Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Kolektor

Pernah kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsrat Manado

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Partai Demokrat Kalah, SBY Menang

25 Oktober 2019   13:05 Diperbarui: 25 Oktober 2019   13:24 4928
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa yang tak kenal Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), mantan Presiden Indonesia dua periode. Beliau mahfum dalam hal strategi. Setelah pelantikan Kabinet Indonesia Maju (KIM) banyak yang rupanya menilai SBY kalah. Partai Demokrat kalah, bisa saja. Tapi SBY menang.

Jangan dikira SBY kalah langkah. Menurut hemat saya, SBY cenderung mengutamakan pertemanan 'geng merah'. Ketimbang Partai Demokrat. Ketika kader-kader Demokrat tidak terakomodir dalam KIM. SBY diam saja. Ada apa?. Kita tengok berapa banyak koneksi SBY yang masuk KIM.

 Mari kita lihat satu persatu. Mahfud MD, yang dibangga-banggakan kader HMI juga kawan SBY. Beliau yang menjabat Menteri Koordinator (Menko) Politik Hukum dan HAM ini tak bisa dinafikkan relatif akrab dengan SBY. Mahfud pernah jadi Ketua Mahkamah Konstitusi di era SBY.

Bahkan, santer terdengar AHY putra SBY, dikorbankan dari kursi Menpora hanya karena posisi Menko Polhukam. AHY akhirnya harus mengalah. Posisi Menko lebih strategis ketimbang Menpora memang. Ada juga satu Menko yang dijabat orang dekat SBY.

Yaitu Menko Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan (LBP). Diluar embel-embel LBP sebagai senior Partai Golkar, beliau gengnya SBY. Sama-sama korps militer. Sungguh SBY masih tangguh. Ada juga 'Kaka Pembina' Moeldoko yang punya posisi puncak sebagai Kepala Staf Presiden.

Jika ditelisik lagi, SBY ternyata tidak kalah. Beliau lihai memainkan strategi politik. Jangan ragulah pada beliau. Publik mungkin berfikir hanya Prabowo yang menang kali ini. Buktinya, Prabowo dikoordinir 'orangnya SBY' dalam Kabinet yaitu Prof Mahfud. Ada Sri Mulyani, Menteri Keuangan.

Menteri Sri tentu begitu dekat dengan SBY. Boleh diperiksa jejak digital keakraban mereka. Masih segar dalam ingatan kita, di era SBY Presiden, Sri pernah menjadi Menkeu. Setelahnya pernah juga berkarir di Bank Dunia. Tentu pertemanan politik mereka cukup kuat.

Tak boleh diremehkan begitu saja. Mengawati menang dengan banyaknya kader PDIP dijajaran Menteri. Sampai posisi SP di Kejaksaan Agung tergeser dan diganti figur yang diinformasikan punya hubungan kerabat dekat kader PDIP. Tapi, kemenangan SBY juga luar biasa.

Dua Menko dan satu Menteri yang strategis, bukan maneuver yang main-main. Sampai saat ini coba kita saksikan di media massa, SBY masih tenang-tenan saja. Dalam psikologi politik, bahasa tubuh dan reaksi SBY memang mudah terbaca publik.

Apalagi, beliau yang dikenal 'dikit-dikit curhat'. Kali ini beliau tenang, tak mau bereaksi macam-macam. Kalau tidak salah di Kabinet Indonesia Maju bercokol kurang lebih enam Jenderal (purnawirawan). Masuknya mereka, ya tentu kita harapkan dapat memajukan Indonesia.

Bergerak dan meninggalkan kemiskinan. Menatap keberlanjutan, menyelamatkan Indonesia dari hutang. Tidak kita harapkan mereka menciptakan oligarki. Melanggengkan kekuasaan, lalu berbuat sekedar memenangkan kepentingan gerbong. Hal tersebut tentu tidak diharapkan rakyat Indonesia.

SBY sekali lagi tidak kalah. Partai Demokrat kalah, bisa saja. Namun SBY tidak kalah dalam mengamankan orang-orangnya di KIM. Pertarungan strategi yang cukup menarik kita simak. Sampai-sampai ada juga kelompok pendukung Jokowi Ma'ruf yang mulai kecewa karena tidak terakomodir dalam KIM.

Alhasil, politik menampakkan wajah yang seram. Penuh penghianatan dan teka-teki. Apapun itu, inilah praktek politik kita di Indonesia. Dibuat nyaman saja. Tidak perlu diambil dengan perasaan. Iwan Fals menyebut politik sebagai panggung sandiwara, benar adanya. 

Presiden Jokowi telah dikelilingi para putra putri bangsa yang hebat. Selaku rakyat kecil kita hanya punya kemampuan mengingatkan. Perkuat kinerja, jangan ada satu, dua atau tiga matahari di era kedua kepemimpinan Jokowi. Secara politik Presiden Jokowi telah menang. Diantaranya juga menang dalam mengajak rival politik bekerja bersama. 

Jangan lengah. Tak boleh euforia, kemenangan ini harus berimplikasi positif kepada rakyat. Jangan sampai menjadi mudharat. Pastikan bahwa sampai akhir kepemimpinan Presiden Jokowi berada dijalan yang benar. Tidak terganggu, tertekan atau tampil pura-pura dalam kerja kolosal membangun Indonesia. 

Paling minimalnya. Pertemanan dan koneksi SBY memudahkan urusannya. Secara simbolis SBY melalui Partai Demokrat dianggap kalah. Mereka yang menilai SBY kalah dari sisi bargaining politik, tidak juga salah. Menjadi penting untuk dicatat, politik kita merupakan politik gerbong. [*]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun