politik kita di Indonesia, penuh dengan ragam friksi atau sekat pertentangan. Ada geng partai politik, geng para purnawirawan Jenderal (TNI/POLRI), geng pengusaha, geng kampus (almamater), dan fariabel lainnya. Tidak mudah menyatukan itu. Mimpi kita untuk menciptakan koalisi raksasa, tidak mudah terealisasi.
KALAU didiagnosis tubuh besarBagaimana jika Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo melakukan koalisi dalam Pilpres 2024?, mungkinkan kemenangan berada di tangan mereka?. Apakah dengan menyatunya kubu politik yang sebelumnya bertikai itu membuat kekuatan masing-masing pihak solid?Â
Belum tentu juga. Praktek politik selalu memberi ruang probabilitas. Kalau kita mengajak simulasi pasangan calon berdasarkan hasil tertinggi survei, yakni Ganjar, Prabowo, dan Anis, atau Prabowo, Ganjar, dan Anies, maka sukar rasanya menyatuhkan tiga kekuatan ini.
Banyak pihak tentu tak mau Pilpres 2024 berjalan terlalu lama, berlarut-larut sehingga menghendaki dua pasangan calon Presiden saja, mereka cenderung mengusung sosok Prabowo - Ganjar menyatu. Dan dalam kesimpulan mereka, akan menang. Bagi saya, dalam politik selalu ada kejutan. Hal yang dianggap secara rasional tidak lagis, bisa menjadi logis.
Prabowo - Ganjar mengkonstruksikan kekuatannya secara rapi jika mau menang. Baik Prabowo maupun Ganjar harus mengajak komunikasi Erick Thohir dan Sandiaga Salahuddin Uno untuk bersama dalam satu gerbong.
Dalam anatomi politik kita, ada yang disebut koalisi dan oposisi. Mereka bekerja sesuai kepentingan politik masing-masing. Semua tengah menyiapkan skanario menang, sehingga isu dibuat dan dilemparkan ke publik. Ya, tujuannya menarik simpati, membuat mereka mendapat berkah secara elektoral.
Akan terjadi turbulensi politik yang hebat jika antara Presiden Jokowi dan Ketum DPP PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri tidak mendapat titik temu perkawinan kepentingan. Secara kasat mata, publik mulai menangkan Prabowo, Ganjar, dan Erick Thohir merupakan jelmaan Presiden Jokowi.
Tentu di balik barisan tiga nama tersebut ada LBP atau Luhut Binsar Panjaitan. Mega akan menunjukkan kekuatannya manakala Jokowi ngotot mengusung jagoannya Prabowo, Ganjar, atau Erick. Situasi gejolak kepentingan politik ini akan dimanfaatkan pihak lawan. Kalau tak ada solusinya, Anies Baswedan pasti melenggang mulus.
Tidak bisa dipungkiri, perang kepentingan di internal sirkel Jokowi dan Megawati sedang berlangsung. Pihak Megawati, dari cerita warung kopi ke warung kopi telah beredar isu mereka yang menguasai penyelenggara Pemilu.
Hal itu pasti menjadi modal amat penting. Sudah menjadi rahasia umum bahwa politisi atau partai politik yang mengendalikan penyelenggara Pemilu pasti menang banyak. Sementara dari sisi Jokowi, mengendalikan institusi "struktur" pemerintahan ada ditangannya. Keduanya punya kekuatan masing-masing.
PDI Perjuangan merasa lebih unggul (punya nilai lebih), karena pimpin Lembaga DPR RI, dipegangnya. Fraksi PDI Perjuangan menjadi Fraksi besar di Gedung Senayan. Ketika tak ada titik temu, Megawati bisa saja bermanuver di DPR RI. Membuat gerakan, menggerogoti, meneror Jokowi dalam konteks mengamankan kepentingan politik.