Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Kolektor

Pernah kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsrat Manado

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Apa Urgensinya Politisi Milenial di Parlemen?

17 November 2019   21:41 Diperbarui: 19 November 2019   20:32 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi politisi milenial di parlemen. (sumber: pixy.org)

KETERWAKILAN kaum milenial di Senayan pada periode 2019 - 2024 cukup mewarnai pentas politik Nasional. Lantas apa pentingnya adanya politisi milenial di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI)?. Ekspektasi publik tentu juga disematkan pada mereka melalui kerja-kerja politik yang konkrit.

Bagaimana jadinya, jika politisi milenial di parlemen tidak dibekali pengetahuan yang mumpuni tentang tugas-tugas pokok mereka?. Mungkinkah dengan pengabdian satu periode membuat mereka mampu berkontribusi dan berkompetisi dengan politisi senior lainnya.

Tentu mereka akan kehilangan peran. Lamban melakukan adaptasi. Bila relasi politik kerabat kuat, akan menunjang. Tapi berharap pada kemandirian pribadi, rasanya belum bisa. Kita mengandalkan mereka yang milenial di parlemen. Lebihnya, jangan terlalu berharap karena mereka masih minim pengalaman.

Bukan juga tidak serius memberi diri. Para politisi milenial kita perlu perbanyak belajar. Jika serius mengikuti proses di Senayan, maka pembentukan parakter sebagai politisi nasional dapat dilakukan. Tidak dengan jangka waktu lama. Asalkan sungguh-sungguh belajar disana.

Kita pun berharap agar mereka senantiasa peduli pada interest rakyat. Mematangkan diri dengan pengalaman itu perlu bagi politisi milenial. Jangan sombong. Karena rata-rata mereka adalahnya anaknya para pejabat. Kalau bukan anak mantan Kepala Daerah, politisi besar, Kepala Daerah.

"Legislator milenial itu karirnya belum berakhir, jika dijaga. Artinya, dari segi umur dan produktifitas legislator milenial belum lansia. Sehingga tidak mudah pikun."

Itu sebabnya cukup hijau mereka. Butuh banyak pengalaman yang diambil atau dicuri dari politisi senior. Tak harus malu belajar, sampaikan sesuatu sesuai yang diketahui saja. Bila tidak mengetahui satu hal, baiknya diam. Kemudian, belajar meningkatkan kapasitas, kompetensi diri. Jangan malu belajar hal baik.

Menempa diri mereka dengan terus belajar merupakan pilihan tepat. Seperti apapun itu, jam terbang politisi milenial juga menjadi aspek penting dalam membaca kemampuan mereka. Secara teoritis boleh jadi politisi milenial punya bekal. Berbeda dengan itu, ketika diuji dalam soal pengalaman.

Publik tentu menokohkan dan memuji keberhasilan para politisi milenial. Betapa tidak, diusia muda mereka telah menggapai posisi politik yang terhormat yakni sebagai anggota DPR RI. Ditengah ramainya pujian, doa-doa terbaik dilayangkan. Kita berharap para politisi milenial tidak sombong dan tinggi hati.

Menjadi politisi milenial memang rawan. Karena masa depan politiknya panjang. Makin menanjak, biasanya banyak rintangan yang menghadang. Tantangan seumuran mereka, kalau korupsi rasanya masih sulit. Yang dekat dengan pergaulan mereka adalah penggunaan obat-obat terlarang seperti narkoba.

Bahkan bisa jadi kalau tak punya kontrol diri akan terjerumus ke sex bebas. Idealisme mereka boleh terjaga, walau tak ada garansi untuk itu. Publik juga berharap antara retorika, etika dan visi besar para legislator milenial berjalan selaras dengan tingkah lakunya. Jangan lain di bibir, lain di hati, lalu lain juga diperbuatan.

Antara sibuk selfie dan berjuang (ilustrasi: risingkashmir.com)
Antara sibuk selfie dan berjuang (ilustrasi: risingkashmir.com)
Minimal menjadi bersih. Tidak ikut-ikutan bermain proyek yang menguntungkan diri sendiri. Legislator milenial itu karirnya belum berakhir, jika dijaga. Artinya, dari segi umur dan produktifitas legislator milenial belum lansia. Sehingga tidak mudah pikun.

Jadilah politisi yang selalu mengingat rakyat. Jangan lagi politisi muda milenial ini gampang melupakan janjinya pada rakyat. Ketika tak mampu menjaga reputas, langkah politik, maka akan terseleksi secara alamiah. Apalagi praktek politik ini kejam.

Bila sekali saja luka dan memiliki cacat moral, akan menjadi bahan yang dilemahkan. Dari sisi jejak pemberitaan digital, keterangan di surat kabar atau media massa lainnya soal keburukan atau skandal politik akan diingat rakyat. Kemungkinannya, dapat diredam bila berkuasa. Namun, setelah selesai berkuasa, aib politik para politisi sering diangkat lagi.

Selain membutuhkan mental baja, politisi milenial juga harus menerima konsekuensi-konsekuensi politik. Tentu dari percakapan yang melukai pihak lain. Sikap yang menuai kecaman, serta perilaku lain dari politisi milenial yang misalkan saja menuai reaksi publik. Untuk menghadapi itu, diperlukan kematangan.

Kadang politisi mapan saja hilang kepercayaan dirinya jika dibuly. Apalagi secara psikologi politisi milenial yang gampang terbawa emosi dan baper. Legislator milenial harus menggembeng dirinya agar terterima, dinamis, berwawasan pluralis, punya pemikiran nasionalisme yang luas. Banyak membaca teks dan konteks.

Tak boleh menjadi malas. Sebab, mala situ musuhnya perubahan. Kalau para politisi milenial ini mau berubah, perkuat peradaban demokrasi, maka belajarlah. 

Belajar dengan tidak pernah ada batas lelah. Pandai menempatkan diri ditengah friksi politik di parlemen. Manakala semua proses itu dilalui secara konsisten, maka anda politisi milenial akan menjadi luar biasa.

Belum kuat konstruksi konseptual soal kerakyatan dan politik, setidaknya politisi milenial tidak sibul selfie. Menjadi penghuni Senayang yang progresif. Mereka diharapkan menjadi pejuang. Bukan tukang ngerumpi, mengoleksi barang-barang mewah dari uang rakyat.  

Tentu publik tidak ridho mereka hanya pamer gaya di gedung rakyat. Melainkan menjadi politisi milenial yang bermanfaat. Bukan juga menjadi politisi yang sibuk dengan hal hedonisme dan konsumtif. Lantas menutup mata dengan kepentingan rakyat. Politisi milenial, kita harapkan menjadi teladan bagi kaum milenial.

Kita semua menanti karya mereka. Ada suara interupsi dan ketuk menjadi disaat Sidang Paripurna. Ketika kepentingan rakyat dilupakan, mereka bertugas mengingatkan. 

Jangan ikut secara berjamaah diam ketika rakyat dibuat susah. Politisi milenial di Parlemen harus meramaikan diskursus. Dengan pikiran-pikiran tercerahkan, bukan dengan sensasi. Melainkan substansi yang diutamakan. [*]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun