Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Kolektor

Pernah kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsrat Manado

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Webinar, Jalan Mendistorsi Demokrasi

21 Juni 2020   13:06 Diperbarui: 21 Juni 2020   13:53 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Betul-betul bahwa Webinar melahirkan gejala nyata dalam mendistorsi demokrasi. Tidak mendidik publik, juga tidak mengakomodir kepentingan rakyat kebanyakan. Hanya dalam urusan menyampaikan pendapat saja segmentasinya terbatas. Harus ada gebrakan, terobosan positif untuk melahirkan partisipasi publik dalam agenda pemerintah. Bagi yang kurang setuju dengan pendapat ini, nanti kita buktikan kelak bahwa pertemuan virtual tidak lebih dari sekedar pamer.

Jika ada manfaatnya, sedikit yang didapat publik. Lebihnya hanya pada 'pameran pencerahan' yang tidak mengena sasaran. Alhasil, dari perkembangan demokrasi kita di era Covid-19 dapat ditarik kesimpulan sebentara kalau demokrasi kita sedang sakit kronis. Perlu langkah penyelamatan, bukan melakukan pertemuan dengan metode 'dunia yang dilipat', yang jauh di dekatkan, lalu yang dekat menjadi jauh. Carilah rumusan yang lebih akurat dan mengakomodasi kepentingan semua pihak.

Benar bahwasanya teknologi membawa mudharat bagi masyarakat. Sepeti inilah salahsatunya, pertemuan virtual melahirkan perbedaan tafsir bahkan bagi sebagian rakyat yang tidak mengikuti pertemuan tersebut. Akhirnya, menjadi benih pemicu masalah di tengah masyarakat. Rakyat dan pemerintah berjarak, begitu pula dengan pemangku kepentingan lainnya, ada semacam sekat yang tercipta karena rutinitas pertemuan virtual dilakukan. Bahaya laten teknologi bukan saja tontonan tak senono yang merusak moralitas, pemikiran-pemikiran menyesatkan dan lainnya. Tapi juga memunculkan prasangka dan hoax yang menjadi pemicu munculnya masalah sosial.

Pertemuan virtual dapat mengikis kesadaran demokrasi kita. Beda tentunya pertemuan langsung dengan melibatkan fisik dengan sekedar pertemuan yang dihubungkan teknologi, maka secara emosional juga kekuatan pengikatnya berbeda. Jangan heran pertemuan virtual kadang membuat kita menjadi gagap terhadap realitas, karena hanya terbiasa dengan tatap muka melalui layar Handphone atau Laptop.

Tentu publik juga menolak ketika praktek memilih teralihkan ke teknologi. Itu sama seperti memindahkan kenakalan baru. Kejahatan manual ke teknologi juga sering kita lihat saat ini. Sama halnya nanti bila Pilkada dilaksanakan dengan mengandalkan teknologi, maka para operator, ahli teknologi yang akan punya memainkan segala hal. Kecurangan dan tipu muslihat tetap saja tak dapat dihindari. Malah segmen perang tipu-tipu alah lebih tertutup dan rapi dilakukan melalui teknologi. Pengawasan rakyat menjadi berkurang, bahkan tak ada lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun