Proses artikulasi politik dan agregasi kepentingan yang umumnya diperankan parpol tidak boleh dicegah KPU, tanpa adanya dasar keterbukaan. Buahnya, sejumlah parpol yang tidak lolos verifikasi untuk menjadi peserta Pemilu 2024 mengajukan protes. Terakhir Partai Ummat juga nyaris tak lolos Pemilu.
Beruntung protes dilayangkan. Ancaman politik dilakukan, alhasil partai Ummat menjadi diurutan terakhir (Nomor Urut 24) untuk menggenapi total parpol yang lolos Pemilu secara nasional. Ditambah dengan 6 partai lokal Aceh, maka jumlah partai yang ikut Pemilu adalah 24 parpol.
Politik yang harusnya menjadi instalasi dan jalan kebenaran, malah dibelokkan penyelenggara Pemilu. KPU maupun Bawaslu tak boleh memiliki motivasi sekedar mencari cuan ''kakayaan'' saat menjadi Komisioner. Walaupun hal ini mulai marak kita lihat. Cara yang demikian membuat integritas ternodai.
BUKAN MESIN ELEKTORAL
Penyelenggara Pemilu bukanlah mesin elektoral. Paradigma ini harus dipelihara, ditanamkan dalam benak. Agar Komisioner KPU dan Bawaslu tidak bermain politik praktis. Tak menjadi partisan. Kemudian bisa bebas dari kepungan kepenting politik tertentu. Karena bagaimanapun politisi sedang mengincar penyelenggara.
Targetnya ialah penyelenggara Pemilu digoda untuk berkompromi. Politisi yang biasa menyuap, memberi sogok untuk mendapatkan jabatan politik umumnya mendekati, merayu penyelenggara Pemilu untuk mengikuti apa mau mereka. Memuaskan kebutuhan buasnya dalam meraih kekuasaan.
Dari keberadaan tersebut, maka penyelenggara Pemilu akan kuat, tidak rapuh. Tidak mudah digoyah atas bujuk rayu politisi busuk. Atas konsistensi sikap itu pula, maka integritas yang dibangga-banggakan Komisioner tidak tercemar kotoran politik pragtis yang memposisikan elektoral sebagai bahan belanja.
Komisioner penyelenggara Pemilu tidak perlu berburu insentif elektoral, karena bermaksud dikemudian hari terjun menjadi politisi. Jangan dulu terjebak dalam perangkap pemikiran yang demikian. Karena membuat, menghantarkan Komisioner penyelenggara Pemilu pada rusaknya independensi.
Keadaban bersama demokrasi yang berdaulat haruslah diperhatikan. Sangat membahayakan jika penyelenggara Pemilu memposisikan diri menjadi alas kaki para politisi. Mudah dimobilisasi, diangkut untuk kepentingan-kepentingan politisi. Sebuah citra buruk yang melekat lama dalam persepsi rakyat.
Melintas melalui roda jaman yang sebenar-benarnya wahai para penyelenggara Pemilu. Jangan mau menggadaikan harga diri, idealisme demi uang dan kekuasaan. Sesungguhnya, hal itu hanya menyeret kalian penyelenggara Pemilu pada jurang kehancuran. Janganlah penyelenggara Pemilu merongrong demokrasi dari dalam.
KPU & BAWASLU BUKAN BUDAK POLITISI