Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Literasi progresif

Pegiat Literasi dan penikmat buku politik

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

"Vote Buying" Merusak Masa Depanmu

13 Februari 2024   21:04 Diperbarui: 14 Februari 2024   07:16 355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi politik uang saat serangan fajar jelang hari pemungutan suara pemilu.(Foto: KOMPAS.com)

YAKINLAH memilih calon Presiden dan Calon Wakil Presiden karena uang akan merusak dirimu, bahkan anak keturunanmu. Politik uang memiliki efek kerusakan yang serius. Pemimpin yang kau pilih nanti akan merefleksikan dirimu.

Jika kau memilih karena alasan yang, kau materialistik pemimpin yang engkau pilih itu bakal lebih materialistik. Bersiaplah menghadapi era kegelapan, dimana barang-barang mahal dan kau menemukan pemimpin yang korup juga otoriter yang anti demokrasi.

Praktek politik kotor mengancam kehidupan demokrasi itu yang kita sebut vote buying. Potret politik uang, atau politik transaksional (vote buying) sangat tidak mendidik anak-anak bangsa. Politisi dan Capres atau Cawapres yang melakukan politik uang sesungguhnya tidak menghargai rakyatnya.

Menghalalkan segala cara untuk merebut kemenangan dalam Pemilu khususnya Pilpres 2024 menjadi jalan yang ditempuh politisi busuk. Aturan main terang-terangan dilanggar. Hukum dikangkangi.

Intervensi dan intimidasi politik dilakukan. Inilah sebetulnya problem paling nampak dari kemajuan demokrasi kita di Indonesia. Kesadaran ideologis dari para politisi masih relatif minim. Yang ada dalam benak mereka kebanyakan adalah bertarung dan memenangkan kompetisi politik. Soal etika dan moral belakangan.

Perilaku yang buruk itu seolah-olah menjadi habit bagi politisi kekinian. Padahal yang demikian itu merusak bangunan demokrasi kita yang penuh dengan keadaban. Politik yang mengedepankan fatsun, dikesampingkan. Yang ditanamkan dalam benak politisi yang rusak mental hanyalah uang dan jabatan. Mereka berpikirnya dengan itu, semua bisa dibeli atau diperoleh.

Begitu memiriskan karena cara itu yang merusak tatanan demokrasi. Artinya, vote buying perlu diwaspadai. Agar pemilih tidak menjadi korban dari para calon Presiden dan Wakil Presiden bermental korup, maka diperlukan edukasi politik. Akademisi, aktivis pro demokrasi harus tampil di depan untuk menghidupkan literasi politik.

Vote buying dampaknya signifikan merusak nilai-nilai demokrasi. Kesejahteraan yang menjadi tujuan dan wajib direalisasikan akhirnya melenceng. Politik kesejahteraan berubah menjadi politik sekadar memperkaya diri. Para elit pemerintah, dan oligarki malah tanpa etika melakukan monopoli, sewenang-wenang pada rakyat.

Nyaris tak ada political will pemerintah yang murni dan tulus untuk membenahi kehidupan rakyat. Demokrasi akhirnya dijadikan alat memperkuat kekuatan oligarki. Rakyat ditempatkan sebagai alas kaki kekuasaan. Begitu bengisnya. Inilah yang harus dirubah. Pemilu 2024 jangan sampai melahirkan pemimpin maruk seperti itu.

Haram di negara Indonesia tercinta yang menganut sistem demokrasi melahirkan pemimpin rakus, tanpa malu, dan jumawa. Menyepelekan, bahkan tidak menganggap keberadaan rakyat sebagai penyokong satu-satunya atau fondasi utama bernegara. Rakyat direndahkan, pelanggengan kekuasaan diutamakan.

Malah tanpa malu, para elit pemerintah hadir menjadi die hard terhadap pasangan Capres tertentu yang bertarung dalam Pilpres 2024. Abuse of power dilakukan. Jalan yang biasa ditempuh yakni melalui iming-iming jabatan, tekanan, hingga vote buying. Praktek merusak demokrasi dilakukan tanpa ada perasaan bersalah pada rakyat.

Para elit politik yang menjadi kontestan dan kelompok yang beroposisi juga tegas meng-hire kandidat pemimpinnya. Pertarungan politik pada Pemilu, 14 Februari 2024 sangat alot. Saling khianat dipertontonkan, memobilisasi alat negara turun menjadi aduan beberapa pihak di lapangan. Begitu pula politisasi Bansos juga menjadi sorotan rakyat dan politisi.

Ada dugaan personifikasi Bansos saat penyaluran dilakukan. Padahal Bansos itu dibeli dari pajak rakyat, dan pemerintah berkewajiban mengembalikan itu ke rakyat. Artinya, Bansos bukan pemberian seseorang atau sekelompok orang. Melainkan pemberian negara kepada rakyatnya. Sehingga kurang ajar bila dipolitisir.

Tak hanya itu, fenomena politik juga menampilkan kepalsuan retorika dari para politisi. Jual beli janji, dagangan sampai dagelan komitmen politik dilakukan. Kita semua perlu menghindari agar praktek politik tidak terus-terusan dianggap seperti pasar gelap demokrasi. Yang disana ada politik transaksional, dan gambling dilakukan.

Rakyat mesti diberi edukasi, agar menghindari dan mewaspadai adanya vote buying. Karena dampaknya adalah pada kecurangan. Kebebasan berdemokrasi yang sejatinya milik rakyat dipengaruhi, disabotase dengan adanya gejala vote buying. Etika dan perlakuan baik dilanggar. Rakyat diajarkan untuk pragmatis.

Mereka politisi yang memberi uang atau bantuan sosial dengan iming-iming agar dirinya dipilih, dan rakyat yang menerima suap tersebut secara hukum melanggar aturan. Sedihnya, kerap kali kasus-kasus serupa tidak disentuh, tidak mendapat perhatian serius Bawaslu dan pihak berwajib untuk menindaknya.

Para penegak hukum, pihak-pihak yang berkompeten dan digaji rakyat atas tugas tersebut kita meminta mereka untuk bekerja maksimal dalam pengawasan Pemilu 2024. Jangan ada pembiaran. Bagi siapapun itu yang melanggar regulasi, layak diberikan sanksi yang sepadan. Tidak boleh ada standar ganda. Atau praktek main mata.

Vote buying merupakan praktek keji. Sebuah kejahatan demokrasi yang tidak boleh ditorerir dengan alasan apapun. Sudah membawa bukti nyata dari praktek vote buying tidak sedikit pemimpin politik yang terpilih adalah mereka yang tidak bermutu. Baik dari aspek kompetensi ilmuan, pengalaman, etika, moral, komitmen, dan visi pembangunan.

Buntut dari lahir akibat vote buying berupa polarisasi di tengah rakyat. Berpotensi melahirkan disintegrasi nasional. Rakyat dibuat bertengar pada isu-isu sektarian politik, tapi di balik itu elit politik yang rakus malah menari dan bersenang-senang. Politisi yang anti demokrasi mereka tak terusik batinnya bila rakyat miskin berteriak mengeluh.

Walau begitu, rakyat tak boleh kita lepas begitu saja dan tersandera keputusasaan. Rakyat tidak boleh dibuat trauma karena tingkah laku politisi yang rakus, bermental penjajah. Semua elemen yang sadar akan perubahan, mau memperbaiki demokrasi harus ambil bagian melakukan edukasi politik. Mari kita lawan vote buying.

Perang semesta terhadap praktek vote buying harus dilakukan masif dan kompak. Ini bukan hanya musuh satu dua orang, melainkan musuh negara menjadi musuh kita semua. Karena vote buying menjadi cikal bakal maraknya korupsi di republik ini. Sebuah pentas yang kini tanpa malu dipentaskan oknum politisi yang nir etika.

Praktek demokrasi dalam Pilpres 2024 yang dilaksanakan dengan devias dan kecurangan akan melahirkan kuasi. Ya, bukan tidak mungkin people power yang melawan pemerintah. Dengan begitu, pihak-pihak yang diberi otoritas dari negara harus tertib, taat pada amanah yang diberikan. Lalu bekerja benar.

Masyarakat sipil yang kritis tentu tidak tinggal diam melihat pelecehan dan penyelewengan hukum terjadi. Penyalahgunaan kekuasaan tanpa malu dipertontonkan, perilaku culas yang demikian akan ditentang rakyat. Itu sebabnya, elit pemeritah saat ini harus menjaga posisinya sebagai pengayom.

Juga sebagai pelayanan publik. Bukan satu kelompok tertentu atau kekuasaan hanya dimanfaatkan untuk meng-entertain keluarga mereka. Lalu rakyat yang memberi kritik dianggap dan dituduh menyebar hoax. Cara yang demikian mendistraksi persepsi publik. Alhasil inti protes rakyat tidak tersentuh.

Model politik yang didesain untuk memenuhi hasrat jahat politisi harus dihilangkan. Rakyat harus berani melawan itu. Silahkan responsif dalam mengawal Pemilu 2024. Foto dan videokan jika ada oknum tim pemenangan, politisi yang berbuat curang di lapangan. Dokumentasikan itu dan laporkan ke pihak berwenang.

Seperti apapun itu kita harus jujur bahwa konstruksi demokrasi dan konstitusi kita mulai diporak-porandakan. Bawaslu tidak boleh diam, harus berani menjalankan tugas secara progresif. Jangan sampai ketika Bawaslu dan KPU berbuat curang, rakyat akan menghakimi kalian. Tidak bisa diabaikan anomali demokrasi yang ada saat ini.

Etika bernegara yang tercoreng akan berdampak pada etika sosial yang meluas. Ruang itu yang harus diminimalisir dan dicarikan solusinya. Rakyat yang berada pada kategori undecided voters segera pula mencermati siapa Capres dan Cawapres yang layak dipilih. Jangan mengambil sikap Golput.

Bung Amas (Dokpri)
Bung Amas (Dokpri)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun