Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Kolektor

Pernah kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsrat Manado

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Demokrasi Sejuk, Jauh dari Tipu Muslihat

22 Desember 2019   19:51 Diperbarui: 24 Desember 2019   08:52 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi, perayaan demokrasi

Demokrasi merupakan sistem seleksi kepemimpinan yang tepat di era pluralitas bermasyarakat di Indonesia. Konsep demokrasi menjadi rancangan besar, terbuka dan akomodatif, bila dijalankan sesuai fitrahnya. Demokrasi mengerti dan menunjung kolektifisme. Tidak sejalan dengan sistem kapitalisme yang cenderung menafikkan nilai sosial. Melalui kensepsi demokrasi pula keberagaman itu diatur secara apik, juga adil .

Bentuk konkrit dari cara penyatuan itu tersimbolisasi dalam bhinneka tunggal ika. Semboyang yang tertera dalam lambang Negara Indonesia Garuda Pancasila, memiliki arti yang historis, filosofis, sosiologis. Ikatan itulah yang menguatkan demokrasi kita. Bahwa segala dinamika model apapun di Indonesia ini, akan bermuara pada persatuan.

Sehingga ketakutan kita terhadap disintegrasi bangsa, sebetulnya tak beralasan lagi. Semua kecurigaan tentang gejala adanya gerakan merongrong keutuhan Indonesia akan gugur, bila yakin tentang esensi Pancasila. Dari fase kepemimpinan Negara Indonesia, demokrasi yang kita anut punya story dan tampilan sendiri. Punya kemiripan dalam aktualisasinya. Masih terdapat kesenjangan antara teori, normatif dengan aplikasinya.

Jalan menuju rebutan kekuasaan pun begitu adanya. Atas nama kompetisi dan hak berdemokrasi, pemimpin-pemimpin kita dari pusat sampai ke daerah, tidak saling legowo. Kadang pertarungan memenangkan Pemilu diawali dengan kebersamaan, diujungnya perpecahan. Begitu pula, yang dimulai dengan perpecahan, berujung persatuan. Uniklah demokrasi kita di Indonesia ini.

Penanda yang cukup beralasan bahwa demokrasi kita melahirkan keretahan persatuan, yaitu diakhir perayaan demokrasi kita mendengarkan gagasan rekonsiliasi. Seperti kita sedang dalam konflik serius, berdarah-darah, lalu gencatan senjata atau berdamai. Tema perdamaian menghiasi kompetisi demokrasi kita, yang secara langsung memberi pesan ke publik, kalau kita baru saja bertempur dan berkonflik. Padahal demokrasi ini bukanlah membuat kita berkonflik.

Demokrasi hendaknya dijalankan dengan riang gembira. Kegembiraan demokrasi dalam momen Pemilu tersebut harus dapat dipastikan bergerak dari awal sampai finish. Demokrasi mesti membuka pintu garansi keamanan. Bagaimana mimpi kita semua mewujudkan kesejahteraan dan keadilan lahir, kalau kita masih saja berkutat pada situasi saling bertikai, sikut sana sikut sini, hanya lantaran kepentingan politik.

Idealnya demokrasi wajib menambah rasa aman ditengah masyarakat. Berhentilah menggunakan teori manajemen konflik dalam praktek berdemokrasi. Rebutan kepentingan dalam Pemilu atau Pilkada, mesti mendewasakan semua stakeholder. Memberi pegangan terhadap semua elemen masyarakat agar merasa aman bersama.

Tidak ada yang terganggu dalam berdemokrasi seharusnya. Tapi, anehnya hari ini masih ada. Masyarakat diminta merayakan demokrasi, bersuara, namun intimidasi dilakukan. Kenyamanan dan keamanan berdemokrasi masih dijegal oknum yang berwatak anti demokrasi. Menggunakan dalil apapun, menghalang-halangi masyarakat mengekspresikan kebebasan demokrasi adalah perbuatan melanggar Hak Asasi Manusia. Mari kita ajak pemerintah hadir menjadi pijar cahaya untuk menerangi kegelapan demokrasi. Menjadi pelopor perbuatan di tengah masyarakat, lalu pemerintah perlu rutin menerangkan dan mensosialisasikan bahwa demokrasi itu "jalan kebenaran". Dan demokrasi itu satu paket dengan keaman. Kalau kacau agenda demokrasi tidak akan jalan.

Janganlah prosesi demokrasi diselipkan agenda gelap. Ya, bentuk agenda gelap itu adalah bujuk rayu, vested interest, tekanan dan paksaan kehendak. Biarkan demokrasi yang murni tumbuh dihati-hati masyarakat, jangan diganggu. Jangan dicemari dengan godaaan apapun. Karena ketika masyarakat mengerti demokrasi itu benar-benar menjadi hak milik mereka, maka setelah memilih pemimpinnya, gelombang protes akan minim. Kecuali pemimpin yang terpilih itu ingkar janji.

Demokrasi bukan menjadi jendela atau bilik bagi masyarakat menitipkan keluh-kesahnya. Sistem bernegara yang dipilih ini merupakan pintu besar yang mencerminkan harapan positif dan menjanjikan bagi kebaikan masyarakat. Itu sebabnya, jalan demokrasi jangan ditaburi duri. Bersihkan jalan panjang dari sistem perpolitikan di Indonesia, yaitu demokrasi ini jauh dari jebakan. Demoktasi itu mestinya tumbuh seiring dengan kesadaran masyarakat.

Hentikan ragaman alasan yang mengatas namakan demokarsi. Sementara masyarakat diabaikan. Kehidupan demokrasi itu 75 persen berada ditangan elit, pemerintah sebetulnya punya peran besar membuat demokrasi tumbuh subur. Jika pemerintah arogan dan rakus, maka demokrasi akan mati. Seperti itu pula, bila pemerintah tak punya kemampuan imunitas, lalu mudahnya dibujuk penguasaha atau pemodal. Maka, mereka akan berkonspirasi menyembelih demokrasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun