Mohon tunggu...
Muhammad Suryadi R
Muhammad Suryadi R Mohon Tunggu... Lainnya - Founder Lingkar Studi Aktivis Filsafat (LSAF) An-Nahdliyyah

Tall Less Write More

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

New Normal dan Kebebalan Kita

11 Juni 2020   01:30 Diperbarui: 11 Juni 2020   01:27 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Maka benar saja, bangsa kita terkesan keropos menghadapi pandemi. Virus mengerikan ini mendapatkan banyak inangnya. Keleluasannya menjangkiti manusia Indonesia semakin terkondisikan dengan realitas masyarakat kita yang terlihat enjoy berdampingan dengan watak bebalnya. 

Akhir-akhir ini, kehidupan masyarakat kita terlihat biasa-biasa saja seperti menganggap Indonesia telah bebas dari virus. Kehidupan terasa kembali normal sebelum normal baru diberlakukan.

Di balik itu, tentu masyarakat kita tak bisa disalahkan secara total. Bahwa watak kebebalan akan selalu ada hingga kiamat dunia tiba. Kebijakan pemerintah mesti tepat sasaran. Ini juga tentu essensial. 

Pemerintah tak perlu banyak gimik yang membingungkan masyarakat, yang dibutuhkan adalah kesigapan dan transparansi-konsistensi pemerintah dari pusat sampai ke daerah dalam menumpas kejahatan dari virus tersebut.

Dalih paling rasional dari tindakan bebal masyarakat kita saat ini tentu adalah ekonomi dan keberlangsungan hidupnya. Di lain sisi, ancaman kesehatan hingga kematian selalu membayangi. Faktor demikian tak terbantahkan. Memang ironis. 

Virus ini tidak hanya membawa krisis tapi juga dilematis. Alasan ini pula yang melatarbelakangi New Normal akan diterapkan. New Normal dipercaya dapat menjaga stabilitas ekonomi sekaligus menyelamatkan nyawa banyak orang dengan catatan masyarakat kita mengindahkan protokol kesehatan yang berlaku.

Meminimalisir ataupun menghindari virus di tengah New Normal kuncinya adalah kesadaran diri. Kesadaran diri adalah oposisi terhadap kebebalan diri. Faktor kesadaran diri di tengah pandemi menjadi sangat krusial. Sebab, kesadaran diri akan membawa kita pada pengarusutamaan keselamatan diri dan secara otomatis akan berdampak langsung pada keselamatan orang lain. 

Michael Foucault dalam bukunya Teknologi-Teknologi Diri mengistilahkan kesalamatan diri dengan epimelesthai sauthou. Foucault menjelaskan epimelesthai sautou sebagai nasihat untuk merawat diri bagi orang Yunani saat itu dalam mengelola kota dan merupakan salah satu aturan utama bagi perilaku sosial dan pribadi.

Dalam konteks pandemi, menanam kesadaran diri saat ini dan di masa mendatang akan menuai hasil berupa insting yang membantu menghindarkan diri dari penularan virus. Ia (kesadaran diri) tak kalah hebatnya dengan vaksin. 

Jika vaksin menyelamatkan diri dari virus secara biologis, maka kesadaran diri menghindarkan diri dari virus dengan membangun kekuatan diri secara psikologis. Sehingga, peran kesadaran diri ini akan sangat berguna.

Sebab, himbauan dan aturan protokol kesehatan---menggunakan masker, menjaga jarak, mencuci tangan---hanya dapat terlaksana apabila kesadaran diri tertanam dalam diri setiap masyarakat kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun