Jangan diabaikan bahwa dalam proses perubahan peradaban selalu saja ada yang menuliskannya. Publik punya kesadaran sejarah. Ketika pemimpin dan elit politik hari ini menunjukkan perilaku barbar terhadap demokrasi, pasti akan dicatat. Akan dikenal sebagai preseden buruk yang memalukan kelak.
Demokrasi kita akan mudah rapuh, terfragmentasi dengan kepentingan sesaat dari para politisi yang hanya memikirkan dirinya, keluarganya, dan keberlanjutan oligarki. Kalau kita zooming, tidak sedikit masyarakat Indonesia yang berharap pada pemimpinnya agar nasib mereka bisa berubah lebih baik.
Bahan pokok murah dan terjangkau. Pendidikan gratis dan berkualitas, tarif dasar listrik murah. Pajak tidak membebani mereka, serta pemimpin yang adil pada seluruh rakyat. Misalnya pemimpin saat ini dinilai belum berhasil memberikan itu, setidaknya pemimpin yang akan datang harus bisa melakukan itu.
Di hadapan kita, challenge bagi demokrasi dalam Pemilu tahun 2024 kian kompleks. Mulai dari preferensi pemilih yang beragam kemudian kerap dibentur-benturkan, tanpa terasa mulai menihilkan persatuan nasional. Masyarakat disodorkan isu-isu yang negatif untuk saling berkonflik karena perkara politik.
Ekspektasi kita semua, sekiranya ada Capres yang punya master mind (pikiran utama) mendamaikan masyarakat. Membayar luas, memberikan pelayanan secara tulus ikhlas. Pemilu bukan melahirkan paradoks, melainkan menghadirkan solusi komprehensif bagi masyarakat yang gelisah. Jangan biarkan demokrasi tercerabut dari akar-akarnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H