Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Literasi Sampai Mati

Pegiat Literasi dan penikmat buku politik

Selanjutnya

Tutup

Politik

Demokrasi Kuda Troya

17 Januari 2023   17:20 Diperbarui: 17 Januari 2023   18:42 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


PRAKTEK
tipu daya sering dilakukan di ruang-ruang politik. Demokrasi dan eksistensi rakyat menjadi tidak mendapat tempat akhirnya. Terkikis, diganggu dengan cara berpolitik yang kotor. Persepsi yang dibangun, seolah demokrasi menghendaki apa yang dilakukan tersebut.

Esensi demokrasi yang begitu mulia digerogoti. Perilaku buruk, saling tipu menjadi realitas dalam interaksi berdemokrasi. Pemilu menjadi media dan wahana untuk melecehkan demokrasi dengan cara yang demikian memprihatikan, sekaligus memalukan. Segeralah demokrasi kita selamatkan.

Demokrasi bukanlah kuda troya. Jangan demokrasi dibajak untuk kepentingan birahu kekuasaan yang tak kunjung dikontrol, sehingga makin liar. Kebenaran, keadilan, transparansi, sopan santun, ketaatan terhadap hukum dicederai. Semua yang menjadi rute demokrasi prosedural dikesampingkan.

Bahkan dibenturkan. Dianggap hanya barikade yang menghalangi kepentingan jahat politisi atau elit pemburu kekuasaan. Jika demokrasi dirusak, akal sehat publik juga sekaligus tercemar. Publik dianggap tidak lagi berada dalam ruang ideal kesadaran rasional. Maka, diperlukan reposisi.

Mengenai tipu daya dalam praktek demokrasi harus dihapus. Itu bukan amanah atau perintah demokrasi. Ketahuilah, demokrasi mengajarkan kejujuran. Ketulusan, kesadaran tertinggi tentang hak dan kewajiban. Sesuatu yang menjadi hak orang lain jangan dicaplok.

Dalam panggung politik malah hal ideal, dan semestinya itu dicamplok. Semua digeneralisasi. Dicampuradukkan kebenaran dan kesalahan. Demi kepentingan berkuasa, suara orang lain dalam rekapitulasi suara saat Pemilu dipindahkan. Disulap, dimutasi ke politisi tertentu.

Praktek tipu muslihat menjadi begitu marak. Dimana keberadaan Penyelenggara Pemilu (KPU dan Bawaslu), sebagai penjaga ketertiban demokrasi, penyelenggara Pemilu juga dalam banyak case sudah ikut menceburkan diri berpihak. Mengambil posisi berpolitik secara malu-malu. Mengafiliasi diri.

Kalau sudah begitu, kepada siapa lagi rakyat menyandarkan harapannya?. Kepercayaan publik pada politisi telah menurun. Begitupun pada para Penyelenggara Pemilu, yang tiap waktu makin terdegradasi. Pemilu 2024 harus menjadi kesempatan memulihkan itu. Menyelamatkan trust publik kepada.

Kembali merebut hati rakyat dengan bekerja secara benar. Tidak menjadi brutal menyiasati aturan. Membuat kanal baru kebijakan yang pro atau toleran terhadap politisi atau partai tertentu. Tidak boleh kompromi kesalahan, semua kita harus tegak lurus dan konsisten menjaga nilai-nilai demokrasi.

Ada jenis ragam tipikal pemilih, yang mengambil bagian. Seperti Intelligence voters atau pemilih intelijen, yang bermain sembunyi-sembunyi. Pemilih yang berganti-ganti wajah. Pemilih konsisten, petarung. Bahkan ada pemilih peselancar yang mau berkomitmen dengan seluruh politisi untuk kepentingan meraih kekuasaan.

Bagi saya, perlu kita bergotong royong mendorong swing voters. Yaitu para pemilih rasional yang dapat perubah pilihan sesuai dengan ide atau gagasan. Ketertarikan pemilih karena ide, visi besar dalam melakukan perbaikan di tengah-tengah rakyat. Mau memilih politisi visioner yang tau bekerja untuk rakyat.

Semua anak bangsa harus diberi kesempatan yang sama untuk mengabdi pada rakyat melalui kekuasaan. Bagaimana distribusi kepemimpinan secara demokrasi diberi ruang. Bukan dibatas-batasi. Bukan juga sesama politisi saling menggerogoti. Mestinya budaya gotong royong saling menguatkan dibangun.

Dapat dijalani atau ditunjukkan melalui kampanye yang edukatif. Saling memberi apresiasi, bukan saling merendahkan dan saling menjatuhkan. Naik untuk memberi kesempatan yang lian, tidak mejatuhkan atau menginjak. Model berpolitik seperti itu sejatinya perlu dibudayakan. Seperti itulah yang diminta demokrasi.

Bukan kampanye politik uang. Saling hasut, membuat fitnah dan menyebarkan kebencian. Para politisi haruslah ingat, apa yang disampaikan ke publik akan diingat, kehadiran politisi dalam tiap memontum politik, terutama sangatlah berdampak. Malasnya politisi turun menemui rakyat juga menjadi kegelisahan.

Ketika hadir membawa gagasan dan hadir membawa materi pada konstituen atau pemilih, juga otomatis melahirkan kesan berbeda. Kita berharap politisi ketika masa kampanye lebih banyak membawa gagasan, memberi pendidikan politik. Bukan meracuni pikiran rakyat dengan politik uang. Suara rakyat dibeli.

Kondisi krusial dan darurat dalam ruang politik kita ialah adanya semangat persaingan, lalu mengabaikan kolaborasi atau kerja bersama. Target menang secara pribadi semata. Selebihnya masih kurang ada kesadaran berjuang, lalu menang bersama. Kesenjangan tersebut begitu kelihatan di lapangan.

Dari cara memasang alat peraga kampanye saja terlihat, ada pembeda. Semangat masing-masing itu diperlihatkan. Belum lagi, ketika tatap muka dengan rakayat. Sangat sukar kita temukan Caleg, satu Dapil dan satu partai politik turun bersama-sama. Kompak kemudian memberi pendidikan politik secara serius.

Tidak sedikit politisi mengambil jalan pintas, selama sosialisasi diri, jarang menemui rakyat. Namun memilih untuk ''serangan fajar''. Turun disaat mendekati pencoblosan suara dengan membayar suara rakyat. Memberi uang dengan komitmen rakyat harus memilih mereka. Inilah model brutal politisi abal-abal. Merekalah perusak demokrasi sesungguhnya.

Memang perilaku kurang elok masih ditunjukkan sebagian politisi dengan menjadikan demokrasi sebagai alat jual beli. Negosiasi politik untuk memperoleh kekuasaan. Sungguh sangat tidak mendidik, tidak etis, dan melanggar regulasi. Perilaku tidak mencerminkan kebaikan dalam membangun demokrasi seperti itu harus dimigrasi. Perlu ada transformasi besar dilakukan.

Harusnya para politisi memberikan contoh. Dalam banyak hal, termasuk tentang kebersamaan, keutuhan, soliditas, dan anti terhadap politik uang. Agar rakyat mengikutinya. Cara yang demikian lebih mulai, terhormat dilakukan politisi. Bukan malah berbondong-bondong membeli suara rakyat.

Sungguh berbahaya, hanya karena sebuah kemenangan dalam kompetisi politik, membuat politisi kehilangan jati dirinya. Membuat rakyat direndahkan dengan pendekatan politik uang, politik transaksional itu buruk dan melukai derajat demokrasi. Apapun alasannya, politik uang diharamkan.

Semua agama tidak mengajarkan cara mendapatkan kekuasaan dengan membeli, atau meminta-minta. Apalagi dengan tipu muslihat. Menghalalkan segala cara demi memperolehnya. Itu artinya, perubahan pola pikir tentang politik uang, dirubah menjadi politik nilai dan moralitas patut segera dilakukan.

Rakyat jangan lagi diseret dalam kubangan dan arus politik uang yang begitu deras. Demokrasi kita ini demokrasi Pancasila, bukan demokrasi liberal. Bukan pula demokrasi kapitalis yang menjadikan uang sebagai sesembahan. Uang bukanlah Tuhan. Jangan politisi melecehkan rakyat. Menjadikan rakyat seperti alas kaki, tidak boleh itu dilakukan lagi.

Kebiasaan positif mendidik pemilih dengan perkataan dan berbuatan baik mesti ditunjukkan politisi. Terutama Caleg, calon Kepala Daerah, calon Wakil Kepala Daerah, calon Presiden dan calon Wakil Presiden. Hentikan kebiasaan mengandalkan uang dalam tiap kampanye. Bukan cara pandang publik. Ajak mereka memilih pemimpin yang berkualitas, punya visi misi membangun rakyat.

Etape dalam dunia politik harus dijernihkan, dibebaskan dari praktek politik uang. Karena cara yang demikian membuat demokrasi merosot. Demokrasi yang dijalankan ke luar jalur, segeralah direorientasikan ke jalur yang benar. Jangan biarkan demokrasi kehilangan arah. Upaya penyelamatan patut dilakukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun