Membuat kita mudah marah. Mudah bersikap suudzon kepada orang lain. Tentu berbagai faktor ikut menjadi penyebabnya. Menghadapi kondisi-kondisi yang kita khawatirkan itu, maka perlu pengayaan. Latihan untuk menempatkan diri sebaik mungkin agar tidak mudah tersulut amarah.
Juga tidak mudah menuding atau menyalahkan orang lain. Karena berpuasa bukan sekedar menahan dahaga. Tapi, bisa dijadikan sebagai madrasah. Untuk kita lebih banyak introspeksi diri, tidak mudah menghakimi orang lain. Tidak selalu merasa benar sendiri.
Momentum puasa bisa menjadi lompatan spiritual, atau tempat refleksi (kontemplasi dan evaluasi), juga entry point bagi kita. Puasa menjadi momentum tarbiyah. Bagaimana mengelola kematangan emosi. Manusia berusaha mencapai kesempurnaan, tidaklah mudah. Tentu kesempurnaan dalam perspektif dan takaran manusia, bukan Tuhan. Menuju pada level sempurna "insan kamil" tidaklah seperti membalikkan telapak tangan.
Hindari sikap pasif berbuat baik dalam berpuasa. Kita dituntun untuk bersikap progresif dalam urusan-urusan kebaikan. Mengejar pahala. Jangan membiarkan ''golden moment'' ini berlalu tanpa jejak perbuatan baik. Haruslah bersungguh-sungguh melaksanakan, mengejar ibadah di bulan suci ramadhan secara agresif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H