Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Kolektor

Pernah kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsrat Manado

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Demokrasi Berkemajuan, Jadilah Mansuia Terakhir

15 Mei 2020   21:04 Diperbarui: 16 Mei 2020   10:34 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hindari seteru diantara masyarakat. Energi positif dialokasikan dan dialihkan untuk kepentingan memperkuat demokrasi. Melalui demokrasi berkemajuan, jalan mengembangkan Indonesia yang berkeadilan dan bermartabat akan terwujud. Daripada kita anak-anak bangsa tersedot potensinya dalam konflik kepentingan. Jadilah manusia terakhir untuk berbuat baik bagi negeri tercinta.

Ketika Daniel Bill menyebut ''akhir ideologi'', maka kita bisa mencarikan alternative lain. Melalui tafsir bahwa ''berakhirnya konflik'' kepentingan menjadi keharusan. Ketika pemerintah lupa kalau berdamai itu penting. Maka masyarakat juga tidak berdosa, tidak salah bila memulai mendorong perdamaian. Berdamailah dalam hiruk-pikuk politik.

Suatu ketika pasti kita merindukan kedamaian. Entah itu kapan. Sebab, kelak kita semua akan berdamai dengan alam sekitar. Berhentilah kita saling tuding-menuding dalam kepentingan yang remeh-temeh. Agenda besar yang perlu disukseskan adalah memajukan Indonesia.

Dengan jalan membumikan demokrasi berkemajuan. Bukan demokrasi yang penuh keributan dan pesta pora. Bukan pula demokrasi yang membuang-buang banyak anggaran. Jadilah generasi pewaris perubahan. Kita beruntung karena berada di alam Indonesia yang begitu toleran masyarakatnya.

Kesempatan ini harus diambil. Tak boleh disia-siakan. Nanti kita tertinggal atau bahkan tergilas karena diamnya kita. Jadilah generasi terakhir yang progresif, bukan yang reaktif, apalagi apatis. Ambil bagian dalam roda pembangunan.

Kita telah menyaksikan terjadinya sosial disorder. Sebetulnya nurani kita menolak itu. Yang kita rindukan itu keindahan, keteraturan, keadilan dan kedamaian. Saatnya menjadi manusia terakhir yang menghargai dan menghormati kerja-kerja kemanusiaa. Yang selalu di depan bila mengabdi pada kebenaran. Anti terhadap penindasan atau pembodohan manusia terhadap manusia. Kita yang siap menjadi lawannya manusia-manusia munafik, penindas masyarakat.

Demokrasi kita tengah menghadapi tantangan global. Tantangan terberat adalah ancama krisis. Melorotnya pertumbuhan ekonomi karena pandemic COVID-19. Belum lagi pemilihan Kepala Daerah yang mulai diintervensi kepentingan asing.

Cara masuknya melalui menanam investasi politik. Kontrak politik yang bersifat berat pada kepentingan ekonomi kapitalis ketimbang politik kesehateraan dan kemakmuran.

Mulai kebebasan berpolitik kita, tanpa terasa mulai diambil alih kaum asing. Mereka kelompok berduit tak sedikitpun menghormati kedaulatan masyarakat. Ditambah lagi dengan kita yang kadang tak punya pendirian. Terbawa sahwat politik, alhasil menjual suara atau pilihan politik untuk mendapatkan sesuatu. Rotasi paling akhir dari sikap tidak selektif dan mudah dibeli itu adalah kita melahirkan Kepala Daerah yang menghamba pada pemodal.

Sosok manusia terakhir yang didambakan ialah mereka yang selalu berbuat baik. Beternak kebaikan. Saling mengingatkan untuk urusan-urusan positif. Melawan kompromi busuk yang menghancurkan peradaban demokrasi. Manusia terakhir diharapkan dapat menjawab kegelisahan publik terhadap lahirnya pemimpin bandit. Mereka yang tegak lurus mengamalkan kebenaran. Berdiri pada nilai egaliter, toleran dan mengutamakan kepentingan banyak orang. Rela menjadi tumbal demi tumbuhnya perbuatan-perbuatan baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun