Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Kolektor

Pernah kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsrat Manado

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Semenjak Mengingatmu, Aku Lupa

8 Juli 2020   18:46 Diperbarui: 8 Juli 2020   19:46 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kadang kita lupa mengingat hal yang penting. Membuang waktu untuk urusan-urusan yang sejatinya tidak berguna. Ngopi, ngobrol dan memecahkan masalah dalam diskusi kecil, pertemuan bermanfaat, majelis ilmu dan majelis-majelis politik tentu tidak masuk dalam skala yang tidak bermanfaat itu. Kecuali kita yang melewatkan waktu hanya bermenung, bicarakan aib orang lain, nyinyir dan memelihara pemikiran destruktif.

Tak boleh seperti itu. Semenjak mengingatmu, aku lupa, lupa kalau aku, bahkan kalian juga punya segudang masalah hidup. Mengingatmu yang damai dan penuh keceriaan. Sampai membuatku lupa bagaimana caranya dicintai dengan tulus. Lupa bahwasanya aku pernah dimarahi dan difitnah, hanya mengingatmu.

Seperti obat penawar kegundahan. Kau terlampau sukar dilupakan, kehadiranmu menghancurkan gelisahku. Kaulah kedamaian hati. Yang tidak pernah takluk atas fitnah, propaganda, cara-cara menelikung lainnya. Meski ada yang pandai melukai, kedamaian melebur kerisauan dan gelisah. Menguburkan jauh-jauh ancaman, sembunyi dibalik konflik sosial. Kedamaian itu mengabadi.

Tanpa sekat, tanpa melihat kau agamanya apa. Itulah hakikat kedamaian sejati yang kukejar, kalian juga pasti mengejarnya. Di tengah terror membuncah, saling menjajah antara sesama kau duduk santai disana. Bersemayam di rumah Tuhanmu. Kau kedamaian yang diincar semua manusia, baik para bandit, pencuri, pezina, pembunuh, penipu sampai sederet orang-orang yang berada di depan mihrab.

Memanjatkan doa, dimana pun, di rumah ibadah dan tempat pelacuran. Semua mencarimu, memanjakanmu 'kedamaian'. Pada pusaran gelisah yang tak bertepi pun kau dirindukan, diharapkan hadir membawa ketenangan dan cinta. Karena esensinya yang bergerak, berbenturan, berdinamika, suatu kelak akan terhenti takluk dan kaku. Bertekuk lutut dibawah kakimu yang suci. Mereka yang berontak, menuntut keadilan, teriak kelaparan mengejarmu kedamaian.

Sampailah ada slogan kerukunan, kampanye tentang konsolidasi dan rekonsiliasi nasional, muaranya kepadamu. Mereka mau berdamain dengan dirinya, berdamai dengan lingkungan dan berdamai dengan alam raya. Sederhana kalau kita membacanya 'kedamaian'. Perbuatan dan usaha menuju kepadanya yang tidak mudah, tidak gampang, tidak instan. Sering pula orang telah tuntas dengan dirinya menemui kedamaian, namun tidak kekal.

Setelahnya, semasa masih di dunia ia menemukan kejatan dan berbalik arah. Terjebak dalam hutan belantara kekerasan, kejahatan dan kecurangan dilakukannya, hingga membuat orang ia lalai mempertahankan kedamaian. Kesenangan, kebahagiaan, godaan dunia membuatnya hidup mewah, lantas melupakan kedamaian. Mencari-cari suasana tenang dan damai.

Tidak semudah mengedipkan mata kita mengejar kedamaian. Hampir semua kita, yang miskin melarat dan kaya raya juga merindukan kedamaian. Ketenangan hidupnya yang dapat dinikmati dengan penuh kesadaran, bukan sekedar menjadikan kedamaian sebagai tameng. Meski semua yang dikejar di dunia itu semu, tidak mengabadi. Namun disitulah kepuasan kita manusia. Tak ada manusia yang puas dengan perbuatan jahat, tapi ketenanganlah yang membuat manusia puas.

Pemberontakan, pergolakan pikiran dan pengingkaran komitmen umumnya karena manusia belum mendapati kedamaian. Ketenangan tidak ada dalam hati kita. Tapi semenjak mengenalmu, aku lupa segala pertengkaran dan lelah dalam hidup. Ketenangan mengajari manusia tentang bagaimana menghargai dan menghormati sesama.

Aku Lupa

Kebaikan membuat kita lupa apa kejahatan yang pernah dilakukan orang lain. Terlebih kejahatan yang pernah kita perbuat. Saking mengidolakannya, aku lupa bahwa aku sedang berfikir tentang diriku. Kita harus berani membunuh ego yang begitu nakal dan lancang menyesatkan kita pada amarah tiap waktu. Sehingga membuat kita memandang dunia sebagai perang. Kita lalu mencurigai orang-orang sekitar dan mengisi hidup dengan ketidaknyamanan.

Ketenangan harus menjadi selimut hidup kita. Bukan selimut saja bahkan, lebih dari itu ketenangan ditempatkan sebagai 'rumah besar' kita untuk menjalani hidup di dunia. Suka duka kita berada di dalamnya, ketenangan harus menjaminkan bahwa kekacauan dan konflik tidak akan tumbuh. Betapa tidak, bila kita semua hidup dalam suasana ketenangan. Tak ada sedikit saja kita tersakiti, dan saling menyakiti.  

Sudah saat kita meninggalkan, mencicil kebaikan. Kita pun kemudian mengembangkan nilai-nilai kemanusiaan itu secara baik dan benar. Kau lupa kejatahan, kemunafikan, kebodohan, lupakan saja. Menyelam atau tenggelamlah ke dalam dasar laut ketenanganmu. Karena dengan itu, kau tidak perlu terpengaruh dengan pameran kejatan, atau sindiran orang-orang disekitarmu. Hatimu dimatikan untuk perbuatan jahat, dan dihidupkan untuk menumbuh suburkan ketenangan.

Mereka yang telah tenang, termasuk engkau, pasti damai hidupnya. Enggan menggangu orang lain, membuat rusak dan mengintai kebahagiaan orang lain, tidak pula iri hati. Melainkan ketenangan itu menjadi modal besarmu menghidupkan dan mencintai orang-orang disekitarmu. Aku sungguh lupa pernah menjadi baik, lalu jahat, mengikuti alur hidup yang fluktuatif itu. Kini saatnya menghentikan nafas ketidaktenangan itu. Kerjarlah ketenangan, dunia akhiratmu kau raih. Menyepilah di tengah keramaian dan bising.

Lupakan semua amarahmu, kesombonganmu yang menyala-nyala. Melangkahlah dengan ketenangan. Selamatkan hatimu, pikiranmu dan ketenanganmu akan mengikutimu. Sepanjang semua itu tidak kau jinakkan, kau biarkan beringas dan menjadi buas, maka kau akan ditenggelamkan dalam lautan kekacauan hidup. Bangunlah genggam ketenangan dirimu, kau akan raih semuanya yang disusun dalam mimpi indahmu itu.

Karena sederhananya, yang dikejar orang beragama adalah ketenangan. Sesudahnya ketika kita berupaya mengerti agama secara kaffah, maka bukan ritual semata yang didekati. Melainkan kedamaian hati, ketenangan dan keyakinan kita makin kokoh, membuat kita jauh dari pertengkaran, kekerasan. Ketenangan membuat kita saling tulus mencintai dan toleran.

Bahkan aku sampai lupa bahwa aku ada. Disitulah kefatalanku berfikir. Aku lupa kalau aku dengan berfikir, aku ada dan mengadakan keadaanku. Nyaris hampir bergeser pula ketakwaanku yang selama ini secukupnya ku pelihara. Atas pergolakan realitas banyak diantara kita yang pikun tentang kebaikan-kebaikan hati orang lain. Akhirnya sampailah kita ke level mengusik kegembiraan dan kedamaian orang lain secara kasar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun