Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Kolektor

Pernah kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsrat Manado

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politisi Itu Melayani Masyarakat, Jangan Jumawa

14 Desember 2019   09:21 Diperbarui: 14 Desember 2019   11:17 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik yang dirindukan (sumber: rilis.id)

Seperti hutan belantara, jalan politik jika tidak dipahami politisi maka akan tersesatlah mereka. Untuk alasan tidak tersesat, maka politisi harus punya kompas. Mereka harus mengetahui roadmap. Melalui jalan ramai dan sunyi berpolitik, kita menemui praktek konspirasi atau saling sekongkol. Ada trik dan intrik. Intimidasi, memanfaatkan kekuatan kawan maupun lawan. Sampai pada bagaimana mendapat sekutu, lalu memcari musuh bersama.

Berpolitik harus punya grand design. Kalau tidak punya tujuan dan rancangan dalam politik, kita akan mengalami kehilangan arah. Kita menemui penyebaran kabar bohong untuk menjatuhkan lawan dilakukan dalam politik. Membaca politik tidak boleh tekstual. Ada politik panggung depan dan panggung belakang. Bahkan, kini perkembangan politik meluas ke kajian metapolitik.

Sebagai orang percaya, kita harus menyakini bahwa keterlibatan Tuhan dalam politik dan kaitannya dengan takdir politik atau garis tangan, benar adanya. Metapolitik berkutat diseputaran telaah itu. Kita menyaksikan hukum tabur tuai ada dalam politik. Siapa aktor politik yang arogan, otoriter dalam berkuasa, disaat tumbang diasingkan. Sanksi moral diterimanya.

 Berfikir politik bukan soal keduniaan saja. Menjadi politisi itu amanah, bagaimana memikul tanggung jawab mengurusi banyak orang. Jangan menjadi politisi gaya-gayaan, seperti kebanyakan politisi diseputaran kita. Menjabat posisi wakil rakyat beberapa periode tapi jejak kontribusi ke masyarakat tidak terbaca publik. Berarti tidak dirasakan peran dan pelayanan mereka sebagai representasi masyarakat di lembaga parlemen. 

Akhirnya, ada yang menuding mereka tipikal politisi yang suka gaya-gayaan dan manfaatkan mandat masyarakat hanya berkedok sebagai politisi. Namun tujuannya hanya mengumpulkan kekayaan sebanyak-banyaknya untuk dirinya dan keluarga. Motivasi menjadi wakil rakyat hanya karena birahi kapitalisme. Penguasaan modal dan aset untuk kepenting diri serta keluarga. Kalau sudah begitu, layaklah masyarakat menggugat wakilnya. Masyarakat berhak mempertanyakan apakah kerja-kerja wakil rakyat itu berimbang dengan uang yang diterima mereka?.

Buatkan list dan daftar prestasi yang mereka lakukan selama menjadi wakil rakyat. Bila perlu laporan kinerja disampaikan terbuka kepada masyarakat dalam tiap tahunnya. Reses bisa menjadi agenda untuk pertanggung jawaban publik. Tidak sekedar jaring aspirasi masyarakat. Yang kadang hanya formalitas, lalu implementasinya tidak maksimal.

Jangan menjadi politisi jumawa pula. Jadilah politisi rendah hati. Lembaga wakil rakyat (DPR dan DPRD) sejatinya menjadi tempat tukar tambah kepentingan masyarakat. Bukan kepentingan pribadi yang monoton dipertontonkan. Belajarlah menjadi politisi rendah hati, jangan gila hormat karena jabatan wakil rakyat. Perilaku politisi yang paradoks itu menyebabkan politisi kurang dipercaya masyarakat. Wakil warkyat menuntut hak imunitas yang melekat, tapi sering melakukan pembiaran ketika masyarakat ditindas hak-haknya.

Hindari pertentangan pikiran maupun kepentingan antara politisi dan masyarakat. Karena rahim lahirnya wakil rakyat atau politisi parlemen ialah dari lingkup masyarakat. Sebagai bentuk pengingat, politik itu harus berpegang teguh pada prinsip persaudaraan. Ketika ada yang salah, khilaf wajib saling mengingatkan. Kurang elok rasanya, sesama politisi atau wakil rakyat, politisi dan masyarakat saling perang kepentingan politik di depan publik. Lebih elegan, jika wakil rakyat perang total demi kepentingan rakyatnya. Bukan demi kepentingan Fraksi masing-masing di DPR maupun DPRD. 

Seyogyanya politisi berkonspirasi untuk memengkan kepentingan masyarakat. Melawan dominasi rakus kaum kapitalis. Tidak menyerah atau malah ikut terlibat menjadi aktor dan antek asing yang punya target memiskinkan masyarakat. Untuk itu, terus kokohkan persatuan. Apa yang disuarakan Presiden Jokowi, harusnya dicontohi wakil rakyat. Keteladanan dimulai dari dalam lembaga DPR dan DPRD tercinta. Ketika wakil rakyat berani bersatu, menghapus sekat dan menjauh dari aliran politik, maka kedaulatan tidak lagi dimanipulasi elit serta demokrasi akan bermartabat. 

Politisi yang istimewa dan layak diteladani itu yang mau melayani masyarakat. Sederhana dalam ucapan, luar biasa dalam perbuatan. Seperti itu sebaiknya dipilih masyarakat. Tidak memamerkan harta kekayaan, tidak hidup mewah dikala masyarakat disekitarnya hidup miskin kesusahan. Politisi yang membantu masyarakat, tidak menghitung-hitung bantuannya. Sayangnya, potret politisi semacam itu masih sangat sedikit kita temukan di Indonesia ini. Politisi kekinian melayani masyarakat dengan mengharapkan balasan. [**]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun