Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Literasi Sampai Mati

Pegiat Literasi dan penikmat buku politik

Selanjutnya

Tutup

Politik

Lukman Hakim, Noda Politik Merusak Demokrasi

20 Februari 2023   10:07 Diperbarui: 20 Februari 2023   10:54 355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nina dan Lucky (Dok. Inews.id)

SEBUAH kebiasaan berpolitik yang salah sering dipertontonkan politisi kita. Ya, kalau bukan bagi-bagi uang, menyebar politik identitas, berarti memperdagangkan janji manis pada masyarakat. Bias dari ugal-ugalan itu salah satunya tercermin dari kemunduran Wakil Bupati Indramayu, Lukman Hakim.

Berita mundurnya Lukman yang sekarang viral. Ramai menghiasi media sosial. Ada pro, simpati, dan kontra. Umumnya banyak pihak memberi hormat, apresiasi, dan rasa salut kepala Lukman. Bagi saya inilah pelajaran berharga bagi politisi.

Motif dan alasan mudurannya sederhana. Ia mengaku terlampau banyak janji politiknya beban, yang diyakini tak akan mampu direalisasikannya. Sebuah peristiwa politik yang menodai demokrasi kita. Miris tentunya. Sebagai seseorang yang pernah mengikuti studi ilmu Politik saya sedih melihat situasi ini.

Cara seperti demikian sangat kita kutuk. Karena memalukan, memilukan, dan menjengkelkan. Dimana politisi mengambil bagian, membujuk masyarakat disaat kampanye ternyata hanya omong kosong. Apa yang dinilai tak mampu dilakukan, tapi dipaksakan untuk disampaikan ke masyarakat bahwa mereka mampu.

Ini yang namanya sikap munafik. Sebetulnya, politisi itu tau, dia dapat mengkalkulasi kemampuannya. Bukan sekedar memprediksi, tapi melacak, mengestimasi detail kekuatan anggaran daerah. Sehingga dapat dikendalikan, diidentifikasi mana program yang dapat dilakukan untuk rakyat, dan mana yang tidak.

Mundurnya pria yang kerap disapa Lucky Hakim, sebagai Wakil Bupati Indramayu ini tidak bisa dibaca secara sepotong saja. Harus lebih komprehensif melihatnya. Dari publikasi media massa, publik juga dihidangkan dengan informasi dan pernyataan yang mengesankan ada ''gesekan'' mis-komunikasi antara Lucky dan Bupati, Hj. Nina Agustina.

Selain soal etik, Lucky juga menyalahi sumpah janjinya. Bahwa seharusnya ia konsisten mengabdi pada warganya sebagai Wakil Bupati periode 2021-2026. Jika Lucky sebagai pemimpin yang sadar posisi, mestinya bertindak sesuai kapasitasnya. Ikhtiar bekerja yang dilakukannya pasti diapresiasi rakyat.

Namun, disaat mundur dalam berjalan, ini menandakan Lucky ''menghianati'' janjinya pada rakyat. Apa yang dilakukan Lucky menjadi refleksi politik bagi seluruh politisi di Indonesia. Tanyakan pada diri kita masing-masing sebelum terjun ke politik praktis, kalau tak mampu mengabdi dengan segala resiko, jujur saja sejak awal.

Jangan menjual janji, membodohi rakyat dengan program yang sudah diketahui tak akan mampu diimplementasikan. Politisi yang berani berjanji, tapi tidak mampu melaksanakan, mencicil minimal janjinya, itulah politisi penghianat rakyat. Rakyat tak mau pusing apa problem kita. Yang pasti janji harus ditunaikan.

Kalau tidak mampu, janganlah membual. Jangan rangkai kata, buat janji, lalu gagal mewujudkannya. Sebuah pembohongan publik yang begitu terang-benderang ditunjukkan. Politik yang etis dan manusiawi tidak mengajarkan hal itu. Jangan menjadi korban karena polesan citra.

Akibatnya seperti itu. Turun di tengah jalan, disaat memimpin rakyat. Ini juga disebut sebagai politik buang badan. Sebaiknya sebelum maju, Lucky mendiagnosis problem di lapangan. Siapkan solusi, realistis terhadap kemampuan. Jangan membawa rakyat dalam angan-angan.
Jangan mengarang mimpi yang prematur, misterius, dan ghoib lalu disodorkan ke rakyat. Mimpi tentang pembangunan infrastruktur, kesejahteraan, keuntungan buat rakyat saat terpilih kelak, padahal semua itu bohong. Kasihan rakyat. Politisi yang tak sadar diri ini berbahaya, merusak demokrasi.

Jangan bangga menjadi Lucky, tapi harusnya malu. Peristiwa yang dialami Lucky merupakan tamparan keras bagi politisi yang sok tau. Merasa punya segalanya, populer dikenal publik lalu enaknya menjanjikan rakyat macam-macam. Padahal janjinya tak mampu dijalankan. Politik itu soal hati, soal pengabdian.

Bukan soal janji, dan pemberian jangka pendek. Politik juga bukan soal gaya-gayaan. Kita berharap tak ada Kepala Daerah atau wakil Kepala Daerah yang mengikuti jalan seperti yang dilakukan Lucky. Sungguh ini merusak citra para politisi. Ini menandakan harmonisasi kepemimpinan di daerah antar pemimpinnya juga bermasalah.

Panggilan moral, mau bekerja, semangat memberi diri untuk rakyat bisa ditunjukkan Lucky, tak masalah. Tapi harus mengerti dan sadar posisi, bahwa dirinya hanyalah Wakil Bupati. Toh, rakyat juga akan tau kewenangannya. Kenapa harus mundur?, ini yang kurang tepat.

Publik yang ngerti politik dan pengabdian akan mempertanyakan Lucky. Bahkan akan menertawakan sikap tidak elok yang ditunjukkan Lucky dengan mengundurkan diri tersebut. Kita berharap pelajaran yang diambil adalah tak ada lagi janji palsu yang diajukan politisi calon Kepala daerah saat maju di Pilkada.

Hikmah yang wajib dipetik dari mundurnya Lucky sebagai Wakil Bupati ialah keistiqomahan. Tidak boleh berlebihan. Tuhan melarang seseorang yang bersifat berlebihan. Janji politik yang berlebihan akan memakan diri sendiri. Jangan menjual janji manis kepada rakyat demi hastrat untuk berkuasa. Jangan mencontoh hal yang dilakukan Lucky, ini menyakitkan rakyat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun