Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Literasi Sampai Mati

Pegiat Literasi dan penikmat buku politik

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politik Itu Unpredictible

1 Februari 2024   13:26 Diperbarui: 1 Februari 2024   13:37 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di atas kertas, bisa saja para tukang survei memprediksi kandidat Capres tertentu akan menang. Tapi, faktanya bisa terbalik. Pengalaman Pilkada dan Pemilu sebelumnya sudah membuktikan itu. Sebab, overall (keseluruhan) apa yang diamati pihak-pihak tertentu nyaris tidak objektif, tidak lagi akurat. Semua menjadi tendensius dan memiliki conflict of interest.

Dalam konteks berdemokrasi kita menyadari suasana kompetisi saling tentu saling mempengaruhi. Tema politik ''melanjutkan'', ''perbaikan'', maupun ''perubahan'' yang diusung tiap kandidat Presiden dan Cawapres akan diuji disaat hari pelaksanaan pemilihan. Apakah rakyat berminat ataukah tidak.

Politik ini soal trust. Walau banyak pengaruh yang membuat kepercayaan terhadap pemimpin itu mengalami kehilangan legitimasi. Misalnya, adanya politik uang dan bagi-bagi Bansos (5 paket Bansos) yang menyedot APBN tahun 2024 mencapai Rp 496 Triliun. BLT, atau Sembako dirapel penyalurannya dipercepat. Ini dikaitkan dengan Pilpres 2024. Tentu akan riskan terjadi deviasi.

Angka Bansos ini bertambah atau naik Rp 20 Triliun, dibandingkan anggaran serupa di APBN 2023 yaitu Rp 476 Triliun. Distribusi Bansos ini tak luput dari perhatian publik. Masyarakat seolah disandera pada ruang berpolitik yang sangat tidak sehat, antara politisasi program dan hak yang seharusnya didapat masyarakat. Inilah adalah model politik vote buying.

Yang perlu disampaikan ke masyarakat juga adalah kerap kali hasil survei dari Lembaga Survei menjadi sekadar instrumen untuk menggiring opini publik. Kalau merefer (merujuk) pada marketing politik, apa yang dilakukan paslon Capres dan timnya hanya bertujuan untuk mengumpulkan elektoral.

Mereka membuat strategi, bahkan ada yang berani dengan program tipu-tipu dan rekayasa yang penting rakyat memilih. Setelah itu, aspirasi rakyat diabaikan. Janji tinggal janji, tak kunjung ditepati. Liat saja ada hal recehan dipertontonkan dalam debat Capres dan Cawapres. Tidak komprehensif yang berbasis pada policy dan decision besar. Malah berkutat pada urusan teknis.

Kita juga mendapati calon pemimpin kita ada yang over thinking (berpikir secara berlebihan) terhadap hal yang bersifat pembaharuan. Seolah-olah alergi dengan transformasi. Itu sebabnya, publik harus dididik agar mengenali dengan baik siapa Capres dan Cawapres yang akan dipilih dalam Pilpres 2024.

Jangan percaya dengan hasil survei. Pilih saja sesuai hati nurani rakyat. Yang utama jangan Golput. Perlu ada distingsi pula bahwa hasil survei yang dipotret Lembaga Survei yakni disaat survei itu dilakukan. Bukan memotret situasi politik setelahnya. Pengetahuan ini penting diketahui publik.

Dari praktek politik yang kita amati, maka diperlukan pihak yang membridging (menjembatani) antara calon pemimpin kita saat ini dengan konstituen. Jangan dibiarkan masyarakat dalam kegamangan. Install atau memasang kesadaran kepada mereka tentang perlunya cermat, selektif dalam memilih pemimpin.

Ketika masyarakat gandrung terhadap kemajuan, biasanya mereka berfikir kritis dan terbuka. Tidak pasrah pada keadaan. Mereka kerap memikirkan nasib akan keturunannya. Memikirkan masa depan dan mau berinisiatif menyiapkan masa depan dengan memilih pemimpin progresif yang menawarkan optimisme.

Masyarakat jangan hanya berkutat dalam pergumulan hidup yang penuh kesedihan. Kita bantu mendorong mereka untuk berfikir dengan jangkauan masa depan, memikirkan 5, 10, 20, 30 tahun mendatang. Tidak berfikir makan hari ini dan besok semata. Ikhtiar semacam ini yang perlu dirintis secara kolektif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun