Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Literasi progresif

Pegiat Literasi dan penikmat buku politik

Selanjutnya

Tutup

Politik

Gratifikasi Seks dalam Relasi Kuasa

10 Juli 2024   15:39 Diperbarui: 2 Oktober 2024   10:49 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gratifikasi seks (Dok. suryakabar.com)

RASANYA istilah gratifikasi telah mengalami perluasan interpretasi. Tidak tunggal ditafsir sebagai bagian tukar tambah kepentingan. Dari seorang yang berkepentingan kepada pejabat publik sebagai pemegang kepentingan, tujuannya mempengaruhi kebijakan. Dapat mempengaruhi keputusan, menghalalkan segala cara, merubah kebijakan, dan prinsip-prinsip profesionalisme menjadi lentur. Aturan dilanggar.

Sekarang gratifikasi tidak sekadar merambah atau bersentuhan dengan uang atau sogokan materi. Lebih dari itu, santer digunakan pada praktek gratifikasi seks yang dilakukan di republik Indonesia ini. Model baru praktek amoral yang kerap dipakai para pejabat publik dengan memanfaatkan jabatannya.

Dalam proses seleksi penyelenggara Pemilu, misalnya rumor gratifikasi seks deras terdengar. Ada selentingan, ''jika tak punya uang, bisa jual tubuh bagi perempuan''. Jualan kecantikan untuk kepentingan meraih jabatan dilakukan. Maksiat sekalipun dianggap lazim. Nauzubillahminzalik.

Tidak hanya KKN, menyuap pemegang kewenangan (stakeholder) untuk berpihak dan menguntungkan diri seseorang juga dilakukan. Demi mendapatkan jabatan, seseorang berani menjual birahi harga dirinya. Sialnya lagi, pemangku kepentingan dalam hal ini pejabat publik ikut menikmati, membuat peluang itu.

Mereka mencemplungkan dirinya dalam kotoran pekat, becek, dan bau busuk praktek maksiat yang bernama gratifikasi seks. Ketua KPU RI, Hasyim Asy'ari dipecat akibat dari kasus asusila yang melibatkan Cindra Aditi Tejakinkin (CAT), perempuan anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Den Haag, Belanda. Sepertinya Hasyim sudah mencapai titik klimaks dalam deretan akumulasi skandal kejahatan.

Bahkan sebelumnya pernah dilaporkan ''wanita emas'' Hasnaeni Moein, Ketua Umum partai Republik Satu. Dalam kasus Hasyim, hingga dipecat dari KPU diduga kuat memiliki relasi penyalahgunaan kekuasaan atau kewenangan (abuse of power), ada gratifikasi seks. Konsekuensinya, reputasi Lembaga KPU menjadi runtuh.

Praktek jual diri ke pejabat publik menjadi fenomena yang memalukan. Namun sayangnya, di pihak lain menjadi semacam ''kebanggaan'' bagi oknum pelaku pembuat aib tersebut. Beda problemnya, jika yang melakukan hal melecehkan dan memalukan itu dilakukan bukan oleh pejabat publik yang digaji negara.

Ketua DKPP, Heddy Lugito akhirnya pada hari Rabu, 3 Juli 2024, karena terbukti melakukan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP), DKPP memutuskan menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada Teradu yaitu Hasyim Asy'ari selaku Ketua merangkap Anggota KPU RI, terhitung sejak putusan tersebut dibacakan.

Benarkah Ketua KPU RI yang baru dipecat itu bandit dan tolol?, ataukah hanya menjadi korban politik. Seperti kata peribahasa, ''habis manis sepah dibuang''. Beberapa pihak sudah menduga, bahwa Hasyim pasti dibuang ke tong sampah secara politik setelah Pemilu 2024. Jika sedari awal DKPP tegas, Hasyim mestinya dipecat disaat kasus wanita emas.

Tercapture juga dalam pernyataan yang dihumpun DKPP, dan dibacakan di Jakarta, Rabu, 3 Juli 2024, Hasyim disebut sudah memiliki intensi terhadap terduga korban asusila yang berinsial CAT tersebut. Hasyim terhitung kurang lebih 5 kali mendapat sanksi DKPP, hingga akhirnya diberhentikan secara tetap (permanen).

Yang membuat publik, terutama pegiat Pemilu, akademisi yang konsen dengan pembangunan demokrasi bukanlah dipecatnya Hasyim. Melainkan rusak, luluh lantahnya institusi KPU yang dilakukan para mafia. Para bandit yang berkedok integritas. Mereka yang memanfaatkan jabatan untuk mengekspresikan libido pribadinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun