Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Kolektor

Pernah kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsrat Manado

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Presiden Yang Mulia, Jangan Takut Satire

13 Oktober 2019   11:04 Diperbarui: 18 Oktober 2019   19:39 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasihan untuk evaluasi di periode pertama Jokowi, beberapa Menteri yang aktif menjabat tiba-tiba ditetapkan sebagai Tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ini fakta yang mencoreng nama baik pemerintah sebetulnya. Utamanya Pak Jokowi yang katanya tegas mendorong pemberantasan korupsi dan anti korupsi.

Kedepan, dalam penentuan Kabinet pelajaran itu perlu diperhatikan. Bahwa menerima masukan dan rekomendasi dari para pimpinan Partai Politik, bisa saja dan itu hak prerogatif yang mulai Pak Presiden. Tapi, menjadi sangat penting ialah menyaringnya agar mereka yang masuk dalam Kabinet Kerja jilid II bukan terindikasi korupsi.

Dampaknya tentu baik adanya. Mereka yang diajukan elit parpol dan disetujuai Jokowi menjadi Menteri atau jajaran dibawah Menteri akan lebih fokus bekerja. Tidak lagi terganggu atau ketakutan dengan proses penegakan hukuk dari KPK atau institusi lainnya. Lain halnya, bila Presiden tidak selektif, maka bencana demokrasi akan datang lagi.

Membaca cyberspace (dunia maya) hari ini kita mudah mendapati keluhan public soal mulai antikritiknya pemerintah. Usaha pembungkaman terhadap penyampaian pendapat, postingan di media sosial dipantau berlebihan dan bentuk represif lainnya gencar dilakukan, kran demokrasi mulai disumbat.

Sebetulnya pemerintah perlu bersyukur dengan nyiyir dan satire dari masyarakat, sebab itu tandanya mereka peduli. Mereka khawatir dan tidak mau Negara ini hancur atau ditumpangi kepentingan pihak lain. Menjadi tidak bijak kalau semua tanggapan yang kurang baik dianggap ancaman, sentiment dan prasangka negatif.

Indonesia ini miliki semua masyarakat. Baik mereka yang berada di lingkar istana, dibawah kolong jembatan, di kebun, di laut menjadi nelayan, di pabrik-pabrik menjadi buruh, peternak, semua warga Indonesia merupakan pemilik Negara ini. Berarti mereka tak rela bila Negara yang dipimpin Presiden memiskinkan masyarakatnya. Mereka murka saat pemberantasan korupsi dihambat.

Begitu pula mereka tidak ikhlas ketika para investor asing diberlakukan bagai raja, lalu masyarakat pribumi dipinggirkan. Masyarakat Indonesia juga tentu menolak tekanan dan pelayanan atas hak-hak dasar mereka dirampas Negara. Tentu masyarakat merindukan kesejahteraan, keadilan, barang-barang murah, akses kesehatan gratis dan berkualitas.

Seperti itu juga akses pendidikan yang gratis dan berkualitas. Jangan semua institusi pablik menjadi alat penekan atau instrument untuk memeras masyarakat. Presiden tidak boleh gugup apalagi menolak satire. Gagal total visi suci negara ketika semua kepentingan masyarakat dikomersialkan.

Urusan masyarakat jangan dijadikan proyek. Sangat dzalim pemerintah kita bila penerapan pajak, pungutan yang melampaui batas, lalu masyarakat termarginal tidak diperhatikan kebutuhan mereka.

Satire itu rangsangan agar pemimpin tidak malas berfikir. Bagi pemimpin yang ukuran akalnya standar, biasanya gampang tersinggung dengan satire. Berbeda dengan pemimpin yang mapan cara berfikirnya. Pemimpin yang visioner dan terbuka cara pandangnya melihat satire bisa juga sebagai tantangan meningkatkan kinerja.

Jangan menjawab satire dengan membatasi dialektika publik. Membabat habis iklim kondusif dari proses diskusi dan dialog intelektual bukan solusi memajukan Negara. Pemerintah perlu menjawab satire dengan kerja. Prestasilah yang akan memuskan publik yang bertanya, bukan misalnya membentuk tim buzzer medsos.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun