Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Literasi progresif

Pegiat Literasi dan penikmat buku politik

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pentingnya Itikaf Politik

28 Maret 2023   22:09 Diperbarui: 28 Maret 2023   22:53 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


ADA
waktu dimana segala problem, kegundahan dan kegaduhan membuat seseorang bosan. Lalu apatis. Begitupun kita menghadapi kemungkaran. Apakah kita berani mencegah atau tunduk dan diam saja. Banyak politisi kurang peka dalam soal ini. Mereka tertariknya ribut untuk sesuatu hal yang memberi manfaat pribadi.

Di bulan suci ramadhan 1444 Hijriah, bertepatan dengan tahun 2023 masehi, para politisi rasanya perlu melakukan itikaf. Melalui cara itulah benih-benih benturan argumentasi terminimalisir. Berhentilah sejenak menjalankan misi politik. Safari dan silaturahmi sebaiknya diskors sementara waktu.

Karena kenapa?, publik selalu disajikan dengan ketidakharmonisan. Contoh di depan mata, ada pihak yang merancang dan menjalankan agenda silaturahmi politik, mesti tema yang dikonstruksi bukanlah silaturahmi politik. Tapi, yang dihidupkan, dipropaganda ke publik ialah bersifat anomali dan kontradiktif.

Tahun Pemilu 2024, memang tak lama lagi. Bukan untuk melarang atau membatasi kebebasan demokrasi dari orang lain, ini sekedar saran. Sebaiknya, agenda-agenda safari politik dilanjutkan setelah bulan ramadhan. Sehingga media sosial tidak terus-menerus bergejolak dengan praktek saling tuding.

Biar pula interaksi sosial kita tak dipenuhi dengan saling curiga, dan bahkan saling serang. Kita lebih khusyu menjalani ibadah puasa. Kecenderungan warga kita yang reaksioner juga menggampangkan provokasi buruk di media sosial meluas. Itu sebabnya, lebih baik politisi kita melakukan itikaf politik.

Berdiam diri, menahan diri, menginterupsi sebentar waktu safari politiknya. Sebab, sekarang juga kontroversi terlihat. Dan bukan hanya melibatkan warga dari agama tertentu saja, namun telah bersilang lintas agama dalam membahas tema-tema ''safari politik'' di bula ramadhan.

Dipending itu lebih baik. Ketimbang dilaksanakan safari politik, lalu kemudian ada agenda sisipan, trik politik jahat dan adu domba diselindupkan di bulan yang mulia bagi kaum muslimin ini. Maka, problem kekacauan bisa terjadi. Inilah yang kita antisipasi. Pencegahan perlu dilakukan intensif.

Jangan sampai ada penumpang gelap yang memainkan peran ganda. Membuat rakyat saling menyalahkan antara satu dengan yang lain. Biasanya dari hasil pro kontra di ruang publik, ada pihak yang mengambil keuntungan. Mereka diuntungkan. Rakyat menanggung derita dari proses itu.

Hadapi perbedaan pilihan politik di bulan mulia ini dengan melakukan itikaf politik. Para politisi muslim perlu berdiam diri di masjid. Kurangi rutinitas yang berkaitan dengan politik praktis. Biar rakyat juga tidak diusik dengan isu-isu saling menyudutkan dari elit politik.

Tidak bisa diabaikan dinamika politik yang makin memanas jelang 2024, kalau tak didinginkan, maka akan melahirkan turbulensi yang dahsyat. Publik berharap para elit parpol, elit relawan, akademisi, pegiat literasi, para pemerhati dan pecinta demokrasi men-direct memberi komando.

Tunjukkan keteladanan. Biar aktor-aktor politik kita di lapangan bisa malukan itikaf politik. Tidak terus melakukan mobilisasi dari mesjid ke mesjid. Atau dari rumah ke rumah untuk mengumpulkan banyak orang dengan alasan safari ramadhan atau apapun. Dengan begitu, partisan parpol akan manut.

Warga yang menjadi simpatisan calon Presiden atau calon Wakil Presiden juga akan mencontoh hal baik itu. Semua kita menolak, tidak mau jika rumah-rumah ibadah dijadikan basis kampanye politik. Apapun alasannya. Lalu, rakyat yang menjadi partisan dikorbankan, seolah-olah membela agama.

Politik is politik, bukan membicarakan atau mewakili agama tertentu. Soal model atau metode yang berbeda dijalankan tiap politisi, melalui kubu atau koalisi politiknya patut kita saling menghormati itu. Berbeda bukan berarti kita bermusuhan. Tahan sedikit hasrat politik yang membuncah.

Ini bulan istimewa jangan kita nodai dengan politik kebencian. Politik mengatasnamakan agama hanya berkontribusi melahirkan intoleran. Bercerminlah wahai politisi kita yang memanfaatkan bulan ramadhan sebagai ajang memperbanyak dukungan elektoral.

Kalau memanfaatkan mimbar untuk kampanye menjelekkan yang lain, hanya akan melahirkan kecemasan publik yang meluas. Dan itu tidak sehat. Demokrasi akan rapuh, kerukunan sosial terganggu. Sebetulnya demokrasi menjadi etalase indahnya hidup rukun, saling berdampingan. Bukan saling sikat.

Bukan berarti kita meragukan eksistensi para politisi. Hanya saja, menghindari kemelut itu penting. Jangan berlarut-larut dalam debat yang tidak produktif. Percayalah, itu semua hanya menguras energi kita semua. Saling menyalahkan, mempertahankan sikap merasa paling benar. Tak ada guna.

Keluar dari diskusi yang saling menyerang di media sosial. Terlebih di bulan ini. Bulan mulia bagi umat Islam jangan dikotori. Bantu pemerintah menjernihkan dan menetralkan situasi politik yang sengaja dibuat tidak stabil. Rakyat harus bersatu menuju Pemilu 2024 yang ceria dan gembira.

Tidak membuat problem menjadi semakin sederhana, dan solusinya mudah ditemukan. Yang ada malah sebaliknya melahirkan salah paham. Pameran ide, sikap baik yang menjadi ciri khas, menjadi identitas politisi tetaplah kita tak mempermasalahkannya. Yang dikritisi hanyalah safari politik di bulan ramadhan.

Sebagai usul jalan tengah, itikaf politik. Tiap-tiap politisi kita berharap menenangkan hati, memperbanyak beribadah di bulan yang mulia ini. Karena peta politik, serta realitas politik di lapangan yang beragam membuat masyarakat juga terpolarisasi. Menjadi terpisah dalam server dukung-mendukung.

Para milisi cyber juga sedang gencar berkampanye. Kalau semuanya saling ngotot-ngototan di media sosial, akan deadlock. Rakyat akan diperhadapkan dalam sebuah situasi yang gamang, saling berkonflik. Ini yang tidak kita inginkan bersama tentunya. Sehingga kode untuk menandai badai konflik besar sejak dini kita lahirkan.

Itikaf politik saat ini menjadi pilihan terbaik. Dengan berhenti melakukan keliling bersafari, maka kicauan-kicauan di media sosial yang saling menyerang akan terkikis. Rakyat digital (dunia maya) aman, kondusif. Hal itu akan berdampak baik pada rakyat di dunia nyata. Aman tenanglah kita semua.

Target dan fokus kita untuk menjalankan ibadah lebih tenang. Kaum muslimin terutama lebih punya kesempatan mengerjakan amal ibadah, berbondong-bondong dalam kebaikan. Kita terhindar dari saling ghibah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun