KENAPA Pak Prabowo menjadi ancaman? Untuk konteks ini kita memberi fokus pada kehadiran Prabowo dalam lingkar kekuasaan Jokowi-Ma'ruf. Prabowo yang notabenenya sebagai rival kuat Jokowi saat Pilpres 2019, kini telah islah atau melakukan rekonsiliasi.
Kehadiran Prabowo menjadi penyebab kegalauan. Tentu penyebabnya Prabowo hadir membuat pembagian kue kekuasaan menjadi terbag-bagi. Kelompok koalisi yang memperjuangkan Jokowi-Ma'ruf di Pemilu 2019 tentu terancam.
Mereka terancam dalam pengamanan kepentingan. Sebelum kehadiran Prabowo melalui maneuver pasan akhir-akhir ini, di kubu Jokowi-Ma'ruf masih adem-adem saja. Suhu politik meningkat ketika Prabowo merapat ke Istana.
Entah apa yang dipikirkan Prabowo. Kita patut menghargai pilihan beliau dalam melakukan penetrasi politik. Dalam kancah politik Nasional, tentu ada imbasnya kehadiran Prabowo ini terhadap keamanan Nasional.
Boleh jadi, pergolakan kepentingan yang saling bergesekan akan tenang. Merapatnya Prabowo ke Jokowi, pun berpotensi membuat lahirnya instabilitas Nasional. Mudah terbaca motif gangguan kamtibmas. Ketika ada kepentingan sekelompok orang terganggu, mereka akan membuat rusuh.
Apalagi yang merasa kepentingannya terganggu adalah orang-orang berpengaruh. Bagai buah simalakama kedatanagan Prabowo ke Jokowi ini. Prabowo hadir dengan visi rekonsiliasi. Sedangkan dibagian lain, pendukungnya pun sebagian menolak maneuver politik tersebut.
Bagi saya, layak kita menghormati sikap masing-masing pihak. Sekedar saran, Prabowo sebaiknya mengambil bagian sebagai oposisi saja. Biar perjalanan demokrasi makin normal. Kalau tanpa adanya oposisi, demokrasi menjadi timpang dan kurang bergairah.
Prabowo menjadi pengancam bagi mereka yang mulai memasang kuda-kuda untuk amankan kepentingan. Tidak mungkin kehadiran Prabowo berkoalisi setelah Jokowi menang, tanpa ada kompensasi politik.
Seperti idiom, tak ada makan siang gratis. Begitulah kehadiran Prabowo dilingkar Jokowi. Kita berharap Prabowo menambah stamina pemerintahan Jokowi pada periode kedua ini. Membaca peta politik Nasional jelang Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden 2019 -2024, interupsi, protes, resistensi dan cibiran terhadap Prabowo menyeruak.
Prabowo seolah sedang menikmati popularitasnya saat dibully. Bahkan merespon kritik Rocy Gerung yang tidak setuju atas merapatnya Prabowo ke Istana ditanggapi bijak. Bagi Prabowo menjadi hal yang wajar jika Rocky Gerung mengkritik dirinya.
Ketidaknyamanan yang lahir dari kelompok koalisi Jokowi-Ma'ruf makin meningkat. Di Indonesia kita mengenal politik bagi-bagi jatah kekuasaan, mereka yang membawa narasi rekonsiliasi tentu mendapatkan jatah itu.
Berarti dengan otomatis terbagi kecillah jatah kursi tersebut. Politik kompromi memang disitu kendalanya. Iya, kendala paling utama ialah disaat pembagian jatah kursi di Kabinet. Prabowo menjadi ancaman bagi pekerja politiknya Jokowi selama perkampanye dalam Pemilu, khususnya Pilpres 2019.
Akan banyak yang berguguran kepentingannya. Kehadiran SBY yang dulunya mendukung Prabowo juga akan berpengaruh pada pembagian jatah kursi di Kabinet. Dalam situasi ini Jokowi harus berfikir sebagai Negarawan.
Karena soal penentuan siapa yang mengisi kursi di Kabinet merupakan hak prerogatif Jokowi selaku Presiden Republik Indonesia. Konflik mencuat dilingkaran elit. Saling sandera kasus, kompromi kepentingan mulai dibangun.
Bagi politisi yang kalah strategi, akan dikhianati. Mereka yang mujur dan lihai bermain siyasat akan terakomodir kepentingannya. Jokowi bagaimana pun itu, beliau harus mengutamakan kepentingan rakyat dan Negara tentunya.
Jangan main-main Pak Presiden. Penentuan siapa Menteri dengan jajaran dibawahnya, Kapolri, Panglima TNI, dan jabatan yang strategis lainnya akan menentukan maju atau mundurnya Indonesia. Semoga Allah SWT memberi hikma, kearifan dan kesehatan agar Pak Presiden Jokowi tidak salah menentukan pilihan.
Presiden yang kita kenal mendorong kerja-kerja bersama dengan slogan Kerja, Kerja dan Kerja, kali ini harus lebih selektif. Rakyat sudah mulai mempelajari para tokoh-tokoh Nasional yang layak masuk Kabinet dan tidak. Tapi semua itu, anda yang memutuskannya.
Pertanyaan selanjutnya, apakah Prabowo masuk Istana? Dan mengikuti apa maunya Jokowi?. Ataukah hanya mendompleng kepentingan?. Hemat saya, Prabowo tidak akan masuk dijajaran Menterinya Jokowi. Menitipkan orangnya, bisa saja.
Yang namanya politik itu penuh kompromi. Artinya, untuk saling membantu meringankan amanah mengabdi untuk rakyat pasti Prabowo mengikuti kemauan Jokowi. Prabowo memang yang ku kenal, bukan sampah yang mengikuti arus.
Jika ada hal kebijakan yang menyusahkan rakyat, pasti beliau lawan. Diantara Prabowo dan Jokowi, mereka sama-sama saling mendompleng. Mereka saling memanfaatkan posisi dan kapasitas, ya tentu argumennya demi kemajuan rakyat.Â
Padahal, kalau mau berbuat melalui oposisi pun Prabowo boleh berbuat. Walau tidak efektif. Pengabdian yang tulus untuk masyarakat itu tak mengenal ruang dan waktu. Namun begitulah, karena niat dan cara Prabowo mau masuk bersama pemerintah, maka kita menghormatinya.
Meski baru sebatas tanda. Prabowo baru berencana masuk ke lingkar Istana. Manuver itu mulai diributkan, ramai dibicarakan. Faktualnya nanti kita menunggu Jokowi dilantik dan komposisi Kabinetnya dilantik pula. Sekarang sebetulnya masih misteri politik. Tapi, begitulah kita di Indonesia yang doyang bermain analisa.
Membicarakan sesuatu yang belum terjadi. Bagi kita di Indonesia adalah hal lumrah. Ketika nanti Prabowo benar-benar tembus lingkar Istana, setidaknya Jokowi dibantu mensejahterakan rakyat. Bukan larut dalam bagi-bagi kekuasaan, lalu rakyat dijajah. Berhenti menciptakan kemiskinan struktural. [*] Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H