Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Kolektor

Pernah kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsrat Manado

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Pilkada Serentak 2020, Adu Kuat Imperium Politik

1 Januari 2020   10:51 Diperbarui: 1 Januari 2020   11:07 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Maket Pilkada Serentak 2020--berita.baca.co.id

Pada hitung-hitungan politik rasional, tentunya Olly tidak mau membuat blunder. Kondisi seperti itu yang tidak diharapkan tiba, mendesak Olly selaku pimpinan PDIP Sulut selektif menjaring pasangan calon. Bukan hanya soal financial sebagai amunisi politik, melainkan figuritas, program dan tokoh yang diusung itu sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Konstalasi politik di Pilwako sebelumnya telah menjawab bahwa uang bukanlah satu-satunya faktor determinan kemenangan. Melainkan ada variabel lain.

Jangan bergembira berlebihan dengan kemenangan, karena bisa menyeret PDIP pada kekalahan. Mengutip pemikiran Sun Tzu yang mengatakan seni tertinggai perang adalah bagaimana menaklukkan musuh tanpa pertempuran. Jenderal dari Tiongkok, ahli strategi milter dan juga filosof itu berpesan bahwa jika mau menang aktor politik atau gerilyawan harus mengenali dirinya. Tau siapa musuhnya, disitulah kunci kemenangan. Selain takdir yang ditentukan Tuhan.

Bahkan Sun Tzu menyarankan harusnya para petarung itu tampak lemah ketika anda kuat dan kuat ketika anda lemah. Posisi politik PDIP untuk Kota Manado berada diatas saat ini, karena bisa mengusung calon sendiri, tanpa berkoalisi pun. Apakah PDIP Manado punya obsesi 'mengunci' lawan dengan memborong semua rekomendasi parpol seperti yang dilakukan James Sumendap Ketua DPC PDIP Minahasa Tenggara beberapa waktu lalu?.

Semua tergantung kemahiran menyiasati strategi politik. Dalam perespektif politik itu sah-sah saja, tapi mengganggu nafas dan pertumbuhan demokrasi. Karena akan melanggengkan kesewenang-wenangan dan sentralistik. Kebebasan disatu sisi akhirnya tersandera. Demokrasi kita dibajak kelompok elit berduit, kelompok yang mengendalikan kekuasaan, dan realitas tersebut kebanyakan tidak disukai masyarakat. Hindarilah praktek 'memborong' rekomendasi dukungan seperti itu.

Akan menjadi paradoks ditengah masyarakat. Hal itu tidak menyuburkan budaya demokrasi kita. Pilwako yang sepatutnya membangkitkan kebersamaan, memamerkan kegembiraan, malah tereduksi dengan arogansi sektoral. Alur itu akan membuat partai politik dijauhi masyarakat. Tumbuhkan edukasi dan literasi politik seharusnya, banyak merangkul, bukan memukul. Watak berpolitik anti kritik dihindari.

Apapun argumennya, kita tidak lagi menerapkan politik pintu terbuka. Seperti politik yang diterapkan kaum kolonial liberal di Indonesia. Karena Indonesia saat ini pemerintahannya mengurusi soal pemerintahan yang mencakup universal. Termasuk penataan logistik atau urusan ekonomi. Sehingga semua partai akan habis-habisan bertarung di Pilkada Serentak 2020. PDIP harus keluar dari tumpuannya yang biasa, ia harus menjadi lebih luar biasa dan hebat.

Langkah menuju itu adalah dengan mengambil Wakil Wali Kota yang punya basis massa jelas. Dapat mewakili etnis, agama, kekuatan politik dan kelompok masyarakat tertentu. Ketika itu yang dilakukan, maka PDIP Manado akan mudah meraih kemenangan di Pilwako Manado 2020. Karena posisi Olly dengan beban politik yang tidak sedikit juga sedikit riskan bila tak serius mengatur strategi.

Terbangunnya citra bahwa Olly begitu kental bermain dalam pusaran dinasti politik juga bisa menjadi kelemahan. Eksistensi keluarga Dondokambey secara nyata mulai tersebar diposisi-posisi inti pemerintahan. Ada Dondokambey yang menjadi aanggota DPR RI, Wakil Bupati, ada Ketua DPRD, dan posisi lain yang belum terlacak.

Lalu isu yang kurang mendidik lainnya ialah PDIP dianggap sebagai partai politik yang mengutamakan politik pragmatis. Intervensi kekuasaan dan politik transaksional menjadi sampah yang merusak tatanan praktek politik kita akhirnya. Masih ada waktu merubahnya. Jangan giring masyarakat pada cara berpolitik yang pragmatis. Itu sangatlah destruktif terhadap demokrasi. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun