Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Kolektor

Pernah kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsrat Manado

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menginternalisasi Pancasila, Mencita-citakan Pemimpin Pancasilais

1 Juni 2020   10:38 Diperbarui: 1 Juni 2020   14:53 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengaku pancasilais, sementara kiblat kebijakannya pro pada kaum Asing. Menghamba kepada pemodal, tidak berdikari dan cenderung mudah tersinggung, bahkan pendendam pada rakyatnya sendiri. Itu bukan pemimpin pancasilais yang diidam-idamkan. Pemimpin Indonesia yang ikhlas lahir batin dirinya bekerja untuk rakyat, sepenuh waktu, menjadikan dirinya pelayan publik. Seperti itulah baru disebut pemimpin pancasilais.

Rakyat berharap ada pemimpin yang menolak dikte dari investasi. Tidak manja, melainkan garang saat berada di pentas internasional seperti di forum PBB. Pemimpin yang punya nyali dan kemampuan teriakkan pancasila di forum-forum internasional, itulah yang membanggakan rakyat.

Metode internalisasi pancasila dalam diri menjadi starting point penting. Kalau berhasil menginternalisasi pancasila, berarti pemimpin kita dan rakyat Indonesia umumnya berhasil menjalankan pancasila. Dalam ruang sempit, luas, forum formal maupun informal kita akan menjadi pancasilais secara berjamaah.  

Jangan lagi spirit kapitalisme yang menguasai dan disusupi dalam penerapan pancasila. Sebab Indonesia bukanlah Negara yang menganut pandangan homo homini lupus atau manusia sebagai serigala bagi manusia lainnya. Kita adalah manusia-manusia pancasilais yang beradab dan punya ahlak terpuji. Jangan menjadikan pancasila yang universal itu tersandera.

Aktualisasi pancasila yang kita harapkan bisa diteladani pemimpin. Tentu melalui perilaku baik dan merakyat. Bukan merakyat dalam artian tampil dengan penampilan wong deso, tapi kebijakannya bersifat kapitalis. Bukan merakyat yang terus memelihara hutang Luar Negeri. Bukan merakyat yang dalam kebijakannya mencekik rakyat, melainkan pemimpin yang menyayangi rakyatnya.

Pemimpin yang cinta dan berdiri bersama rakyat miskin termarginal. Pemimpin yang mampu melahirkan pendidikan gratis dan berkualitas, pemimpin yang menjangkau rakyatnya sampai ke pelosok-pelosok Desa dengan kebijakan kesehatan gratis. Pemimpin yang adil, peduli tanpa henti bekerja demi mewujudkan kesejahteraan rakyat.

Membaca komentar mantan Ketua Umum PB NU, KH. Ahmad Hasyim Muzadi, tentang pancasila, menurut beliau bahwa pancasila bukan agama, tapi tidak bertentangan dengan agama. Pancasila bukan jalan, tapi titik temu antara banyak perbedaan jalan. Beda agama, beda suku beda budaya dan bahasa, hanya pancasila yang bisa menyatukan perbedaan. Sebuah pandangan yang luar biasa akomodatif dan tolerannya pancasila.

Sayangnya, elit pemerintah terutama masih gagal dalam merealisasikannya. Secara paradigmatik pancasila dapat dikatakan begitu sempurna, tapi prakteknya malah berbeda. Masih banyak politisi dan pejabat publik yang korupsi. Mereka berani melakukan hal yang bertentangan dengan pancasila, tapi juga setelah itu masih mengaku pancasilais. Sungguh menyedihkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun