakat Manado.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H