Penentuan terkait pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 9 Desember 2020, Selasa 14 April 2020, dalam implementasinya nanti tak luput dari problem rintangan yang mengikutinya.Â
Betapa tidak, ditengah upaya pemerintah mencegah penyebaran Virus Corona (Covid-19), penyelenggara Pemilu bersama Komisi II DPR RI tergolong berani menerima resiko dengan menyepakati Pilkada Serentak dilaksanakan 9 Desember 2020.
Tidak terlalu urgen Pilkada dipaksakan 9 Desember 2020, sebetulnya. Kalau stakeholder terkait memahmi betapa perlunya didahulukan sisi kemanusiaan. Kemudiam mematuhi instruksi, imbauan dan anjuran pemerintah terkait social distancing. Menjaga jarak yang dikampanyekan pemerintah agar ditaati rakyat Indonesia.
Sedangkan di kanal lain, penyelenggara Pemilu, Komisi II DPR RI dan Mendagri cukup punya nyali mau menetapkan 9 Desember 2020 sebagai waktu pelaksanaan Pilkada Serentak 2020.Â
Pilkada yang awalnya diagendakan 23 September 2020, karena pertimbangan wabah Covid-19, akhirnya digeser menjadi tanggal 9 Desember 2020. Yang nantinya akan dilegalkan dengan PERPU, kita mendoakan agar Presiden Jokowi diberi hikmat untuk menimbang ulang kesepakatan tersebut.
Publik tentu menghargai kewenangan stakeholder terkait. Hanya saja, publik juga punya hak menyampaikan pendapatnya. Bahwa atas keputusan pergeseran itu akan berdampak serius pada fondasi demokrasi kita.Â
Yang pertama, kepatuhan penyelenggara Pemilu terhadap perintah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) masih dapat dinegosiasikan, bersifat relatif. Hal ini kita harapkan juga berlaku ke rakyat secara merata.
Kedua, ketika benar 9 Desember 2020 menjadi momentum Pilkada Serentak meski pandemik Covid-19 tengah mengancam kesemalatan rakyat. Maka, kedepan boleh jadi kehadiran para penyelenggara Pemilu saat melakukan verifikasi Faktual akan menuai penolakan rakyat.Â
Ada kesulitan yang berbeda dengan situasi normal, seperti Pilkada sebelum-sebelumnya. Ketiga, konteks Pilkada ini membawa kesan penyelenggara Pemilu tak mau kehilangan proyek demokrasi.
Melaksanakan Pilkada dengan melewati badai Covid-19, boleh saja berpengaruh terhadap hasil yang berkualitas. Apalagi beberapa Tahapan Pilkada sempat dilakukan penundaan.
Sedangkan kerja penyelenggara Pemilu itu berjenjang, sistematis dan melalui tingkatan. Jangan diabaikan fakta tersebut. Publik tentu berharap, bukan atas dorongan hawa nafsu kepentingan politik, sehingga Pilkada Serentak dipaksakan 9 Desember 2020. Konsekuensi lainnya penyelenggara Pemilu memerlukan payung hukum baru.