Akan tayang Kamis pagi jam 10. Iklan filmnya sangat menggoda hati. Sukses membulatkan tekat agar tak ketinggalan. Tapi, gimana caranya agar bisa menonton film yang tayang perdana saat jam sekolah.
Sungguh terlalu, TPI menayangkan film Rhoma Irama saat jam pelajaran. Akhirnya ketemulah siasat untuk bisa menonton film Si Raja Dangdut. Nah, untuk tak kelewatan acting satria bergitar, ketemulah ide, bersandiwara sakit di hari Kamis.
Tibalah hari tayang Film Bang Haji Rhoma Irama, sandiwara dimulai dengan berpura-pura lama bangun. Saat dibangunkan oleh ayah, ngaku sakit. Sesaat ayah mendiamkan. Tak lama kemudian, menghampiri kembali sembari meletakkan punggung telapak tangan di dahiku.
"Ah, ini tak apa. Sana beres-beres. Sudah telat ini sekolahnya," kata ayah. Tak ada waktu membaca pledoi. Vonis langsung keluar, jika aku sehat. Tanpa bisa menolak, aku pun berkemas mengenakan seragam putih merah.
Sejak saat itu, aku yakini betul jika tak bisa berbohong pada orang tua. Meski kadang orang tua diam tak membantah kebohongan kita, sebenarnya mereka tahu. Gimana gak tahu, sejak dari orok hingga dewasa mereka yang urus kita. Sangat paham tingkah dan gaya anak-anaknya.
Pupus sudah keinginan untuk menonton film Rhoma Irama terbaru. Akhirnya keinginan tuk menikmati sajian acting Bang Rhoma terpenuhi saat libur lebaran. TPI kembali mengulang  film Rhoma Irama dan  Warkop DKI. Puas sudah.
Sebagai seorang penikmat karya-karya Bang Haji Rhoma, tak pernah ada rasa kebosanan. Selalu ada yang menarik dan menghibur dari setiap karya Rhoma Irama. Baik dalam bentuk musik atau film. Selalu asyik untuk dinikmati.
Tak terasa, sudah lima puluh tahun Rhoma Irama berkarya. Mengisi belantika musik Indonesia. Konsistensi itu membawa hasil yang sulit untuk nilai. Bukan hanya untuk Rhoma Irama. Tapi untuk gendre musik dangdut itu sendiri.
Awalnya, dangdut asing di negeri sendiri. Musik yang berasal dari khasanah seni Melayu ini mendapat cibiran. Tak jarang dinistakan sebagai musik kampungan. Musik kelas bawah. Hari ini, semua sudah berubah. Yang dulu menolak, sekarang sudah ikut bergoyang.
Rhoma Irama dengan Soneta-nya yang terus berjuang agar dangdut bukan kelas kedua dalam kasta musik tanah air. Menyatukan dangdut dengan film membuat jenis musik ini lama  kelamaan mendapat pengakuan dari semua kalangan.
50 tahun sudah Soneta berkiprah di musik tanah air. 50 tahun memiliki pesan, konsistensi itu penting agar bisa diterima publik. Aku belum menemukan group musik di Indonesia yang bisa bertahan hingga 50 tahun.
Setengah abad Soneta tak lepas dari sosok Bang Haji Rhoma Irama. Dia bukan saja pencipta lagu. Tapi dia yang memberikan roh pada group Soneta. Tak bisa dipungkiri berkat leadership seorang  Rhoma Irama Soneta bisa bertahan hingga setengah abad.
Rhoma Irama amat layak duduk di tahta Raja Dangdut. Gelar yang tak tergantikan oleh siapa pun. Selamanya. Â Jika ada yang mau mendapatkan gelar itu, saranku cari gelar yang lain saja. Gak akan bisa menggantikan Raja Dangdut meski dengan revolusi. Atau kudeta sekali pun. Sulit meruntuhkan tahta Raja Dangdut. Jangan harap.
Siapa pengganti Raja Dangdut. Gak penting. Justru aku sangat berharap perhatian Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahudin Uno. Bukan untuk mengganti posisi Raja Dangdut. Tapi merangkai perjalanan Soneta hingga 50 tahun berkarya menjadi awal untuk memajukan industri musik Indonesia. 50 tahun Soneta adalah bukti musisi kita berkelas. Layak go international. Jangan biarkan Agnes Mo berjuang sendirian.
Musik dangdut pantas go international. Dangdut melingkupi negara-negara rumpun Melayu. Sebagai modal dasar sudah bisa untuk pasar lebih luas. Kok bisa? Ya bisa dong. Korea, cuma satu negara pengguna Bahasa Korea. Bisa tuh. Justru K-Pop jadi trend global. Cuan masuk ke negeri ginseng itu dari K-Pop ratusan miliar dollar per tahun.
Kenapa K-Pop bisa mendunia? Jawabnya, pemerintahnya punya andil dan perhatian bagaimana memajukan indstri kreatif terutama musik K-Pop. Dan pelaku industri K-Pop, Â serius meningkatkan kapasitas agar diterima pasar global. Ada semangat yang sama antara pelaku industri musik K-Pop dengan pemerintah. Jadilah itu barang. Korea tak hanya tergantung pada industri teknologi.
Jenis musik dangdut, universal. Siapa pun yang dengar nada dan musik dangdut, auto goyang. Kelebihan dangdut, mau sedih apalagi bahagia, tetap saja goyang. Tarik sis.
Siapa di dunia ini yang tak suka goyang? Telinga mendengar nada, spontan bergerak. Naluri pisik manusia.
Lima puluh tahun Soneta berkiprah harusnya bisa menjadi inspirasi bagi Menteri Uno. Musik dangdut adalah berlian sektor industri kreatif. Semoga saja goyangannya dilirik Papa Online.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI