Politik merupakan jalan menuju kesejahteraan rakyat. Dan politik juga tak bisa dibatasi kaitannya dengan kehidupan ekonomi. Politik dan ekonomi merupakan sesuatu yang integral.
Dalam teori, politik ekonomi selalu bersekutu. Hubungannya intim antara kedua entitas ini.
Disinilah ruang masuknya ranah politik dengan agenda ekonomi melalui politik investasi. Meski hukumnya berbeda, dimana politik bertujuan mensejahterakan, untuk kemanusiaan.
Kemudian ekonomi untuk mengejar kekayaan, tapi keduanya sejalan, saling memerlukan. Spirit ekonomi adalah mengedepankan keuntungan sebesar-besarnya.
Di tahun 2020 yang merupakan tahun politik (Pilkada Serentak), kesempatan emas oni seperti ladang subur dan magnet bagi para investor untuk melancarkan misinya.
Para cukong berlomba-lomba menanamkan investasinya. Targetnya untuk bargaining posisi. Kalau tidak turun langsung dalam kancah politik, cukong menyelipkan agendanya menjadi supporting dan donatur bagi kompetitor kandidat Kepala Daerah yang bertarung di Pilkada 2020.
Cukong bisa berwujud kartel. Rentenir, pebisnis besar, pemilik modal yang kehadirannya di panggung politik dapat memberi pengaruh destruktif.
Mereka mencemarkan politik nilai dengan politik transaksional. Gampang membacanya, dimana politisi negawaran menjual gagasan dan program untuk rakyat.
Para cukong berpolitik malah mengedepankan pemberian materi. Beri uang, beras, atau sembako, serta iming-iming berbasis ekonomi jangka pendek lainnya ke rakyat.
Mereka para cukong tak ambil pusing dengan pertumbuhan dan kebutuhan ekonomi rakyat kecil. Di kepala mereka yakni kemenangan.
Mereka bertarung di Pilkada dan menang, sehingga rawan mereka menghalalkan segala cara. Membeli suara rakyat, menukarkannya dengan materi dilakukan secara enteng. Bagi mereka duit merupakan segalanya. Seperti pengganti Tuhan. Sehingga kemenangan politik diukurnya dengan uang.