Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Kolektor

Pernah kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsrat Manado

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Surat Terbuka untuk Ketua KPU RI

13 Juni 2020   22:02 Diperbarui: 14 Juni 2020   22:35 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bukan sekedar mengejar hasil, melainkan memaksimalkan proses (tahapan). Rakyat juga tak mau Pilkada abal-abal dan asal-asalan. Mereka menghendaki edukasi dan sosialisasi optimal. Ketika Pilkada tidak demokratis, jauh dari kualitas yang dicita-citakan, lalu KPU lepas tangan, dan mengajukan alasan karena situasi Covid-19, ini apologi akut. Hal itu tak dapat diterima. Wajib ditolak publik. Sebab, alasan tersebut telah terlambat. Sejak awal seharusnya Pilkada di musim pandemi ditunda KPU. Bukan dipaksakan.

Ketika penyelenggara Pilkada ada yang positif Covid-19, maka ini menjadi catatan bahwa para penyelenggara Pilkada lainnya layak diawasi ekstra. Mereka idealnya dirapid test massal, sebelum Pilkada dilaksanakan. Selaku rakyat kita juga berharap tenaga medis dan Gugus Tugas adil dalam menerapkan aturannya terhadap penyelenggara Pilakda. Tidak ada yang nama aturan diterapkan standar ganda.

Para penyelenggara Pilkada ini harus diawasi kesehatannya tiap waktu. Hal ini membantu agar mobilitas mereka dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab terkontrol dengan baik. Kita tak mau mereka yang digaji dengan uang rakyat ini hanya ongkang-ongkang kaki, lalu terima gaji, namun kerjanya tidak dilaksanakan dengan baik dan benar.

Potensi KPU menjadi klaser Pilkada begitu terbuka. Tapi seperti itulah implikasi dari pilihan yang mereka pilih sendiri. Bagaimana pun kemauan melaksanakan Pilkada Serentak di musim Covid-19 ini karena tekanan dan dorongan KPU sendiri. Biarkan mereka menanggung resikonya. Jangan kait-kaitkan rakyat jika ada klaster Pilkada yang disebabkan aktivitas publik untuk terlibat dalam agenda Pilkada.  

Padahal lebih etisnya, anda mundur saja dari Ketua KPU RI dan mundur sebagai Komisioner. DKPP telah memberikan teguran keras, tapi kelihatannya anda sudah mati rasa. Malah memaksakan Pilkada 2020. Kalau menyanyi demokrasi di Indonesia tak seperti ini keterdesakan anda.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun