Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Literasi progresif

Pegiat Literasi dan penikmat buku politik

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Demokrasi Dispute, Ketidakseimbangan Baru Politik

26 Mei 2023   23:50 Diperbarui: 27 Mei 2023   00:05 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi rebutan kepentingan (Dok. Rakyat Sulsel.co)

APA GUNANYA bernegara kalau rakyat dibiarkan miskin. Negara hadir untuk memajukan kesejahteraan umum. Titik tolaknya ada pada proses politik. Dimana praktek demokratisasi menjadi jalan terbaik bagi seluruh rakyat Indonesia. Peta jalan demokrasi di tahun Pemilu 2024 menjadi kuncinya.

Arah baru kemajuan Indonesia juga mulai diusung para politisi. Sebagai perspektif segar para elit politik dengan strateginya memunculkan figur dan isu-isu yang dianggap lebih relevan dengan kepentingan rakyat. Tantangan yang dihadapi dilapangan juga tidak mudah. Adanya sengketa ''dispute'' kepentingan.

Politik uang, politik identitas masih menyeruak. Membayangi dan mengancam politik narasi yang dibangun. Demi nafsu birahi meraih kekuasaan para politisi kita tak main-main mengarahkan segala sumber dayanya. Jalan damai demokrasi harus diciptakan.

Agar rakyat sejahtera, maka calon Presiden dan calon Wakil Presiden yang diajukan partai politik haruslah merakyat. Mereka bukan generasi yang gagal. Melainkan generasi yang dapat diandalkan. Karena kompleksitas masalah yang dihadapi kedepan tidak sedikit. Kita butuh pemimpin yang matang, mantap, dan berani.

Pemimpin tidak sekedar memiliki pretensi meraih kekuasaan. Bukan pula pemimpin yang hanya menjadi kambing congek. Yang setelah terpilih melalui Pemilu 2024 ia menyerahkan dirinya menjadi budak kalangan borjuis. Menjadi alas kaki para cukong, tidak boleh seperti itu.

Jika konstalasi politik 2024 memungkinkan terjadi benturan dahsyat, maka situasi politik akan berubah drastis. Akan muncul ketidakseimbangan baru. Retaknya proses demokrasi menjadi pincang. Pemimpin populis sulit ditemukan. Pemimpin yang punya kemandirian, berdikari, dan menolak takluk pada kepentingan asing. Itu mudah sebetulnya diwujudkan.

Ketika elit politik, dan para politisi umumnya gagal menyeleksi calon Presiden maupun calon Wakil Presiden yang diusung. Maka, rakyat harus lebih selektif. Kadang kala bila politisi bertengkar, kemudian membawa manfaat bagi rakyat itu tak apa-apa. Biarkan saja. Tidak perlu kita pusingkan.

Yang berbahaya itu, kalau politisi bertengkar lalu rakyat dijadikan tumbalnya. Pertengkaran dan perseteruan politisi kemudian membawa mudharat bagi rakyat, ini yang patut dihindari. Dalam situasi ketegangan dan bercampurnya kemelut politik yang membuncah harus ada jalan politik baru.

Perlu ada yang merintisnya. Ikhtiar yang disampaikan Nusron Wahid bahwa Partai Golkar sedang melahirkan koalisi alternatif untuk meredakan, mencarikan solusi terhadap polarisasi cebong vs kadrun. Kita berharap dalam terwujud, agar Pemilu 2024 menyajikan jalan damai bagi demokrasi.

Rakyat tidak lagi diombang-ambing atas isu ketidakpastian dan benturan kepentingan yang rumit. Demokrasi kita harus lebih tegak berjalan. Tegas melibas habis mereka yang berpotensi menyemai benih kerusuhan sosial. Demokrasi mesti melahirkan optimisme tentang persatuan dan kemajuan.

Demokrasi harus menjadi jalan yang dituju atau panduan ''guidance''. Tidak malah menampilkan wajah suram dan menyedihkan bagi rakyat. Itu sebabnya, Pemilu 2024 perlu menghadirkan kegembiraan. Yang membuat rakyat gegap gempita mengarahkan energi untuk memilih pemimpin yang tepat.

 Cermin Indonesia Masa Depan

Indonesia masa depan wajib dipimpin mereka yang mendapat legitimasi penuh dari rakyat. Sosok yang memiliki trust. Mereka yang memiliki geneologi kepemimpinan. Pemimpin yang ketika berada dimanapun ia selalu menjadi titik temu. Penghubung, pemberi solusi, juru damai, dan membawa harapan.

Bukan pemimpin yang tanpa harapan ''hopeless''. Kemajuan negara sudah pada posisi ini, jangan dibuat menjadi mundur ke belakang lagi pembangunannya. Kehadiran pemimpin yang dapat menyatukan seluruh elemen rakyat itu sudah dapat dideteksi sejak dini. Alat ukurnya dengan membaca rekam jejak.

Sekarang satu persatu bakal calon Presiden, setidaknya sudah menguat 3 (tiga) nama. Yakni, Prabowo, Ganjar dan Anies. Dari mereka publik sudah harus dikenalkan secara jujur, tanpa hoax tentang siapa mereka sebenarnya. Apa prestasinya. Visi misi yang diperjuangkan.

Variabel yang rasional dan logis bisa menjadi sarana untuk membandingkan para bakal calon Presiden tersebut degan cara objektif. Hanya melalui cara itulah publik diajak untuk berfikir jernih, tanpa tendensi berlebih dan sentimen busuk untuk menilai pemimpin Indonesia mendatang. Lalu, silahkan bersikap.

Figur mana yang dirasanya cocok dan layak dipilih rakyat nantinya. Sebagai saran, jangan berani dan jangan mau memilih calon pemimpin karena diberi uang atau materi. Jangan pula mau memilih pemimpin karena faktor kebencian terhadap sosok tertentu. Memilih atas dasar hati nurani, itu yang lebih bijak.

Memilih karena uang akan berpotensi figur yang pilih nantinya melakukan perbuatan korupsi. Itu sama saja sejak dini kita memberi mereka beban. Mereka dibebani dengan urusan prgamatisme politik, ini menjadi fase yang membahayakan bagi politisi. Jangan rakyat menyandera pemimpin pada ruang sempit seperti itu.

 Mesin Politik dan Potensi Fragmentasi Sosial

Idealnya para elit partai politik mengencangkan mesin politik. Melalui pendekatan edukasi, mendewasakan dan mengajarkan masyarakat pemilih untuk berfikir lebih terbuka. Hentikan propaganda yang membuat tali persaudaraan sesama rakyat menjadi renggang. Bangun kesadaran rasional.

Eskalasi politik yang tinggi jelang Pemilu 2024 perlu dibarengi dengan kualitas dan bekal, atau modal pengetahuan rakyat tentang politik. Hal itu dapat dijadikan senjata, benteng pertahanan dalam melawan politik pecah belah. Politik yang membuat rakyat tercerabut dari nilai-nilai persatuan.

Tak menafikan ancaman dan potensi fragmentasi sosial akibat ketegangan politik yang tinggi di tengah masyarakat. Kehadiran kita paling tidak adalah menekan, mengkanalisasi, membuat rute baru agar perpecahan di tengah masyarakat ledakannya terkendalikan. Atau paling tidak, tak akan ada keterbelahan.

Telah menjadi tugas kita bersama untuk menciptakan situasi politik yang mempersatukan masyarakat. Membangun pikiran yang mengintegrasikan dari berbagai penjuru yang berbeda-beda itu untuk mau solid memilih pemimpinnya dengan komitmen memajukan Indonesia, tanpa ada sekat perpecahan. Pemimpin yang melahirkan equilibrium.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun